Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Priyatno
Abstrak :
Di era reformasi, demokrasi, transparansi, dan globalisasi serta untuk mendukung amanat undang-undang perpajakan dengan sistem pemungutan pajak berdasarkan sistem self assessment. Organisasi Kantor Pelayanan Pajak dituntut efektif yang responsif terhadap lingkungan, akuntabel, dapat merefleksikan dan mentransformasikan amanat undang-undang, azas-azas perpajakan dan tuntutan reformasi_ demokrasi, transparansi dan globalisasi tersebut. Untuk memenuhi tuntutan ini, organisasi Kantor Petayanan Pajak pada posisi yang sangat sulit, dilematis, dan paradoks kompleks, di satu pihak hams melakukan intesitikasi di pihak Iain tidak boleh menggangu kegiatan usaha, investasi dan perekonomian, di satu pihak harus melakukan ekstensitikasi di lain pihak pegawai pajak harus menghindarkan kontak Iangsung dengan wajib pajak dikawatirkan penyalahgunaan wewenang, di satu pihak kantor pajak tidak boleh menekankan kepada pemerikasaan di pihak lain masih banyak wajib pajak yang melakukan penyelundupan pajak. Dari hasil analisis dan kajian, KPP Jakarta Cengkareng dalam melaksanakan tugasnya kurang efektif, hal ini teriihat masih banyak jumlah wajib pajak yang tidak melapor, terlambat dalam menyampaikan SPT, menunggak pembayaran, tidak mencapai target, wajib pajak kurang puas terhadap pelayanan sehingga mengajukan keberatan yang hasil keputusannya sebagain besar dikabulkan, wajib pajak kurang mendapatkan penyuluhan dan kesutitan dalam mendapatkan informasi perpajakan. Untuk menganalisis efektivitas organaisasi KPP Jakarta Cengkareng. Penelitian menggunakan kerangka kerja 7'S yang dirumuskan oleh McKinsey, yang mencakup structure, strategy, systems, stafli skilfs, style, dan shared values. Untuk meningkatkan efektivitas organaisasi KPP Jakarta Cengkareng, ada beberapa faktor yang harus segera dibenahi dan perlu ditingkatkan terutama adalah sumber daya manusia baik kuantitas maupun kualitasnya, harus ada seorang administrator untuk membantu mengkoordinasikan dan menggerakan serta mengerahkan semua elemen-elemen, harus ada seorang profesional dalam pengelolaan dokumentasi, harus segera membuat sisdur dan urjab sebagai pedoman kena para pegawai, serta melaksanakan tertib administrasi dan dokumentasi, strategi penyuluhan perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya, meningkatkan sistem pelayanan terpadu dengan membuat prosedur yang jelas, sederhana dan cepat sehingga wajib pajak puas. Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka akan menimbulkan kesadaran yang tinggi bagi masyarakat banwa pajak bukan Iagi merupakan beban, tetapi merupakan kewajiban, sehingga penerimaan pajak akan meningkat tanpa membuat resah tetapi masyarakat puas.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyatno
Abstrak :
Krisis moneter terjadi pada pertengahan tahun 1997, mengakibatkan kesulitan secara khusus di bidang perekonomian, sehingga banyak pengusaha yang harus mendapatkan tambahan dana untuk membiayai usahanya melalui kredit perbankan (perjanjian utang-piutang), dengan jaminan berupa tanah dan bangunan. Terhadap jaminan tersebut, harus dibebani dengan hak tanggungan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996, dengan akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembebanan barang jaminan utang dengan hak tanggungan dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat penyelesaian utang-piutang, serta menjamin kepastian pengembalian utang, karena undangundang memberikan hak kepada kreditur untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum, jika terjadi debitur cidera janji (wanprestasi). Tujuan penjualan obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum, karena akan diperoleh penyelesaian