Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rengganis
Abstrak :
Law Number 30 Year 1999 regarding Arbitration and Alternatif Disputes Resolution provides the annulment of arbitration award under article 70, stated that the parties may submit a request to annul an arbitration award, if it suspected contains false/forged documents or concealment of documents or the award was rendered as result of fraud committed by one of the parties to the dispute. The Elucidation of such article stated that the reasons for annulment referred to this article shall be evidenced by a court decision. However, there are still some inconsistencies, particularly related to the reasons used for annulment under Article 70 Law Number 30 Year 1999 in practice of annulment of arbitration award by the District Court and the Supreme Court. On one side, the Supreme Court stated that the annulment could only be done pursuant to Article 70. On the other hand, the Supreme Court that it is possible to annul an arbitration award on the basis other than mentioned in article 70 Law Number 30 Year 1999. Moreover, judiciary inconsistencies in such annulment occurred in the use of a court decision evidenced any false/forged documents or concealment of documents or fraud. In this case, Author found the District Court decision upheld by the Supreme Court has annulled an arbitration award based on Article 70 without any court decision. Such inconsistencies in court decisions regarding the annulment of arbitration award may result in legal uncertainty for the disputing parties.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur tentang pembatalan putusan arbitrase dalam Pasal 70 yang menyatakan bahwa para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan arbitrase tersebut diduga mengandung unsur-unsur pemalsuan surat/dokumen, atau ditemukan dokumen yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Dalam penjelasan pasal dimaksud disebutkan bahwa alasan-alasan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Namun demikian, praktek pembatalan putusan arbitrase oleh Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung masih mengalami ketidakseragaman dan inkonsistensi, khususnya berkaitan dengan penggunaan alasan-alasan pembatalan dalam Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999. Pada satu sisi, Mahkamah Agung RI. menyatakan menegaskan bahwa suatu pembatalan putusan arbitase hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam Pasal 70, namun di sisi lain Mahkamah Agung RI. menyatakan bahwa dimungkinkan untuk membatalkan putusan arbitrase dengan alasan diluar Pasal 70 dimaksud. Selain itu, inkonsistensi badan peradilan dalam pembatalan putusan arbitrase terjadi dalam penggunaan putusan pengadilan terlebih dahulu alasan-alasan adanya dokumen palsu atau penyembunyian dokumen atau tipu muslihat. Dalam hal ini Penulis menemukan putusan Pengadilan Negeri yang dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI. telah mengabulkan permohonan pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Pasal 70, meskipun tanpa disertai putusan pengadilan. Ketidakseragaman putusan-putusan pengadilan mengenai pembatalan putusan arbitrase tersebut dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi para pihak yang bersengketa.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28906
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rengganis
Abstrak :
Pembebasan bersyarat adalah salah satu upaya untuk mempersiapkan narapidana hidup mandiri di tengah masyarakat setelah bebas menjalani pidana. Pembebasan bersyarat diberikan kepada narapidana yang telah menjalani dua pertiga dari masa pidananya, dan dua pertiga masa pidana tersebut sekurang-kurangnya sembilan bulan. Narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat harus menjalani masa percobaan selama sisa masa pidananya ditambah satu tahun. Selama masa percobaan tersebut, narapidana tersebut harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus sesuai dengan ketentuan undang-undang. Untuk itu diperlukan suatu lembaga yang dapat melakukan pengawasan secara intensif. Salah satu pihak yang bertugas mengawasi terpenuhinya syarat-syarat tersebut adalah Balai Pemasyarakatan (Bapas). Bapas bertugas melakukan pengawasan terhadap syarat khusus, yakni hal-hal yang berkaitan dengan kelakuan narapidana selama menjalani masa percobaan. Oleh karena itu, pengawasan yang dilakukan Bapas selanjutnya