Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurainy
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai proses administrasi retribusi pasar yang terdiri dari identifikasi, penetapan/ penilaian, dan pemungutan. Identifikasi subjek dan objek retribusi pasar dilakukan melalui terjun lapangan. Penetapan retribusi pasar berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2005. Observasi dilakukan ke Pasar Kranji Baru dan Pasar Bintara untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemungutan retribusi pasar. Dalam melakukan proses administrasi tersebut ditemukan beberapa permasalahan yang menghambat tercapainya tujuan. Permasalahan tersebut berasal dari internal Dinas Perekonomian Rakyat dan eksternal seperti pelanggaran oleh pedagang serta bencana alam. Penelitian ini merupakan penelitian positivis dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif. Teori yang digunakan adalah teori administrasi pendapatan daerah oleh James Mcmaster dan Nick Devas. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu dalam melakukan proses administrasi retribusi pasar masih tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Setelah penelitian selesai dilakukan, menghasilkan rekomendasi kepada pengelola pasar untuk dapat menegakkan hukum bagi para pelanggar baik itu dari petugas maupun kepada para pedagang. ......This thesis discusses about the market charges administrative process which consists of the identification, assessment, and collection. The administrators have identified subject and object of market charges through field research. The assesment of market charges is based on local regulation number 08, 2005. Observations carried out to Kranji Baru market and Bintara market to know how the collection of market charges. In conducting the administrative process was found several problems that hinder the achievement of goals. The problems come from an internal of Department of Citizen?s Economy and an external such as violations by the merchants as well as natural disaster. This study is a positivist research by using descriptive research type. The theory used is the theory of local revenue administration by James McMaster and Nick Devas. The result from this research is in the process of administration is still not in accordance with the regulations. After research is completed, resulting in a recommendation to the market administrator to be able to enforce the law for offenders both of officers and to the merchants.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lesti Nurainy
Abstrak :
Untuk menerapkan paradigma baru pelayanan kesehatan dalam era globalisasi yang akan datang, Bidang Kimia Kesehatan Balai Laboratorium Kesehatan Palembang diharapkan memiliki daya saing tinggi dan swadana. Namun, Bidang Kimia Kesehatan masih belum terakreditasi sementara jumlah pemeriksaan laboratorium yang ditargetkan masih rendah. Dalam rangka meningkatkan kinerja Bidang Kimia Kesehatan, telah dirumuskan perencanaan strategis dengan melakukan penelitian operasional. Penelitian opeasional ini dilaksanakan menggunakan model pemecahan masalah yang terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap masukan (input stage), tahap penyesuaian (matching stage) dan tahap keputusan (decision stage). Dalam tahap pertama, data tentang faktor-faktor internal sebagai kunci sukses dikumpulkan dari 12 orang staf Kimia Kesehatan dengan wawancara mendalam dan CDM, sedangkan data tentang faktor-faktor eksternal dikumpulkan dengan observasi dan wawancara mendalam. Dengan menggunakan matriks SWOT dan IE, dalam tahap kedua semua data yang terkumpul dianalisis untuk menetukan posisi organisasi, tujuan jangka panjang, beberapa strategi yang mungkin untuk mencapai tujuan serta strategi-strategi alternatifnya yang cocok. Akhirnya, matriks QSPM digunakan dalam tahap ketiga untuk menyusun prioritas strategis yang paling cocok dalam mengembangkan Bidang Kimia Kesehatan. Matriks-matriks yang telah dibuat menunjukkan bahwa Bidang Kimia Kesehatan berada dlam posisi tumbuh dan membangun (grow and build). Oleh karena itu, strategi yang cocok untuk posisi ini adalah strategi integratif dan strategi integratif horizontal. Selanjutnya, berdasarkan matriks SWOT dirumuskan 12 strategi integratif dan 3 strategi horizontal Akhirnya, dari semua strategi yang telah dirumuskan