utang-piutang yang dianggap dapat memenuhi rasa keadilan. Dianggap adil, karena penjualan barang agunan dilaksanakan dengan cara terbuka, efisien (tidak berbelit-belit dan cepat) dengan harga yang wajar. Akan tetapi, didalam praktek sehari-hari masih ada debitur yang telah cidera janji dan tidak dapat membayar utangnya, menggugat PUPN/KP2LN melalui Pengadilan Negeri, dengan dasar lelang barang jaminan utang tidak sah dan debitur juga tidak bersedia mengosongkan barang jaminan yang sudah dilelang. Sebagai contoh konkrit adalah Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor: 99/PDT.G/2003/PN. TNG. tanggal 13 Januari 2004, padahal pelaksanaan lelang barang jaminan telah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Seharusnya debitur menyadari, bahwa perjanjian utang piutang yang diikuti dengan penyerahan barang berupa tanah dan bangunan sebagai jaminan utang, yang dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996, mempunyai konsekuensi. Karena kreditur pemegang Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri mempunyai hak untuk menjual tanah dan bangunan tersebut, melalui pelelangan umum untuk melunasi utang debitur jika debitur cidera janji (wanprestasi). Pelaksanaan lelang yang telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, adalah sah. Analisa kasus dilakukan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor: 99/PDT.G/2003/PN. TNG. Pengumpulan data diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan lapangan.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyatno
Abstrak :
Sektor industri peralatan dan mesin-mesin saat ini sedang mengalami perkembangan yang pesat sehingga mutlak diperlukan bahan-bahan dengan, sifat mekanis yang tepat antara lain, nilai kekerasan. Kekerasan, dapat ditentukan dengan melakukan, pengujian, di laboratorium. Sebelum, dilakukan. pengujian maka mesin uji harus dikalibrasi terlebih dahulu supaya mesin uji dalam keadaan, standar sehingga dapat diperoleh hasil pengujian kekerasan dengan ketelitian yang tinggi. Hardness Block dapat digunakan sebagai kalibrasi terhadap mesin, uji kekerasan dengan cara verifikasi tak langsung. Hardness Block yang sekarang banyak digunakan di Indonesia masih diimpor dari luar negeri sehingga perlu dilakukan peaelitian pembuatan Hardness Block supaya dapat diproduksi di dalam, negeri. Baja perkakas DF-2 (EQ. AISI 01) dengan perlakuan sub-zero yang dilanjutkan dengan proses temper untuk mendapatkan, kestabilan. kekerasan dan dimensi dengan, kekerasan tententu dapat digunakan, sebagai material untuk pembuatan Hardness Block. Supaya Hardness Block yang dibuat dapat digunakan secara luas serta dalam kaitannya dengan proses pengendalian mutu material dan produk, maka harus ada akreditasi dari laboratorium kalibrasi dan laboratorium penguji yang tergabung dalam Jaringan Nasional Laboratoriam Penguji. Cara untuk mendapatkan, akreditasi tersebut adalah, dengan melakukan pengujian kekerasan dengan, metode uji profisiensi.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41961
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwidja Priyatno
Abstrak :
Latar Belakang Penelitian Pada saat ini kita sudah memasuki Pelita kelima yang merupakan tahap akhir dari pembangunan jangka panjang 25 tahun pertama. Pada akhir Pelita kelima harus tercipta landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang terus sehingga dalam Pelita keenam pembangunan di Indonesia dapat memasuki proses tinggal landas, untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri menuju terwujudnya masyarakat adil dan makinur berdasarkan Pancasila. Sejak dicanangkannya pembangunan hukum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), pembangunan hukum di Indonesia pada hakekatnya menuntut