"Masa remaja adalah tahap perkembangan penting yang melibatkan perubahan besar pada aspek fisik, psikologis, dan sosial. Remaja sering menghadapi tekanan tinggi dari tuntutan sekolah, keluarga, dan teman-teman, sehingga mereka rentan terhadap stres psikologis. Stres yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan masalah kesehatan mental. Individu tidak pasif ketika mengalami stres, akan tetapi mencoba untuk mengatasi kondisi tersebut dengan melakukan perilaku
coping. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku
coping adaptif pada remaja di DKI Jakarta beserta determinannya. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan desain
cross-sectional pada 314 remaja yang dipilih dengan
cluster sampling dari wilayah administrasi di DKI Jakarta. Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner secara mandiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku
coping adaptif pada remaja cenderung baik dengan nilai rata-rata 1,95 (skala 0-3). Perilaku
coping adaptif yang paling banyak digunakan yaitu
active coping dan
positive reframe, sedangkan yang paling jarang digunakan yaitu
emotional support dan
venting. School connectedness, literasi kesehatan mental, dan ketahanan keluarga memiliki hubungan dengan school connectedness (p<0,001). Penelitian ini juga menemukan
school connectedness merupakan faktor paling dominan untuk membangun perilaku
coping adaptif pada remaja (p=<0,001; êµ= 0,022). Penguatan
school connectedness, literasi kesehatan jiwa dan ketahanan keluarga perlu dilakukan untuk mendorong perilaku
coping yang lebih adaptif pada remaja.
Adolescence is a critical developmental stage involving significant changes in physical, psychological, and social aspects. Teenagers often face high pressure from school, family, and friends, making them vulnerable to psychological stress. Poorly managed stress can lead to mental health problems. Individuals are not passive when experiencing stress; they try to cope with the condition through coping behaviors. This study aims to analyze adaptive coping behaviors in adolescents in DKI Jakarta and their determinants. The research uses a quantitative method with a cross-sectional design involving 314 adolescents selected through cluster sampling from administrative areas in DKI Jakarta. Data were collected through self-administered questionnaires. The results show that adaptive coping behaviors in adolescents tend to be good, with an average score of 1.95 (scale 0-3). The most frequently used adaptive coping behaviors are active coping and positive reframing, while the least used are emotional support and venting. School connectedness, mental health literacy, and family resilience are associated with school connectedness (p<0.001). The study also found that school connectedness is the most dominant factor in building adaptive coping behaviors in adolescents (p=<0.001; êµ= 0.022). Strengthening school connectedness, mental health literacy, and family resilience needs to be done to encourage more adaptive coping behaviors in adolescents."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024