pembentukan tim pemasaran merupakan prioritas utama. ......Stragegic Planning for the Develompent of Health Chemistry Unit of the Palembang Health Laboratory 2001-2003To implement new paradigm in health services in the coming globalisation era, Health Chemistry Unit of the Palembang Health Laboratory is expected to be high competitive and self financed. However, the Unit has not been accredited while the achievement of targeted laboratory' tests is still very low. In order to improve the Unit performance, a strategic planning has been formulated by conducting an operational research. The operational research was carried out using problem solving model which were divided into input stage, matching stage, and decision stage. In the first stage data on internal factors as success keys of the Health Chemistry Unit organisation were collected from 12 staffs of Health Chemistry by in-depth interview and CDM, whereas data on external factors were collected by in-depth interview and observations. Using SWOT and IE matrices, in the second stage all coIIected data were analysed to determine the position of the organisation, its long-term objectives, possible strategies to achieve the objectives as well as appropriate alternative strategies. Finally, QSPM matrix was used in the third stage to prioritise the most appropriate strategies for the development of Health Chemistry laboratory unit. The constructed matrices show that the Health Chemistry Unit is in grow and build position. Therefore, the suitable strategies for this position are integrative strategy and horizontal integrative strategy. Further, based on the SWOT matrix 12 integrative strategies and 3 horizontal strategies were formulated. Finally, of the formulated strategies forming marketing team is the top priority.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T5160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Nurainy
Abstrak :
ABSTRAK Virus Hepatitis B (VHB) adalah virus DNA yang berukuran 42 nm, yang termasuk ke dalam kelompok virus Hepadna (Hepadnaviridae). VHB menyebabkan infeksi hepatitis akut, kronis dan fulminan, serta sirosis sampai dengan kanker hati. VHB terbagi dalam empat serotipe (subtipe) hepatitis B surface antigen (HBsAg) utama, yaitu adw, adn ayw, ayn dan seiring dengan berkembangnya ilmu biologi molekul, delapan genotipe, A,B,C,D,E,F,G dan H. Sekitar 350 juta orang di 'dunia Saat ini terinfeksi hepatitis B dan hampir 75% diantaranya terdapat di Asia. Berdasarkan prevalensi HBsAg, menurut WHO, Indonesia termasuk dalam daerah endemik sedang sampai tinggi. Pengetahuan tentang genotipe VHB sangat penting. Dari segi klinik, telah banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara genotipe VHB dengan manifestasi klinik penyakit hati dan respon terhaclap terapi antivirus. Berdasarkan epidemiologi, diketahui bahwa penyebaran virus hepatitis B di dunia berbeda secara geograiis. Sebagai negara kepuiauan, Indonesia memiliki populasi sangat beragam Iebih dari 475 kelompok etnik. Keragaman populasi ini sangat terkait dengan Iatar belakang genetik manusia dan pola migrasi purba, dan diduga mempengaruhi epidemiologi molekul VHB yang tergambarkan dalam distribusi genotipe dan subtipe VHB di Indonesia. Sampai saat ini Iaporan tentang genotipe VHB di Indonesia masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencan bukti bahwa polimorfisme Sekuens Pre-S2 dapat digunakan untuk penentuan genotipe VHB dan subgenotipenya, mempelajari hubungan antara genotipe dan serotipe VHB, menentukan pola distribusi genotipe VHB di Indonesia dan kaitan genotipe VHB derlgan migrasi populasi manusia, Serta mengembangkan prinsip metode praktis penentuan genotipe berdasarkan polimorlisme di daerah Pre-S2. Peneiitian ini dilakukan pada 11 populasi Indonesia, terdiri dari 8 populasi sehat yaitu populasi Batak-Karo, Dayak Benuaq (mewakili Indonesia bagian barat); populasi Makassar, Mandar, Toraja dan Kajang (mewakili populasi Indonesia Timur - Sulawesi); populasi Alor dan Sumba (mewakili populasi Nusa Tenggara Timur), dan 3 kelompok pasien hepatitis B dari Sumatera, Jawa dan Cina Indonesia. Pendekatan metodologi yang digunakan bersifat eksploratif-cross sectional. 