Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafli Fadilah Achmad
"ABSTRAK
Pengujian undang-undang merupakan kewenangan yang paling dominan terjadi di Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi hingga empat belas tahun Mahkamah Konstitusi dibentuk belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai batas waktu penyelesaiannya. Tesis ini membahas sekaligus merumuskan urgensi batas waktu penyelesaian pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang disempurnakan dengan perbandingan lima negara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa telah terjadi standar ganda antara batas waktu pengujian undang-undang dengan sengketa yang lain dimana sengketa pembubaran partai politik, perselisihan hasil pemilihan umum dan impeachment memiliki batas waktu penyelesaian sedangkan pengujian undang-undang yang notabenenya adalah kewenangan dominan dari Mahkamah Konstitusi justru tidak memiliki batas waktu penyelesaiannya.Selain itu ketiadaan batas waktu penyelesaian juga terbukti menciptakan suatu kondisi yang dinamakan justice delayed is justice denied, dimana baik Pemohon, Masyarakat dan Mahkamah Agung tidak mengetahui kepastian waktu tentang putusan pengujian undang-undang akan memiliki kekuatan hukum tetap. Kasus korupsi mantan Hakim Konstitusi berinisial ldquo;PA rdquo; juga menjadi studi dalam penelitian ini yang membuktikan bahwa ketiadaan batas waktu menciptakan ruang negosiasi antara para pihak dan oknum pengadilan untuk melakukan tindakan koruptif. Maka dari itu perlu adanya upaya untuk merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan menambahkan tiga formulasi batas waktu penyelesaian pengujian undang-undang dalam suatu rumusan norma. Ketiga rumusan tersebut adalah batas waktu pengujian undang-undang yang bersifat kerugian potensial terhadap peristiwa konkret, batas waktu penyelesaian terhadap PERPU, dan batas waktu secara umum. Apabila Mahkamah Konstitusi memutus lebih dari waktu yang telah ditentukan maka terdapat konsekuensi hukum yang harus dilakukan berupa melakukan notifikasi dan penjelasan yang rasional kepada Pemohon dan Masyarakat

ABSTRACT
Judicial Review represents the most dominant authority at the Constitutional Court. However, it has been fourteen years since the establishment of the Constitutional Court and the regulation to specifically determine a definite deadline for case resolution has yet to be issued. This theses discusses and also formulate the urgency to establish case resolution deadline for judicial review at the Constitutional Court of the Republic of Indonesia. The research method applied utilizes normative research method improvised with comparative study from three countries. Research results revealed signs of double standards between the deadlines for judicial review with other judicial disputes, whereas political party dissolution dispute, general election results dispute and impeachment presented definite deadline for case resolution while judicial review which supposedly represents the domain jurisdiction of the Constitutional Court fails to submit any deadline for case resolution. In alternative, that the vacuum in such deadline has generated the condition known as rdquo justice delayed is justice denied rdquo , in which the Applicant, Public and the Supreme Court is shrouded concerning the definite deadline for the judicial review, to interpret any legal binding effect out of it. The corruption case of ldquo PA rdquo as former Constitutional Court was also investigated in this research as an evidence that the vacuum in the deadline has in turn created a negotiation room between parties and court officials to conduct corruptive actions. As such, the necessity to revised the Law on Constitutional Court is of paramount importance by adding three formula on deadline for case resolution within a normative framework. Those three formulations constitutes deadline in judicial review for laws with potential laws in nature to concrete events, deadline in judicial review to PERPU, and general deadline. In the event that the Constitutional Court issued a decision for such case beyond the agreed deadline, then such act will trigger mandatory legal consequences comprised of issuing notification and rational reasoning to the Applicant and Public at large. "
Lengkap +
2018
T50182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Fadilah Achmad
"Partai Politik merupakan bagian penting dalam tatanan negara demokrasi karena merupakan manifestasi dari kebebasan berserikat yang telah mendapatkan jaminan dalam konstitusi. Akan tetapi tidak jarang partai politik dalam melaksanakan aktivitasnya keluar dari koridor yang telah diatur, sehingga cara terakhir yang harus ditempuh adalah dengan membubarkan partai politik. Skripsi ini membahas sekaligus mengkritisi legal standing permohonan pembubaran partai politik di Mahkamah Konstitusi yang hanya diberikan kepada pemerintah saja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang disempurnakan dengan pendekatan sejarah, pendekatan kasus dan perbandingan dengan dua negara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa legal standing yang hanya diberikan kepada pemerintah tidak sesuai dengan aspek ilmiah dan kebutuhan ketatanegaraan Indonesia saat ini. Dimana mulai dari teori kedaulatan rakyat, teori negara hukum, dan beberapa pendekatan empiris diketahui bahwa pemberian legal standing yang hanya diberikan kepada pemerintah terbukti menuai banyak masalah. Maka dari itu perlu adanya upaya merevitalisasi masalah ini dengan merevisi Pasal 68 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan cara memberikan legal standing kepada Warga Negara dan Kelompok Masyarakat juga.

Political parties are an essential part in the democratic state order because it is a manifestation of freedom of association thatis guaranteed in the constitution. But it is not an uncommon thing for political parties to be carrying its’ activities out of the corridor that has been set, so that the last way to be taken is to dissolve them. This thesis discusses the legal standing of the petition and at the same time criticized the dissolution of political parties in the Constitutional Court that is only given to the government alone. The method used is normative research methods, enhanced with historical approach, case approach and comparison with two different countries. These results indicate that the legal standing which is only given to the government is not in accordance with the scientific aspects and the needs of Indonesian state structure at this time. The sovereignty of the people, the theory of state law, and some empirical approach that are known to grant the legal standing to be only given to the government proved to reap a lot of problems. Thus the need for efforts to revitalize this problem by revising Article 68 of the Law on the Constitutional Court by giving legal standing to citizen and community groups as well."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S62740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library