Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Saraswati
Abstrak :
Antigravitasi dari DKI Jakarta ke kota di sekitarnya, termasuk Depok terjadi sejak tahun 1980, sehingga di pusat kota jumlah penduduk menurun rata-rata --0,39 persen per tahun., sekalipun pertumbuhan seluruh wilayah DKI Jakarta masih 2,43 persen. Sebaliknya pertumbuhan penduduk Depok mencapai 6,30 persen. Pada tahun 1998 penduduk Depok berjumlah 903.934 jiwa, sementara penggunaan tanah kota (wilayah tutupan untuk permukiman, industri, perdagangan dan jasa) seluas 7.901 ha (39 persen dari luas kota). Pemerintah kota dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah memperkirakan bahwa tahun 2010, penggunaan tanah kota mencapai 73 persen, sedangkan 63 persen diantaranya untuk permukiman. Perluasan wilayah tutupan itu, selain tidak sesuai dengan harapan agar Depok menjadi wilayah resapan, diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan lokal maupun wilayah. Permukiman di Depok, khususnya yang dibangun pengembang sejak tahun 1979 terdiri atas perumnas, permukiman sederhana dan permukiman mewah. Dari hasil penelitian penduduk yang tinggal di permukiman perumnas maupun di permukiman sederhana, sama-sama melakukan perluasan bangunan rumahnya guna memenuhi kebutuhannya. Perluasan bangunan itu dimungkinkan karena adanya kelebihan tanah di masing-masing jenis permukiman itu. Permukiman perumnas kecil rata-rata pertambahan luas wilayah tutupannya sebesar 66 m2, di permukiman perumnas besar seluas 89,5 m2, sedangkan di permukiman sederhana kecil rata-rata 54,4 m2 dan di permukiman sederhana besar seluas 121,3 m2. Perbedaan pertambahan luas wilayah tutupan itu disebabkan oleh berbagai variabel antara lain variabel luas tanah asal, lama tinggal, jumlah orang yang tinggal di rumah itu serta jumlah anak dan komposisi anggota keluarga. Sedangkan variabel pengeluaran rumah tangga itu per bulan, tidak menjadi penentu untuk penduduk melakukan perluasan bangunan rumahnya.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Saraswati
Abstrak :
Pusat kegiatan, atau daerah pusat usaha di Kodya Depok terletak di Jalan Margonda, yang merupakan jalan masuk dan keluar Kotif menuju Jakarta dan Kabupaten Bogor. Sementara itu kegiatan Kampus Universitas Indonesia (UI) dan kampus universitas lain terletak di sebetah utaranya, yakni di Kelurahan Pondokcina. Kedua kegiatan itu bagaikan dua kutub pusat kegiatan, yang dapat mendorong berbagai kegiatan lain berkumpul (agglomeration) pada masing-masing wilayah itu. Gejala itu mengakibatkan terjadi perbedaan tingkat kemudahan bagi penduduk untuk mencapai pusat pelayan. Waktu tempuh yang dibutuhkan penduduk untuk mencapai fasilitas perbelanjaan menjadi pertimbangan mereka dalam menentukan tempat berbelanja, baik untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari maupun lainnya. Dari studi ini diperoleh empat kiasifikasi wilayah waktu tempuh yang dibutuhkan penduduk untuk mencapai daerah pusat usaha di Kotamadya Depok, yaitu antara lebih dari 10 menit, 10-15 menit, dan kurang dari 30 menit lebih dari 30 menit. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari atau pasar harian diperoleh tiga klasifikasi biaya angkutan yaitu kurang dari Rp.1.000,-, lebih dari Rp.500,- dan lebih dari Rp.2.000,﷓ Perbedaan waktu tempuh dan biaya angkutan akan mengakibatkan beban hidup penduduk dalam menjangkau fasilitas pelayanan berbeda pula dan akan sangat mungkin menjadi lebih berat bagi penduduk yang tinggal di bagian selatan dan barat daerah pusat usaha.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Saraswati
Abstrak :
ABSTRAK
Penataan ruang dapat diartikan sebagai struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak. Wujud struktural dan pola pemanfaatan ruanng yang diharapkan Pemerintah DKI Jakarta telah ditetapkan dalam RUTR DKI Jakarta 2005.

Dalam RUTR DKI Jakarta 2005 juga telah digariskan arah penyebaran kota yang intinya antara lain adalah mengharapkan pertumbuhan utama ke arah wilayah penyebaran (WP) Timur dan WP Barat.

Kajian mengenai arah perkembangan suatu wilayah di perkotaan menggunakan cara difusi man (spatial diffusion) terhadap perubahan penggunaan tanah, khususnya terhadap jenis penggunaan tanah permukiman dan industri.