disebut sebagai pembimbingan. Narapidana yang berada di bawah bimbingan Bapas disebut klien pemasyarakatan (klien). Pembimbingan terhadap klien dilakukan oleh petugas Bapas yang disebut pembimbing kemasyarakatan. Pada dasarnya, Bapas memegang peranan yang penting dalam membantu narapidana berintegrasi kembali dengan masyarakatnya. Namun sampai saat ini masih banyak pihak yang kurang memahami peran penting Bapas, sehingga dapat menjadi penghalang terwujudnya tujuan pembebasan bersyarat. Untuk itu, penulis melakukan penelitian mengenai bagaimana mekanisme pembimbingan yang dilakukan oleh Bapas Jakarta Selatan terhadap narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22361
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cetra Palupi Rengganis
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran profil persepsi risiko pada pekerja di PT. Terang Parts Indonesia dengan menggunakan paradigma psikometri. Penelitian dilakukan terhadap 216 responden pada bulan Mei - Juni 2016 menggunakan desain cross-sectional, data primer berupa kuesioner dengan menggunakan 8 parameter paradigma psikometri. Parameter yang digunakan pada penelitian adalah skala likert dengan nilai 1 (sangat tidak setuju) - 4 (sangat setuju). Nilai rata-rata masing-masing dari 8 dimensi paradigma psikometri akan memberikan gambaran profil tentang persepsi risiko pada pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi tingkat kebaruan risiko dipersepsikan pekerja sebagai parameter yang paling mempengaruhi persepsi pekerja, pekerja melihat perubahan proses yang terjadi akan mengakibatkan munculnya risiko baru yang belum diketahui. Dimensi penerimaan secara sukarela dipersepsikan oleh pekerja cenderung ke arah tidak sukarela, pekerja menyadari dan mengetahui risiko apa saja yang ada dapat mengancam kesehatan dan keselamatan akan tetapi pekerja melihat bahwa risiko tersebut merupakan bagian dari pekerjaan dilakukan. Pekerja dengan lokasi kerja yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda tentang pengendalian risiko dan kesegeraan dari suatu efek. Pekerja dengan fungsi kerja yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda tentang tingkat kebaruan risiko dan pengendalian risiko serta pengetahuan terhadap risiko (ilmu pengetahuan). Pekerja dengan perbedaan masa kerja memiliki persepsi yang berbeda tentang ketakutan terhadap risiko. Persepsi risiko adalah salah satu poin penting dalam membuat kebijakan perusahaan terkait keselamatan dan kesehatan kerja agar tercipta perilaku berbudaya K3, maka diperlukan komitmen manajemen terkait K3, pelatihan tentang pengenalan risiko serta pengawasan berkala terkait efektivitas sistem manajemen K3 umumnya dan pengendalian risiko secara khusus. ......The purpose of this research is to provide an overview of risk perception profile in PT Terang Parts Indonesia. Research conducted on 216 respondents in May to June 2016 using cross-sectional design. The primary data is obtained from 8 parameter of the psychometric paradigm questioner with the scale from 1 (strongly disagree) to 4 (strongly agree). The average value from each dimension will give the profile overview of the employee's risk perception. The newness of risk dimension was perceived by the employee as the most influential parameter of their working perception. The workers think that the change of process production will create a new unknown risk. The study result shows that the workers tend to not perceive the voluntariness of risk dimension as a non-voluntary process. The employee is aware of the risk of their work including all the things that endanger their health and safety and that are part of their job function. The workers, who have different working location, have the different perception about control of risk and immediacy of effect. The workers with different job function have different perception about newness of risk, control of risk, and knowledge of risk (science). The workers with different employment period have different perception of common dread. The risk perception of the worker is one of important influence to create the company policy about safety working environment, so that it can lead to safety culture inside the company. It needs commitments from the management in regard to OHS, training of the safety introduction, and also monitoring of the effectiveness of the OHS system in general, especially for controlling the risk.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Shinta Rengganis
