Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

"Background: acoustic radiation force impulse (ARFI) is a new proposed noninvasive method for liver fibrosis staging. Integrated with B mode ultrasonography, ARFI can be used to assess liver tissue condition. However its diagnostic accuracy is still being continuously evaluated. Also, there is lack of data regarding the utilization of ARFI in our population. This study aimed to evaluate the diagnostic value of ARFI as an alternative noninvasive modality for fibrosis staging in chronic hepatitis B and hepatitis C patients in our population.Methods: we conducted cross sectional comparison of ARFI imaging and transient elastography on patients who underwent liver biopsy at Cipto Mangunkusumo Hospital. Fibrosis staging using METAVIR scoring system presented as standard reference. A total of 43 patients underwent liver biopsy was evaluated by ARFI imaging and transient elastography. Cut off values were determined using receiver operating characteristic (ROC).Results: both liver stiffness determined by ARFI and transient elastography (TE) were moderately correlated with METAVIR score with value of 0.581 and 0.613, respectively (both P<0.01). Diagnostic accuracy of ARFI predicted significant fibrosis (F>2) with area under receiver operating characteristic curve (AUROC) of 0.773 (95% CI 0.616-0.930) and even better for cirrhosis (F4 fibrosis), expressed as AUROC of 0.856 (95% CI 0.736-0.975). Transient elastography was better for significant fibrosis with AUROC of 0.761 (95% CI 0.601-0.920) and was best for prediction of cirrhosis, expressed as AUROC of 0.845 (95% CI 0.722-0.968).Conclusion: ARFI is provided with more convenient evaluation of liver tissue condition, and its diagnostic accuracy is not significantly different from TE for staging liver fibrosis."

"ABSTRAKTenofovir disoproksil fumarat (tenofovir) dan telbivudin merupakan dua analog nukleos(t)ida yang tersedia untuk terapi pasien hepatitis B. Tenofovir telah diketahui sebagai agen nefrotoksik pada pasien HIV, namun masih menjadi kontroversi pada pasien hepatitis B kronik. Di lain sisi, telbivudin memiliki efek proteksi terhadap fungsi ginjal dan bahkan meningkatkan estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil keamanan terhadap fungsi ginjal dari tenofovir dan telbivudin pada pasien hepatitis B kronik di Indonesia. Metode. Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif pada pasien hepatitis B kronik yang mendapat terapi tenofovir atau telbivudin dalam rentang waktu Januari 2013 - Desember 2016. Pasien yang mempunyai eLFG awal <60 mL/ menit/1,73 m2 sebelum mulai terapi, mengalami perubahan regimen, lost to follow up, atau meninggal dalam 1 tahun tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Data kreatinin serum yang dinilai adalah data pada minggu ke 24 dan 48 setelah pemberian tenofovir atau telbivudin. Hasil. Sebanyak 68 pasien dalam terapi tenofovir dan 62 pasien dalam terapi telbivudin dimasukkan penelitian ini. Kadar kreatinin serum meningkat pada kelompok tenofovir dari 0,88 (simpang baku [SB] 0,17) mg/dL pada awal studi menjadi 0,93 (SB 0,22) mg/dL setelah 24 minggu (p = 0,02) dan cenderung plateau setelah penggunaan selama 48 minggu. Namun, pada kelompok telbivudin, kadar kreatinin serum menurun dari 0,85 (SB 0,21) mg/dL pada awal menjadi 0,80 (SB 0,18) mg/ dL pada minggu ke 48 (p = 0,003).Simpulan. Tenofovir berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin serum dan penurunan eLFG pada pasien hepatitis B kronik dengan eLFG >60 mL/menit/1,73 m2."