Perubahan penggunaan tanah pada setiap tempat dapat berbeda tergantung faktor lokasi. sehubungan dengan itu, menarik untuk marimba menelaah bagaimana kualitas lingkungan di Kecamatan Cakung dan adakah perbedaan tata ruang kota pada wilayah yang berbeda kualitas lingkungannya? Bagaimana teknik pemanfaatan pemwilayahan kualitas lingkungan dalam penataan ruang ?

Penyusunan pemwilayahan kualitas Iingkungan itu akan dilakukan dengan menggunakan teknik overlay, terdiri dari kualitas lingkungan baik dan buruk. Kualitas lingkungan baik apabila sumber air minum bening dan tidak berbau, sedangkan kualitas lingkungan buruk apabila sumber air minum asin.

Kecamatan Cakung terdiri dari tujuh kelurahan. Pemenuhan kebutuhan akan air minum diperoleh dari ledeng yang hanya ada di Kelurahan Penggilingan, Pulo Gebang dan Cakung Timur, sedangkan kelurahan lain dari sumur dangkal dan ada yang terpaksa membeli air. Wilayah Cakung ini seolah-olah terbagi atas dua bagian yaitu utara Kali Ciliwung mempunyai kualitas air minum buruk (berasa asin) dan yang sebelah selatan mempunyai kualitas air minum baik.

Intensitas perubahan penggunaan tanah permukiman antara periode tahun 1972-1994 yang tertinggi terjadi pada periode tahun 1976-1986, begitu pula yang terjadi pada industri. Perubahan tersebut untuk permukiman rata-rata 60,70 hektar pertahun di wilayah berkualitas lingkungan baik (sumber air bening dan tidak berbau) sedangkan untuk industri rata-rata 28,8 hektar per tahun di wilayah yang sama.

Periode tahun 1990-1994, intensitas perubahan permukiman di wilayah yang mempunyai kualitas buruk (sumber air asin), justru meningkat hingga mencapai rata-rata 31,9 hektar per tahun. Intensitas perubahan penggunaan tanah industri justru sebaliknya, yaitu bertambah di wilayah yang mempunyai kualitas lingkungan baik yakni 16,2 hektar per tahun.

Penggunaan tanah permukiman bila dibandingkan dengan yang terdapat dalam RBWK maka hanya di Kelurahan Cakung Timur yang luasnya sudah melampaui yang telah ditetapkan dalam RBWK. Untuk penggunaan tanah industri hal demikian juga terjadi di Kelurahan Pulo Gebang dimana luas penggunaan tanah yang dicadangkan untuk industri dalam RBWK sudah telampaui.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Saraswati
Abstrak :
Pemerintah kota dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah memperkirakan bahwa tahun 2010, penggunaan tanah kota mencapai 73 persen, sedangkan 63 persen diantaranya untuk permukiman. Perluasan wilayah tutupan itu, selain tidak sesuai dengan harapan agar Depok menjadi wilayah resapan, diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan lokal maupun wilayah. Dari hasil penelitian, penduduk yang tinggal di permukiman perumnas maupun di permukiman sederhana, sama-sama melakukan perluasan bangunan rumahnya guna memenuhi kebutuhannya. Perluasan bangunan itu dimungkinkan karena adanya kelebihan tanah di masing-masing jenis permukiman itu. Perbedaan pertambahan luas wilayah tutupan itu disebabkan oleh berbagai variabel antara lain variabel luas tanah asal, lama tinggal, jumlah orang yang tinggal di rumah itu serta jumlah anak dan komposisi anggota keluarga. Sedangkan variabel pengeluaran rumah tangga itu per bulan, tidak menjadi penentu untuk penduduk melakukan perluasan bangunan rumahnya.
The Depok Land Use Planning predicts that in 2010, urban land use will be 73 percent, while 63 percent is for settlement. Depok is allocated for catchment area, so the expansion of paving area should be monitor. In this study, there were four types of settlement lower and middle type in perumnas and in middle type (perumnas kecil dan besar serta perumahan sederhana kecil dan besar). Average of paved area in the perumnas kecil was 66 m², in perumnas besar was 89.5 m². In perumahan sederhana kecil was 54.4 m² and in perumahan sederhana besar was 121.3 m². Land square meter and length of stay were the variables that infl uence the expansion of paved area. They did that because they have more space to expand their house, and now, there was no open space left.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Rahardjo; C. Bahaudin; Ratna Saraswati; J. Sukanta
Abstrak :
Kelangkaan sumber daya alam ketidak pedulian pada regenerasinya dapat menyebabkan penurunan pendapatan daerah. Upaya pengelolaannya agar dapat berkelanjutan dijelaskan dalam makalah ini dengan bantuan simulasi.
This paper uses simulation data to examine natural resources management and its advantage to the revenue at the district level.
Jurnal Geografi, (5) Januari 2003: 34-37;27167, 2003
JUGE-5-Jan2003-34
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library