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Nur Shinta RengganisProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Determinan Perilaku Cuci Tangan pada Anak Usia 9-14 Tahun diKecamatan Kroya Kabupaten Cilacap Tahun 2018Pembimbing : Dr. Dian Ayubi S.KM, M.QIHTemuan penyakit demam tifoid tertinggi di Jawa Tengah berasal dari tiga kabupaten,salah satunya adalah Kabupaten Cilacap. Peningkatan kasus demam tifoid terjadi selamatiga tahun berturut-turut di Puskesmas Kroya I. Salah satu perilaku penyebab penularanpenyakit demam tifoid adalah perilaku cuci tangan. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku cuci tangan di Kecamatan Kroya.Penelitian dilakukan di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap, menggunakan desain crosssectional dengan jumlah sampel sebanyak 136 anak usia 9-14 tahun. Data dikumpulkanmelalui wawancara dengan pedoman kuesioner yang telah diuji validitas danreliabilitasnya serta dianalisis menggunakan regresi logistik ganda melalui aplikasistastitik. Hasil penelitian menunjukkan 73,5 responden berperilaku cuci tangan kurangbenar. Hasil analisis menunjukkan pengetahuan, sikap, dan dukungan teman berhubungansecara signifikan dengan perilaku cuci tangan. Pengetahuan merupakan variabel dominandalam perilaku cuci tangan pada anak usia 9-14 tahun, responden dengan pengetahuantinggi berpeluang untuk berperilaku cuci tangan baik 11,86 kali dibandingkan respondendengan pengetahuan rendah. Puskesmas diharapkan memperkaya materi penyuluhankepada anak dan orangtua serta lebih memaksimalkan program dokter kecil sebagai peereducator anak.Kata Kunci: Perilaku Cuci Tangan, Anak, Pengetahuan
ABSTRACT
Name Nur Shinta RengganisStudy Program Public Health ScienceTitle Determinant of Handwashing Behavior among Children Aged 9 14years old in Subdistrict Kroya, Cilacap Regency, 2018Counsellor Dr. Dian Ayubi S.KM, M.QIHThe highest tifoid fever disease in Central Java came from three district, one of them isCilacap District. One of the typhoid fever transmission behaviors is hand washing. Theobjective of this study was to identify factors related to handwashing behavior in KroyaSubdistrict. The research was conducted in Kroya I rsquo s Health Center Cilacap Regency byusing cross sectional design with 136 samples from children aged 9 14 years old. Datawere collected through interviews with questionnaires that had been tested for validityand reliability then analyzed with multivariate logistic regression through stastisticapplication. The results showed 73.5 of respondents have not correct handwashingbehavior. The results show that knowledge, attitude, and friend supports relatedsignificantly with handwashing behavior. Knowledge is dominant variable onhandwashing behavior in children aged 9 14 years old, respondents with high knowledgehave a chance 11,86 times to have correct handwashing behavior compared torespondents with low knowledge. Health Center Care is expected to enrich the extensionmaterials to children and parents as well as to maximize peer educators program.Keyword Handwashing Behavior, Children, Knowledge
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Dewi Rengganis
Abstrak :
Teori tentang fraud menggambarkan faktor-faktor terjadinya tindak kecurangan. Di dalam teori fraud triangle, fraud diamond, dan fraud pentagon, seluruhnya mengandung elemen opportunity yang berarti kesempatan atau celah yang diakibatkan dari adanya kelemahan dalam sistem atau pengendalian pada suatu area, ditambah dengan kurang efektifnya fungsi pengawasan dari pihak yang berwenang (Arens et al., 2015). Fraud yang terjadi dapat berujung pada tindak pidana ekonomi yang salah satunya adalah korupsi. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2002, pencucian uang merupakan upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta yang diperoleh dari tindak pidana. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi dan implementasi yang memadai dari program Anti Pencucian Uang di suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyelenggaraan dan penerapan program Anti Pencucian Uang di Indonesia yang mencakup evaluasi terhadap: (1) tingkat efektivitas pengendalian TPPU, (2) tingkat kepatuhan Bank terhadap POJK Nomor 12 Tahun 2017, (3) kinerja OJK dan PPATK selaku Lembaga Pengawas Pengatur dan FIU, dan (4) mengetahui faktor penyebab tidak efektifnya penerapan Program Anti Pencucian Uang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan evaluasi. Data primer pada penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara kepada pihak regulator (OJK dan PPATK) dan pihak Bank yang diteliti, sedangkan data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari hasil analisis dokumen terkait. Dari hasil wawancara/permintaan keterangan dan analisis dokumen diketahui bahwa: (1) tingkat efektivitas pengendalian TPPU di Indonesia sudah baik, (2) tingkat kepatuhan Bank terhadap POJK terkait maupun program APU lainnya sudah baik, dan (3) kinerja OJK dan PPATK selaku regulator dan FIU juga sudah baik. Adapun permasalahan yang terdapat dalam penerapan program APU di Indonesia berdasarkan hasil penelitian adalah terkait identifikasi dan verifikasi Beneficiary Owner (BO) dan kelemahan dalam hal pemanfaatan sektor yang tidak teregulasi dengan baik. Walaupun penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, namun diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi Rezim APUPPT Nasional maupun bagi penelitian selanjutnya dengan tema sejenis ......The theory of fraud ddescribes the factors for the occurrence of fraud. In the theory of the fraud triangle, fraud diamond, and fraud pentagon, all contain elements of opportunity which means opportunities or gaps resulting from weaknesses in the system or controls in an area, coupled with the ineffective oversight function of the authorities (Arens et al., 2015). Fraudulent acts can lead to economic crimes such as corruption. According to Law Number 15 of 2002, money laundering is an attempt to hide or disguise assets obtained from criminal acts. Therefore, adequate regulation and implementation of the Anti-Money Laundering program is needed. This study aims to evaluate the implementation of the Anti-Money Laundering program in Indonesia which includes evaluation of: (1) the effectiveness level of ML control, (2) the level of Bank compliance with POJK Number 12 of 2017, (3) the performance of OJK and PPATK as Supervisory Institutions Regulators and FIU, and (4) to find out the factors causing the ineffective implementation of the Anti-Money Laundering Program in Indonesia. This study uses a qualitative research method with an evaluation approach. The primary data in this study were obtained from interviews with the regulators (OJK and PPATK) and the banks studied, while the secondary data in this study were obtained from the analysis of related documents. From the interviews and analysis of documents results, it is known that: (1) the level of effectiveness in controlling money laundering offenses in Indonesia is already good, (2) the level of Bank compliance with related POJK and other AML programs is good, and (3) the performance of OJK and PPATK as regulators and FIU is also good. Based on research results, the problems in the implementation of the AML programs in Indonesia are related to the identification and verification of the beneficiary owners (BO) and weaknesses in the utilization of sectors that are not properly regulated. Even though this research has some limitations, it is hoped that the results of this research can be useful for the National AML-CFT Regime as well as for further similar research
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iris Rengganis
Abstrak :
Pada pengobatan asma bronkial diperlukan penilaian derajat berat asma. Hal tersebut biasanya dilakukan dengan mengukur hiperreakfrfitas bronkus. Tetapi oleh karena sarana tersebut di rumah sakit tipe C belum tersedia, maka salah satu cara yang digunakan adalah menghitung jumlah eosinofil total darah tepi. Hal ini dilakukan atas dasar adanya hubungan antara eosinofil dan hiperreaktifitas bronkus. Arus Puncak Ekspirasi berhubungan dengan derajat berat asma. Oleh karena itu diteliti apakah eosinofil total darah tepi berhubungan dengan Arus Puncak Ekspirasi. Sebagai langkah pendahuluan dilakukan penelitian pada 60 penderita asma bronkial untuk melihat apakah eosinofil total darah tepi dapat menjadi tolok ukur derajat berat asma. Penelitian ini bersifat cross-sectional, dilakukan pada 30 penderita asma daiam serangan yang datang ke Instalasi Gawat Darurat Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo dan 30 penderita asma yang tidak dalam serangan yang berobat jalan ke Poliklinik Alergi-lmunologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, untuk melihat hubungan