adanya perubahan sikap mental sedemikian rupa dan menghendaki agar hukum tidak lagi hanya dipandang sebagai perangkat norma semata-mata melainkan hukum dipandang juga sebagai sarana untuk merubah masyarakat. Hukum tidak lagi berkembang dengan mengikuti masyarakat, melainkan hukum harus dapat memberikan arah kepada masyarakat sesuai dengan tahap-tahap pembangunan yang dilaksanakan. Pembangunan hukum mengandung makna ganda pertama, ia bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaharui hukum positif sendiri sehingga sesuai dengan kebutuhan untuk melayani masyarakat pada tingkat perkembangannya yang mutakhir, suatu pengertian yang biasanya disebut sebagai modernisasi hukum. Kedua, ia bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk memfungsionalkan hukum dalam masa pembangunan, yaitu dengan cara turut mengadakan perubahan-perubahan sosial sebagaimana dibutuhkan oleh suatu masyarakat yang sedang membangun. Selanjutnya dalam GBHN, berdasarkan Ketetapan MPR No. II/MPR/1988, mengenai sasaran pembangunan di bidang hukum antara lain digariskan bahwa :
"Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan kebenaran dan ketertiban dalam Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakkan, pelayanan dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional. Selanjutnya dalam GBHN, ditegaskan bahwa
"Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kodifikasi dan unifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat". Pelita kelima (1989-1994) sama dengan Pelita-pelita sebelumnya akan memberikan prioritas pada pembangunan ekonomi negara kita dengan titik berat pada sektor pertanian dan sektor industri. Namun dengan ditambahkan sekarang, bahwa prioritas di atas ditujukan kepada "mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang antara Industri dan pertanian baik dari segi nilai tambah maupun dari segi penyerapan tenaga kerja "(GBHN,1988). Kalimat terakhir ini tidak terdapat dalam rumusan-rumusan GBHN yang lalu. Penambahan yang lain adalah bahwa dalam sektor industri diberikan penekanan pada : "Industri yang menghasilkan untuk ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri".
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Priyatno
Abstrak :
ABSTRAK
Ikan tongkol lisong (Auxis rochei, Risso 1810) dari penelitian ini adalah salah satu ikan pelagis suku Scombridae. Penelitian dilakukan terhadap ikan ini yang tertangkap di wilayah perairan neritik Teluk Palabuhanratu. Kisaran panjang total ikan tongkol lisong antara 12,3 cm sampai dengan 28,5 cm dan cenderung menyebar normal dengan modus panjang pada ukuran antara 13,5; 19,5; 21,5; dan 23,5 cm. Hubungan panjang-berat ikan tongkol lisong bersifat isometric dengan koefisien determinasi sebesar 0,880. Tongkol lisong memiliki panjang infiniti 29,93 cm, koefisien pertumbuhan 0,69 per tahun, dan umur teoritis -0,23381. Nilai laju mortalitas total 3,08 per tahun, mortalitas alami 1,12 per tahun, mortalitas penangkapan 1,68 per tahun dan laju eksploitasi 0,64 per tahun.
ABSTRACT
Bullet tuna (Auxis rochei, Risso 1810) is one of the pelagic fish of Scombridae. The study is on this scienc of fish tribe in the neritic territorial waters of the Gulf of Palabuhanratu. The range of total length of bullet tuna are between 12.3 cm to 28.5 cm and tend to spread to normal with long mode in size between 13.5; 19.5; 21.5; and 23.5 cm. Length-weight relationship this bullet tuna and determination coefficient is 0.880. This bullet tuna has infinity length of 29,93 cm, coefficient of 0.69 per year growth, and theoretical age -0.23381. The value of the total mortality rate is 3.08 per year, the natural mortality is 1.12 per year, the fishing mortality of 1.68 per year and the rate of exploitation of 0.64 per year.
