Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Reisa Melisa Wijaya
"Asupan protein adalah salah satu faktor yang mungkin berperan dalam proses penyembuhan pasien Tuberkulosis. Studi ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara asupan protein dengan proses penyembuhan pasien tuberkolosis dalam dua bulan pertama pengobatan dengan menggunakan konversi sputum. Studi potong lintang ini dilakukan di Rumah Sakit Persahabatan pada 106 Tuberkulosis pasien (63 laki-laki dan 43 perempuan) dengan umur mulai dari 20-65 tahun yang mempunyai hasil positif pada uji sputum pada permulaan pengobatan. Data asupan protein dikumpulkan dengan wawancara langsung menggunakan kuisioner frekuensi makanan. Untuk mengevaluasi proses penyembuhan partisipan, data konversi sputum pada bulan kedua pengobatan diperoleh dari rekam medis partisipan. Regresi logistik digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara asupan protein dan proses penyembuhan partisipan. Data mengenai jenis kelamin, umur, dan berat badan juga dikumpulkan dari rekam medis. Pada studi ini, prevalensi partisipan laki-laki lebih tinggi, umur rata-rata adalah 37.45 tahun, 68.81% partisipan mempunyai sputum konversi, dan berat rata-rata adalah 54.45 kg. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dan proses penyembuhan pasien tuberkulosis (p>0.05), meskipun jenis kelamin, umur, dan berat badan telah diperhitungkan dalam analisa. Tidak ada hubungan antara asupan protein pada kelompok quartil pertama dibandingkan dengan kelompok quartil keempat menurut konversi sputum mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara asupan protein dengan proses penyembuhan tuberkulosis. Namun, studi selanjutnya diperlukan untuk menginvestigasi masalah ini.
Protein intake is a factor that might affect the recovery process of Tuberculosis patients. This study investigated the association between protein intake and recovery process of Tuberculosis patients within the first two months of treatment using sputum conversion. A cross-sectional study was done in Rumah Sakit Persahabatan (RSP) among 106 Tuberculosis patients (63 male and 43 females) with age from 20-65 years old who had positive sputum result test at the beginning of treatment. Data on protein intake was collected from direct interview using a food frequency questionnaire. The recovery result of participants was gotten from data on sputum conversion on the second month of treatment obtained from participant?s medical record. Logistic regression was used to assess the association between protein intake and recovery process of participants. Data on gender, age, and weight were also collected from medical record. In this study, male participants were more prevalence, average age was 37.45 years old, 68.81% participants has sputum converted, and average weight was 54.45 kg. There was no statistically significance association between protein intake and Tuberculosis patient recovery process (p>0.05), even after adjusted for gender, age, and weight. This study found that there was no difference between first quartile of protein intake (least protein intake) and forth quartile of protein intake (most protein intake) regarding their sputum conversion status. These findings suggested that there was no association between protein intake and Tuberculosis recovery process. However, further study is needed to investigate this problem."
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Reisa Melisa Wijaya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang dapat berkontribusi pada anemia ibu menyusui. Belum adanya prevalensi khusus anemia pada ibu menyusui menjadi masalah baru karena anemia pada ibu menyusui dapat memberikan dampak buruk kepada ibu dan bayinya. Selain itu, faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu menyusui belum diketahui secara menyeluruh. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan metode pengambilan sampel konsekutif yang melibatkan 74 subjek ibu menyusui berusia 20-35 tahun yang melahirkan 3-6 bulan terakhir. Lokasi penelitian berada di Puskesmas Grogol Petamburan dan Cilincing, Jakarta, Indonesia pada bulan Februari-April 2019. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data karakteristik dasar dan asupan zat gizi. Pemeriksaan antropometri (indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar lengan atas/LiLA) dan laboratorium (hemoglobin, serum feritin, dan serum
c-reactive protein) dilakukan. Uji t tidak berpasangan, uji Mann Whitney, dan uji Fisher exact digunakan untuk menganalisis hubungan faktor nutrisi dan non-nutrisi dengan anemia. Nilai P< 0,05 dianggap signifikan. Hasil penelitian didapatkan prevalensi anemia 8% dengan anemia defisiensi besi sebesar 3%. Dari faktor nutrisi didapatkan hubungan yang bermakna antara IMT (p=0,023) dan LiLA (p=0,017) dengan status anemia. Sedangkan tidak didapatkan hubungan antara faktor non nutrisi dengan anemia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa IMT dan LiLA yang lebih tinggi lebih tidak berisiko untuk terjadinya anemia pada ibu menyusui.
The study aimed to explore contributing factors of anemia in lactating mothers. No prevalence data of anemia in lactating mothers become a new problem because anemia can give bad impacts to both mothers and babies. Beside that, there is lack of knowledge about contributing factors of anemia in lactating mothers. This was a cross sectional study that used consecutive sampling method which recruited 74 subjects of lactating mothers aged 20-35 years old who gave delivery within the last 3-6 months in Grogol Petamburan and Cilincing Primary Health Care, Jakarta, Indonesia in February to April 2019. Interview was used to collect basic characteristic data and dietary intakes. Anthropometric measurement and laboratory examination (hemoglobin, ferritin serum, and c-reactive protein) were done. T-independent test, Mann Whitney test, and Fisher exact test were used to determine factors associated with anemia. P-value <0.05 was considered as significant. Results showed that the prevalence of anemia is 8% with 3% iron deficiency anemia. Significant correlations were found between BMI (p=0.023) and MUAC (p=0.017) with anemia status. In conclusion, those with higher BMI and MUAC are less likely to develop anemia in lactating mothers."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library