Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reza Fahlevi
"Sebagian anak epilepsi akan mengalami epilepsi intractabledengan berbagai dampak jangka pendek dan panjang yang dapat menyertainya. Salah satu pilihan terapi epilepsi intractableadalah pemberian obat antiepilepsi (OAE) lini II, namun tidak semua pasien mendapatkan luaran positif berupa terkontrolnya kejang. Hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang menilai faktor-faktor prediktor terkontrolnya kejang pada anak dengan epilepsi intractable. Penelitian ini bertujuan untuk menilai luaran klinis serta faktor prediktor terkontrolnya kejang pada anak dengan epilepsi intractableyang mendapatkan OAE lini II. Penilitian ini merupakan penelitian kasus-kontrol dengan menggunakan data retrospektif. Sebanyak 60 pasien anak epilepsi intractable yang terkontrol OAE lini II selama enam bulan (kelompok kasus) dibandingkan dengan 60 pasien yang tidak terkontrol (kelompok kontrol) yang telah dilakukan matchingterhadap usia. Sebanyak 29% dari seluruh anak epilepsi mengalami epilepsi intractabledan hanya 43% di antaranya yang terkontrol dengan OAE lini II. Ada empat faktor prediktor yang dinilai yaitu tipe kejang, frekuensi kejang, perkembangan motorik kasar, serta gambaran electroencephalogram(EEG) awal. Hanya gambaran EEG awal yang memberikan hasil signifikan sebagai prediktor terkontrolnya kejang dalam analisis bivariat dan multivariat dengan nilai rasio odds(OR) 4,28 (95% interval kepercayaan=1,48-12,41) dan p=0,007. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa gambaran EEG awal yang normal merupakan faktor prediktor positif terhadap terkontrolnya kejang pada pasien anak dengan epilepsi intractable.

Children with epilepsy might have short- and long-term complications if they progress into intractable epilepsy. Seizure remission in intractable epilepsy are sometimes not achieved even after administering second line anti-epileptic drugs (AED). To this day, there were no studies that evaluate the predicting factors of seizure control in children with intractable epilepsy. This research aimed to evaluate the clinical outcomes and predictors factor of seizure control in children with intractable epilepsy who received second line AED. This research is a case-control study with retrospective data. Sixty children with intractable epilepsy patients who had controlled seizure with second line AED for six months (case group) compared with sixty patients who had uncontrolled seizure (control group) with age-matched selection. There were four factors analyzed include type of seizure, frequency of seizure, gross motoric development, and initial electroencephalogram (EEG) feature. Initial EEG feature had significant result in bivariate and multivariate analysis with odd ratio (OR) 4,28 (95% confident interval 1,48-12,41) and p value 0,007. We can conclude that normal initial EEG feature is a positive predicting factor of seizure control in children with intractable epilepsy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Reza Fahlevi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara teacher efficacy dan perencanaan instruksional pada guru sekolah dasar negeri yang ada di Jakarta. Pengukuran teacher efficacy menggunakan alat ukur Teacher’s Sense of Efficacy Scale (TSES) (Tschanen-Moran, Hoy & Hoy, 1998), dan pengukuran perencanaan instruksional menggunakan alat ukur yang dibuat berdasarkan teori perencanaan dan persiapan dari Cole dan Chan (1986). Partisipan penelitian ini berjumlah 57 orang guru sekolah dasar negeri di Jakarta.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara teacher efficacy dengan perencanaan instruksional pada guru sekolah dasar negeri di Jakarta (r = 0.387; p = 0.003, signifikan pada los 0.01). Artinya, semakin tinggi teacher efficacy yang dimiliki seorang guru, maka semakin tinggi pula perencanaan instruksionalnya. Selain itu, hasil tambahan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan mean skor teacher efficacy dan perencanaan instruksional berdasarkan data demografis partisipan.