antara eosinofil total darah tepi dan Arus Puncak Ekspirasi. Pada kelompok penderita asma tidak dalam serangan dilakukan pengamatan selama empat minggu dan pada kelompok penderita asma dalam serangan hanya dilakukan satu kali pemeriksaan mengingat tingginya angka drop-out. Setiap penderita diperiksa eosinofil total darah tepi dan Arus Puncak Ekspirasi. Jumlah eosinofil pada penderita asma dalam serangan berkisar antara 290-382/pl (335,67+127,31) dan pada penderita asma tidak dalam serangan antara 162-182/pl (172,65+27,79). Nilai Arus Puncak Ekspirasi pada penderita asma dalam serangan berkisar antara 22-32% (27,35±13,18) dan pada penderita asma tidak dalam serangan antara 68-71% (69,73±4,52). Terdapat hubungan terbalik antara eosinofil total darah tepi dengan Arus Puncak Ekspirasi, tetapi korelasinya lemah (r=-0,53 , R2=0,28 dan p<0,001). Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meyakinkan hubungan eosinofil total darah tepi dengan Arus Puncak Ekspirasi pada asma bronkial dengan sampel yang lebih besar dan diikuti secara longitudinal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Padmara Rengganis
Abstrak :
ABSTRAK
Dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara, merek merupakan salah satu faktor yang penting yang dapat mempengaruhi kelancaran perdagangan tersebut, Di negara - negara berkembang, termasuk Indonesia, ada kecenderungan dari para usahawan dalam negeri untuk sengaja memalsukan merek - merek terkenal, biasanya merek luar,negeri, yang dibubuhkan pada barang - barang produksi dalam negeri dengan mutu rendah. Hal tersebut dilakukan karena beberapa faktor antara lain, pemalsuan merek dapat mendatangkan keuntungan yang jumlahnya jutaan rupiah, adanya sikap luar negeri minded pada sebagian besar masyarakat kita, mahalnya barang - barang produksi dalam negeri dengan mutu yang tidak begitu memadai, dan kurang berperannya Direktorat Paten Dan Hak Gipta dalam menyelenggarakan pendaftaran merek, Persaingan curang dalam bidang merek ini selain merugikan konsumen juga merugikan pemilik merek yang sah, Oleh karena itu pelakunya dapat dituntut berdasarkan pasal 10 UU No 21/1961, pasal I365 KUHPerdata, pasal 382. dan 393 KUHPidana.
Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Rengganis
Abstrak :
Berdasarkan pasal 21 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, hak imunitas arbiter diakui dalam hukum arbitrase di Indonesia. Hak imunitas yang diberikan terhadap arbiter tidak berlaku mutlak, namun relatif. Artinya, selama arbiter menjalankan fungsinya dalam proses arbitrase dengan baik dan benar, hukum menjamin ditegakannya hak imunitas ini. Akan tetapi jika dapat dibuktikan adanya itikad yang dimiliki oleh arbiter, maka arbiter tersebut bisa saja dikenai tuntutan hukum. Dalam skripsi ini, dibahas mengenai pembuktian perbuatan melawan hukum oleh arbiter. Pada dasarnya, pembuktian yang digunakan adalah hukum pembuktian dalam hukum acara perdata. Akan tetapi, terdapat keunikan karena fokus pembuktiannya adalah itikad tidak baik yang dimiliki oleh arbiter. Sebagai tinjauan, adalah kasus gugatan PT Pura Barutama atas Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan tiga arbiternya, yakni Fatimah Achyar, Priyatna Abdurrasyid dan Fred B.G. Tumbuan. Dalam putusan No. 146/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel, BANI beserta ketiga arbiternya terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang nyata dari adanya itikad tidak baik dalam memberikan putusan arbitrase. Hal mana telah merugikan penggugat.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Rengganis
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini menguji pengaruh e-service quality terhadap brand trust pada situs Tiket.com. Dimensi e-service quality yang digunakan adalah website usability, information quality, reliability, responsiveness, assurance, dan personalization. Dimensi brand trust yang digunakan adalah brand reliability dan brand intention. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data penelitian dikumpulkan melalui survei dengan kuesioner online yang dilakukan terhadap 100 pelanggan Tiket.com. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa E-Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan dan kuat terhadap Brand Trust. Di antara dimensi eservice quality yang digunakan, responsiveness merupakan dimensi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap variabel brand trust.