1. Bukti bahwa daerah Pre-S2 dapat digunakan dalam penentuan genotipe VHB: identifikasi subgenotipe yang terkait dengan populasi manusia. DNA VHB diisolasi dari serum HBsAg positif, dan fragmen DNA daerah Pre-S2 serta daerah pembanding Iainnya diamplifikasi dengan metoda PCR. Penentuan genotipe dilakukan dengan membandingkan hasil perunutan sekuens daerah Pre-S2 dengan sekuens daerah S, total genom, gen P, X, core dan Pre-S1. Penentuan genotipe VHB dengan menggunakan sekuens Pre-S2 sama baiknya dengan berdasarkan daerah S; semua sampel terdistribusi sama pada genotipe B dan C. Genotipe B adalah genotipe utama yang ditemukan (43/56 sampel; 76.B%), diikuti genotipe C dengan 13/56 sampel (23,2%). Variasi sekuens yang tinggi di daerah Pre-S2 memungkinkan pengenalan tiga subgenotipe VHB/B: Bc pada populasi Cina Indonesia, Bwi pada populasi Indonesia bagian barat dan Bei pada populasi Nusa Tenggara Timur. Variasi sekuens ini juga membagi VHB/C menjadi dua kelompok yaitu subgenotipe C1 dan C2. Dibuktikan bahwa subgenotipe Bc identik dengan subgenotipe B Asia non Japan (Ba) yang ditemukan pada populasi Cina di daratan Asia, menunjukkan bahwa genetik VHB dipertahankan pada populasi Cina Indonesia sampai Iebih dari tiga generasi Subgenotipe VHB/B yang ada di Indonesia membawa segmen kecil dari genotipe C di daerah precore dan core hasil proses rekombinasi, seperti halnya dengan genotipe Ba. Perbedaannya terletak pada tambahan titik rekombinasi dan Single Nucleotide Polimorphism (SNP) di daerah precore dan core tersebut. Adanya subgenotipe di atas diverifikasi dengan sekuens total genom VHB. Berbagai SNP di daerah Pre-S2 memberikan pola yang khas untuk masing-masing subgenotipe VHB sehingga dapat dijadikan situs diagnostik untuk penentuan genotipe dan subgenotipe. 2. Hubungan antara serotipe dan genotipe VHB: studi pada genotipe VHB di Asia Tenggara. Pada total 110 sampel VHB yang berasal dari beberapa kelompok populasi: Sumatra (n=12), Cina Indonesia (n=29), Jawa (n=23), Sulawesi (n=19), Alor (n=13) and Sumba (n=14), ditemukan serotipe adw, adr, ayw dan ayr. Pola distribusi serotipe yang ditemukan adalah adw dominan di Indonesia bagian barat seperti daerah Sumatra dan Jawa, ayw serotipe dominan di Nusa Tenggara Timur, dan serotipe campuran (adw, ayw dan add ditemukan di daerah Sulawesi Serotipe ayr merupakan serotipe yang paling jarang ditemukan. Uji statistik Chi-square, menunjukkan seoara bermakna hubungan antara serotipe HBsAg dan genotipelsubgenotipe VHB. Serotipe adw berkaitan dengan subgenotipe Bwi dan Bc, serotipe ayw1 dengan genotipe Bei, serotipe adr dan ayr dengan genotipe C, sedangkan serotipe ayw2 berkaitan dengan genotipe D. Terdapat anomali hubungan antara serotipe dan genotype pada beberapa sampel, yaitu serotipe adr dengan genotipe B (adr-B) dan serotipe adw dengan genotipe C (adw-C). Mekanisme molekul yang mendasarinya telah diselidiki, dan ternyata adalah: (a) isolat adr-B, adanya mixed infection VHB/B (adw) dan VHB/C (adr). Hasil kioning menunjukkan VHBIB (adw) Iebih banyak dari VHB/C (adr), akan tetapi ternyata secara serologi adr Iebih dominan dari adw, sesuai dengan sifat antigenesitas r yang tinggi dibanding w atau adanya mutasi di daerah determinan a pada posisi Iain yang mempengaruhi ekspresi vm (b) isoiat adw-C, adanya recunent mutation pada posisi asam amino ke 160 yang merubah determinan r menjadi w, dan adanya mutasi baru P127T dan C139W. Berdasarkan hasil penelitian ini, diusulkan bahwa data serotipe di Indonesia yang telah dipublikasi olen peneliti-peneliti sebelumnya dapat dikonversi menjadi data genotipe VHB dengan tingkat kesalahan ?I,8% untuk genotipe C yang berserotipe adw, dan 5,4% untuk genotipe B dengan serotipe adr. 3. Epidemiologi molekul VHB di Indonesia: genotipe sebagai marka migrasi populasi. Frekuensi HBsAg di Indonesia ben/ariasi diantara delapan kelompok etnik yang dipelajari, yaitu pada populasi Batak Karo (6,7%), Dayak Benuaq (13.2 %), Makassar (4,2 %), Mandar (5,5%), Toraja (4,2%), Kajang (72%), Alor (10,7%), dan Sumba (7,4%). Dari 138 sampel didapatkan bahwa genotipe B merupakan genotipe utama di Indonesia (73,9%), diikuti genotipe C (24.6%) dan kemudian genotipe D (1,5%). Penemuan ini sesuai dengan hasil konversi serotipe-genotipe yang dilakukan terhadap data serotipe Indonesia yang telan dipublikasikan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Data genotipe VHB 11 populasi Indonesia hasil penelitian ini dan