The purpose of this research is to investigate the correlation between teacher efficacy and instructional planning among elementary school teachers in Jakarta. Teacher efficacy was measured using Teacher’s Sense of Efficacy Scale (TSES) (Tschanen-Moran, Hoy & Hoy, 1998), and instructional planning was measured using an instrument that being constructed based on Cole and Chan’s planning and preparation theory (1986). The participants of this research are 57 elementary school teachers in Jakarta.
The main result of this research shown that there is a positively significant correlation between teacher efficacy and instructional planning among elementary teachers in Jakarta (r = 0.387; p = 0.003, signicant at the 0.01 level). It means, the higher teacher’s efficacy, the higher on their instructional planning. As an additional result, this research shown that there is no differences in mean score teacher efficacy and instructional planning based on participant’s demographic data.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S44599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septi Reza Fahlevi
"Penelitian mengenai kelimpahan zooxanthellae pada karang Fungia telah dilakukan di Pulau Karang Bongkok pada Oktober 2013. Penelitian bertujuan melihat pengaruh kedalaman dan parameter lingkungan di tiap kedalaman terhadap kelimpahan zooxanthellae pada Fungia. Penelitian dilakukan dengan mengambil fragmen karang berukuran 4,5-7,5 cm pada kedalaman 3-15 meter. Zooxanthellae dikeluarkan dari fragmen karang Fungia dengan cara dipanaskan pada suhu hingga 85o C selama sekitar 15 menit. Zooxanthellae kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10. Hasil penghitungan menunjukkan kelimpahan rata- rata zooxanthellae sebesar ± 129.414 sel/cm2 -- 525.403 sel/cm2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan zooxanthellae tidak mengalami kecenderungan naik ataupun turun seiring bertambahnya kedalaman. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh ukuran diameter karang Fungia dengan kelimpahan zooxanthellae. Berdasarkan hasil Analisis Komponen Utama (AKU), kelimpahan zooxanthellae tertinggi terdapat pada kedalaman yang dicirikan oleh parameter lingkungan DO dan salinitas.

The study abundance of zooxanthellae in Fungia corals was conducted in Karang Bongkok Island, October 2013. This study was aimed to determine the effect of an environmental factor difference at each depth in zooxanthellae's abundance in Fungia. Fragments Fungia with 4,5-7,5 cm length collected at 3-15 meters depth. Zooxanthellae expelled from the Fungia coral fragments by heating at temperatures up to 850C for about 15 minutes. Zooxanthellae were observed under a microscope with 10 x 10 magnification. The result obtained average abundance of zooxanthellae at 129.414 sel/cm2-525.403 sel/cm2. The results of this study indicated that the abundance of zooxanthellae did not experience the increase or decrease tendency with the increasing depth. The results also showed the influence of Fungia coral’s diameter to the abundance of zooxanthellae. Based on Parameter Component Analysis (PCA), the high number of zooxanthellae were found at depths which characterized by DO and salinity.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Fahlevi
"[Tacit knowledge merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perusahaan untuk terus bertahan dalam arus kompetisi yang terus meningkat. Namun sangat disayangkan belum banyak dari perusahaan yang mengerti mengenai peran penting dari tacit knowledge, bahkan untuk sekedar tau apa itu tacit knowledge. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dari tacit knowledge exchange pada lingkup perusahaan, khususnya yang terjadi diantara fungsi penjualan dan fungsi pemasaran. Responden dari penelitian ini adalah salespeople yang mewakili fungsi penjualan dan staff pemasaran yang mewakili fungsi pemasaran. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa top management support menjadi faktor yang paling signifikan dari tacit knowledge exchange.

Tacit knoweldege is transforming into something very important for company to survive in tough competition. But unfortunately just a few of companies does understand the important role of tacit knowledge, even to know what tacit knowledge is. This study aims to look at the effect of the role of tacit knowledge exchange in the scope of the company, especially those that occur between sales and marketing. Respondents of this study are salespeople who represent sales divison and marketing staff that represent marketing division. These results indicate that the top management support becomes the most significant factor of tacit knowledge exchange., Tacit knoweldege is transforming into something very important for company to survive in tough competition. But unfortunately just a few of companies does understand the important role of tacit knowledge, even to know what tacit knowledge is. This study aims to look at the effect of the role of tacit knowledge exchange in the scope of the company, especially those that occur between sales and marketing. Respondents of this study are salespeople who represent sales divison and marketing staff that represent marketing division. These results indicate that the top management support becomes the most significant factor of tacit knowledge exchange.]"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Fahlevi
"ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk memperdebatkan apakah film harus konform ke masyarakat atau tidak karena beberapa alasan bertentangan bahwa film harusnya bisa ditampilkan sesuai dengan apa yang sutradara inginkan daripada melalui proses sensor yang bisa mengurangi nilai dari film itu sendiri. Literature review digunakan sebagai metode penelitian ini, yang diambil dari Heider 1991 , Haryanto 2008 , Heeren 2012 , dan Bazin 2005 . Penelitian ini menemukan bahwa alasan film harus konform adalah: 1 Konformitas dalam sinema berarti bahwa citra film belum diakui sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia karena film berasal dari budaya luar, yang berarti masyarakat Indonesia takut budaya mereka akan tergantikan. 2 Hal yang mendorong pasar film di Indonesia berasal dari persepsi penonton umum. Persepsi mereka didukung oleh latar belakang budaya mereka sendiri, namun, satu hal yang membuat penonton memiliki pendapat sejenis adalah agama. 3 Menurut undang-undang, film harus mendidik bangsa. Namun, kata ldquo;mendidik rdquo; tidak pas jika tidak berasal dari sutradara, dan film juga tidak seharusnya mendidik kalangan muda tentang budaya barat karena itulah apa yang film luar negeri tekankan.