Universitas Indonesia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2014
T43344
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Makhdum Priyatno
Abstrak :
Perubahan besar hasil reformasi belum diimbangi dengan perubahan dalam birokrasi. Birokrasi masih berpola seperti sebelum reformasi.Perkembangan cepat di luar birokrasi mencemaskan birokrasi, karena akan terjadi kooptasi birokrasi oleh politik untuk kepentingan jangka pendeknya, sementara birokrasi hanya dapat menunggu dan tidak dapat berbuat apa-apa, dan sebaliknya. Topik ini menjadi penting untuk dijadikan fokus penelitian disertasi karena meritokrasi sebagai alternatif pemecahan masalah, setelah rekonseptualisasinya dalam penempatan pejabat di NKRI, dapat befugsi sebagai katalisator bagi interaksi demokrasi dan birokrasi. Masalah penelitian level makro adalah bagaimana menghasilkan rekonsptualisasi regulasi meritokrasi dalam penempatan pejabat; level meso-1 mengenai tata kelola hubungan kerja antar Paguyuban PAN dan antara Paguyuban PAN dengan Kemendagri dan kementerian teknis lainnya; level meso-2 tentang rekonsptualisasi sistem diklat berbasis kompetenensi; dan level mikro mengenai rekonsptualisasi peran lembaga yang berwenang dalam pelaksanaan pencarian, penemuan dan penempatan pejabat yang kompeten dalam penyelengaraan pemerintahan. Disertasi ini menggunakan Soft Systems Methodology (SSM)-Based Action Research untuk memperbaiki permasalahan di atas, menyempurnakan dan meningkatkannya sehingga rekonseptualisasi meritokrasi dalam penempatan pejabat untuk birokrasi yang lebih baik dapat dilakukan dengan efektif, efisien, dan sistemik. Tujuh tahap SSM adalah sebuah keniscayaan. SSM dipilih karena memenuhi kriteria yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam dunia nyata birokrasi. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pada level makro, meritokrasi bertumpu pada keberadaan undang-undang mengenai kepegawaian. Pada level meso-1, kordinasi belum diperankan secara stratejik dan pada level meso-2 sistem pendidikan dan pelatihan aparatur berbasis kompetensi belum dapat diwujudkan. Pada level mikro, proses pencarian, penemuan dan penempatan pejabat dalam dilakukan Baperjakat. Namun peran kepala daerah lebih menentukan. Rekomendasi level makro adalah pengesahan segera RUU ASN, meso-1 kordinasi intensif, meso-2 perubahan orientasi diklat berbasis kompetensi, level mikro adalah bahwa pencarian, penemuan, dan penempatan pejabat di daerah tidak dilakukan oleh Baperjakat melainkan oleh lembaga independen dan profesional.
Great change took place in several walk of lives as consequences of reforms in 1998 unfortunately were not followed by the bureaucracy. Changes that created new environment in politics, government, policy making, institutions, service delivery and others, in contrast, within bureaucracy are still absent. It still operates in an oldfashioned version as it used to be. The rapid development of its environment made it needs to reforms itself to anticipate the consequences of the growing democracy in the country. This background revealed the research question in the field of regulation in macro level, coordination in meso level as well as competency-based training, and in the micro level is the possibility of utilising independent body in placing officers, the activity used to be done by Baperjakat. This dissertation uses SSM-Based Action Research in order to improve, fix, and perfect the situation considered problematic in the real world. For that purpose, 7 standard steps of SSM used and followed. The research category chosen is following McKay and Marshal, that is research interest as well as problem solving interest. Conceptualisation of meritocracy in each institutional level shows that potentiality of its application is relatively high, opposite with basic regulation in place, the law on personnel management. Such development accommodated already in the draft new law on State Civil Apparatus. The conclusion of the research shows that at the macro level, the application of the meritocracy in the placement of the officers relay heavily on the availability of the regulations on personnel. In the meso-1 level, coordination is not yet played in a strategic manner among the Menpan office and its affiliation institution, with ministry oh Home Affairs as well as technical ministries. In the meso-2 level, competency-based training is not in place yet. At the micro level, the process of recruitment, finding, and placement indeed done by Baperjakat. However, the head of the region plays more important decision than the functional body. This dissertation recommends at the macro level that the enaction of the law on State Civil Apparatus is a must and need to be perpetuated, at the meso-1 level intensive coordination is the key to develop meritocracy principles, meso-2 level the changing in the training orientation fo the competency-based is a must, and at the micro level the role Baperjakat should be replaced by the independent and professional body. Another important recommendation is that affirmative meritocracy as a derivation from affirmative actions relay heavily on the availability of affirmative policy in the form of law on State Civil Apparatus.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D1506
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwidja Priyatno
Abstrak :
Legislative policy on corporate criminal liability system in Indonesia.
Bandung: UTOMO, 2004
345 DWI k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwidja Priyatno
Bandung: Refika Aditama, 2006
345 DWI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwidja Priyatno
Bandung: Refika Aditama, 2006
345 DWI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ujianto Singgih Priyatno
Jakarta: Setjen DPR RI, 2013
362.5 UJI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library