ABSTRACT
This study examines the effect of e-service quality towards brand trust on Tiket.com website. The dimensions used to measure e-service quality are website usability, information quality, reliability, responsiveness, assurance, and personalization. Brand trust was measured using brand reliability and brand intention. This research used a quantitative approach, in which data was collected by doing survey towards 100 customers of Tiket.com with online questionnaire. Multiple regressions were used to analyze the data. The result showed that eservice quality has a significant and strong effect towards brand trust and responsiveness proved as the dimension of e-service quality that gives the strongest effect towards brand trust variable.
2015
S61170
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Rengganis
Abstrak :
Serbuk inhalasi rifampisin-manitol (1:1) diketahui mampu meningkatkan kelarutan rifampisin dalam medium cairan paru dan penambahan L-leusin 30% b/b mampu memperbaiki sifat aerodinamis serbuk inhalasi rifampisin. L-leusin bersifat hidrofobik sehingga perlu diketahui konsentrasi optimalnya yang dapat menghasilkan serbuk dengan sifat aerodinamis terbaik tanpa menurunkan kelarutan rifampisin. Parameter produksi, seperti kecepatan penyemprotan dan tekanan gas atomisasi dapat mempengaruhi hasil dan karakter serbuk inhalasi yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula optimum serbuk inhalasi rifampisin dengan pembawa manitol (1:1) dan penambahan L-leusin menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Formula optimum diharapkan dapat menghasilkan serbuk inhalasi dengan rendemen di atas 70%, Fine Particle Fraction (FPF) di atas 50%, persentase serbuk teranalisis (Emitted Fraction/EF) di atas 50%, dan persentase rifampisin terdisolusi di atas 50%. Lima belas formula percobaan dirancang secara statistik menggunakan desain Box Behnken dengan memvariasikan tiga parameter, yaitu konsentrasi L-leusin, kecepatan penyemprotan, dan tekanan gas atomisasi. Serbuk diformulasikan menggunakan metode semprot kering lalu dikarakterisasi fisik dan kimianya. Serbuk inhalasi yang diperoleh dari 15 formula tersebut menghasilkan rendemen 49–73%, diameter aerodinamis pada rentang 0,07 ± 1,38 µm hingga 15,45 ± 1,37 µm, EF sebesar 38,95-50,8%, FPF sebesar 16,44-33,03%, dan persentase rifampisin terdisolusi sebesar 28,51-65,14%. Hasil optimasi menunjukkan bahwa konsentrasi L-leusin optimum adalah 30% b/b, kecepatan penyemprotan optimum sebesar 22,99% atau 6,14 mL/menit, dan tekanan gas atomisasi sebesar 35,36 mm. ......Rifampicin-mannitol inhalation powder (1:1) is known to increase the solubility of rifampicin in the lung fluid medium and the addition of 30% w/w L-leucine can improve the aerodynamic properties of rifampicin inhalation powder. L-leucine is hydrophobic, so it is necessary to know the optimal concentration that can produce powder with the best aerodynamic properties without reducing the solubility of rifampicin. Pump rate and atomizing gas pressure can affect the yield and character of the inhalation powder produced. This study aims to obtain the optimum rifampicin inhalation powder formula with mannitol carrier (1:1) and the addition of L-leucine using Response Surface Methodology. The optimum formula is expected to produce inhalation powders with yields above 70%, Fine Particle Fraction (FPF) above 50%, Emitted Fraction (EF) above 50%, and the percentage of dissolved rifampicin above 50%. Fifteen experimental formulas were statistically designed using the Behnken Box design by varying three parameters, such as L-leucine concentration, pump rate, and atomizing gas pressure. Powders were formulated using the spray dry method and then characterized physically and chemically. The inhalation powder obtained from these 15 formulas produced a yield of 49–73%, aerodynamic diameter in the range of 0,07 ± 1,38 µm to 15,45 ± 1,37 µm, EF is 38,95-50,8%, FPF is 16,44-33,03%, and the percentage of dissolved rifampicin is 28,51-65,14%. The optimization results showed the optimum L-leucine concentration is 30% w/w, pump rate is 22,99% or 6,14 mL/minute, and atomizing gas pressure is 35,36 mm.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>