ABSTRACT
AbstractThis article aims to argue whether the cinema has to conform to the society or not; due to contradicting arguments that a movie should be screened as the director rsquo;s intended instead of sensored according to certain values. Literature review is used as the research method, analyzing arguments based on Heider 1991 , Haryanto 2008 , Heeren 2012 , and Bazin et.al. 2005 articles. This research found that the reason film has to conform is 1 because its origin from the foreign culture. Conformity means that the nature of the cinema hasn rsquo;t been approved completely from Indonesian people. Lembaga Sensor Film still thinks that a film is vulnerable to the western culture, in which, like colony, Indonesian fear it will have an invasive effect towards Indonesian society. 2 The mainstream audience perspective is the force that drive Indonesian film market. What motivates the audience rsquo;s perspective is based on their cultural background, but one aspect that overruled the difference is the religion. 3 The constitutional law that a film has to educate people. The term ldquo;educating rdquo; is not valid if it isn rsquo;t come from the director, that film should not teach young people about the western culture because it rsquo;s what foreign films are advertised."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Fahlevi
"Peti kemas berpendingin adalah salah satu moda transportasi untuk mengakut muatan yang membutuhkan pengaturan temperature, contohnya adalah mengangkut daging sapi segar. Sistem pendingin didalam peti kemas diperlukan untuk menjaga temperature daging sapi tersebut. Refrigeran yang ada di evaporator memiliki peran penting dalam menyerap kalor didalam peti kemas. Namun penggunaan refrigeran halocarbon dapat merusak ozon dan menyebabkan pemanasan global. Refrigeran natural dikembangkan untuk mengatasi dampak buruk penggunaan refrigeran halocarbon. Salah satu contoh refrigeran natural adalah MC-134 yaitu refrigeran hidrocarbon yang memiliki komponen utama propana dan iso-butana. Pada penelitian ini akan dilihat nilai koefisien perpindahan kalor dari MC-134 dan karakteristik yang mempengaruhinya. Dengan mengalirkan MC-134 di pipa yang memiliki diameter 0,5 mm dan pemberian kalor sepanjang 0,5 m diperoleh variasi nilai koefisien perpindahan kalor sebesar 678,42-5366,19 Watt/m2.oC. Nilai tersebut dipengaruhi oleh heat flux (149,3-7441,9 Watt/m2), mass flux (39-878,5 kg/m2.s), Kualitas uap (0,004-0,065), dan temperature saturasi (26,8-34 oC). Penelitian ini juga menunjukan peningkatan nilai heat flux akan meningkatkan nilai koefisien perpindahan kalor.

Refrigerated container is one of the modes transportations for carry something that requires temperature handling, for example is transporting fresh beef. The refrigeration system in the container is needed to maintain the temperature of the beef. Refrigerants in the evaporator have an important role in absorbing heat in the container. however, using halocarbon refrigerants can damage ozone and cause global warming. Natural refrigerant was developed to overcome the bad effects of using halocarbon refrigerants. n example of natural refrigerant is MC-134 which is a hydrocarbon refrigerant that has the main components of propane and iso-butane. This research will discuss the heat transfer coefficient value of MC-134 and the characteristics that influence it. By flowing MC-134 in a pipe that has a diameter of 0.5 mm and given heat of 0.5 m long, result the variation of heat transfer coefficient from 678,42-5366,19 Watt/m2.oC. This value is determined by heat flux (149,3-7441,9 Watt/m2), mass flux (39-878,5 kg/m2.s), quality of vapor (0,004-0,065), and saturation temperature (26,8-34 oC). This research also shows that increasing heat flux will increase the heat transfer coefficient value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Fahlevi
"Latar belakang: Diketahui sekitar 10-30% anak sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) mengalami varian patogenik (SNRS monogenik) dan kejadian ini lebih tinggi pada SNRS primer dibandingkan SNRS sekunder. Adanya varian patogenik yang terkonfirmasi dapat membantu memprediksi gejala klinis, berpengaruh terhadap terapi yang diberikan, memberikan informasi untuk konseling genetik, serta berpotensi untuk diagnosis antenatal atau pra-gejala. Di Indonesia, penelitian terkait pola mutasi genetik pada anak dengan SNRS primer masih sangat terbatas.
Tujuan: Mengetahui pola mutasi genetik pada anak dengan SNRS primer di RSCM.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi prevalens dan potong lintang untuk mendeteksi pola varian genetik subjek dengan SNRS primer dan mengetahui hubungannya dengan profil klinis subjek. Pemeriksaan genetik yang dilakukan adalah whole exome sequencing (WES).
Hasil: Dari 60 subjek, diperoleh 16 subjek yang merupakan SNRS dengan varian (26,7%) dan semuanya berusia <12 tahun, terbanyak di bawah 3 tahun (9 dari 16 subjek). Probable disease-causing variant terkait sindrom nefrotik yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pada gen LAMA5, COL4A4, COL4A3, TBC1D8B, dan TRPC6 dengan masing-masing 2 subjek, serta pada gen ANLN, FN1, NUP93, AVIL, INF2, CUBN, dan COQ8B/ADCK4 dengan masing-masing 1 subjek. Tidak didapatkan hubungan secara signifikan antara temuan varian dengan faktor demografi (usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan konsanguinitas), manifestasi klinis (respons terhadap siklosporin dan laju filtrasi glomerulus), dan hasil biopsi ginjal.
Kesimpulan: SNRS dengan varian ditemukan sebanyak 26,7% dari seluruh subjek dengan SNRS primer. Pola varian bersifat acak dan terbanyak ditemukan pada gen terkait sindrom Alport yaitu pada 4 dari 16 subjek. Pasien SNRS primer dengan usia <3 tahun terindikasi untuk dilakukan pemeriksaan genetik.

Background: Approximately 10-30% of children with steroid-resistant nephrotic syndrome (SRNS) have a pathogenic variant (monogenic SRNS) and this rate is higher in primary SRNS compared to secondary SRNS. The presence of confirmed pathogenic variants can help to predict clinical symptoms, affect the treatment, provide information for genetic counseling, and have the potential for antenatal or pre-symptomatic diagnosis. In Indonesia, research related to genetic mutation patterns in children with primary SRNS is still very limited.
Objective: To determine the genetic mutation patterns in pediatric subjects with primary SRNS.
Methods: This study used prevalence and cross-sectional study methods to detect the variant in primary SRNS subjects and determine its relationship with the clinical profile of the subjects. The genetic test performed was whole exome sequencing (WES).
Results: Out of 60 subjects, we found 16 subjects (26,7%) were SRNS with variants and all below 12 years-old, most were below 3 years-old (9 out of 16 subjects). Detected probable disease-causing variants related to nephrotic syndrome in this study were LAMA5, COL4A4, COL4A3, TBC1D8B, and TRPC6 genes each in 2 patients, and ANLN, FN1, NUP93, AVIL, INF2, CUBN, and COQ8B/ADCK4 genes each in 1 patient. No significant relationship was determined between variant finding and demographic factors (age, sex, family history, and consanguinity), clinical manifestations (response to cyclosporine and glomerular filtration rate), or kidney biopsy results.
Conclusion: We found 26,7% SRNS with variants in primary SRNS subjects. Variant patterns are scattered with most genes found were related to Alport syndrome in 4 out of 16 subjects. Primary SRNS patients below 3 years-old are indicated for genetic testing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library