genotipe VHB pada 27 kota hasil konversi serotipe-genotipe telah disusun menjadi petal distribusi genotipe VHB di Indonesia. Distribusi genotipe VHB menunjukkan adanya hubungan dengan pola migrasi purba populasi manusia ke kepulauan Nusantara. G-enotipe C tampaknya datang bersama migrasi manusia modern (Homo sapiens) pertama dari daratan Asia sekitar 40.000 - 60.000 tahun sebelum sekarang (years before presence;YBP). Kemudian gelombang migrasi besar manusia ke dua ke kepulauan Nusantara, tediri dari populasi berbahasa Austronesia (4,000 - 6.000 YBP), diusulkan membawa genotipe B. Sesuai dengan pola migrasi ini, genotipe B dominan di hampir semua wilayah Indonesia dengan populasi penutur bahasa-bahasa Austronesia, dan hanya menyisakan dominasi genotipe C di daerah Papua dan daerah berpopulasi Austromelanosid lain di sekitarnya. Disimpulkan bahwa genotipe B merupakan marka populasi Austronesia. 4. Pengembangan prinsip metoda praktis penentuan genotipe VHB berdasarkan polimorlisme di daerah Pre-S2. Dalam penelitian ini terbukti bahwa penentuan genotipe VHB berdasarkan daerah Pre-S2 dapat dilakukan dan paling sedikit sama baiknya dengan cara berdasarkan daerah S yang sekarang umum dipakai. Metoda penentuan genotipe berdasar daerah Pre-S2 dengan direct sequencing ideal untuk penelitian, tetapi pada saat ini tidak praktis untuk pemeriksaan Iaboratorium kIinik. Pengembangan metoda PCR-RFLP berdasarkan polimorfisme di daerah Pre-S2 akan memungkinkan penentuan genotipe dan subgenotipe secara Iebih praktis. Untuk itu, telah dilakukan analisis 110 sekuens Pre-S2 VHB hasil penelitian ini dan 84 sekuens dari GenBank, untuk menentukan situs pemotongan enzim restriksi endonuldease yang tepat rancang PCR-RFLP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Genotipe C dan D dapat dibedakan dari genotipe B dengan menggunakan enzim Aval, genotipe C dan D dibedakan dengan enzim Bmrl, dan genotipe B dan C-adw dengan enzim Banll. Subgenotipe Bc dibedakan dari Bwi dan Bei dengan enzim Apal. Pembedaan subgenotipe Bwi dan Bei dilakukan dengan menggunakan primer dengan modifikasi satu nukleotida untuk membuat situs enzim restriksi Btsl. Metoda praktis PCR-RFLP untuk membedakan genotipe dan subgenotipe khas Indonesia dapat dikembangkan.
2005
D617
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Nurainy
Abstrak :
ABSTRAK Virus Hepatitis B (VHB) adalah virus DNA yang berukuran 42 nm, yang termasuk ke dalam kelompok virus Hepadna (Hepadnaviridae). VHB menyebabkan infeksi hepatitis akut, kronis dan fulminan, serta sirosis sampai dengan kanker hati. VHB terbagi dalam empat serotipe (subtipe) hepatitis B surface antigen (HBsAg) utama, yaitu adw, adn ayw, ayn dan seiring dengan berkembangnya ilmu biologi molekul, delapan genotipe, A,B,C,D,E,F,G dan H. Sekitar 350 juta orang di 'dunia Saat ini terinfeksi hepatitis B dan hampir 75% diantaranya terdapat di Asia. Berdasarkan prevalensi HBsAg, menurut WHO, Indonesia termasuk dalam daerah endemik sedang sampai tinggi. Pengetahuan tentang genotipe VHB sangat penting. Dari segi klinik, telah banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara genotipe VHB dengan manifestasi klinik penyakit hati dan respon terhaclap terapi antivirus. Berdasarkan epidemiologi, diketahui bahwa penyebaran virus hepatitis B di dunia berbeda secara geograiis. Sebagai negara kepuiauan, Indonesia memiliki populasi sangat beragam Iebih dari 475 kelompok etnik. Keragaman populasi ini sangat terkait dengan Iatar belakang genetik manusia dan pola migrasi purba, dan diduga mempengaruhi epidemiologi molekul VHB yang tergambarkan dalam distribusi genotipe dan subtipe VHB di Indonesia. Sampai saat ini Iaporan tentang genotipe VHB di Indonesia masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencan bukti bahwa polimorfisme Sekuens Pre-S2 dapat digunakan untuk penentuan genotipe VHB dan subgenotipenya, mempelajari hubungan antara genotipe dan serotipe VHB, menentukan pola distribusi genotipe VHB di Indonesia dan kaitan genotipe VHB derlgan migrasi populasi manusia, Serta mengembangkan prinsip metode praktis penentuan genotipe berdasarkan polimorlisme di daerah Pre-S2. Peneiitian ini dilakukan pada 11 populasi Indonesia, terdiri dari 8 populasi sehat yaitu populasi Batak-Karo, Dayak Benuaq (mewakili Indonesia bagian barat); populasi Makassar, Mandar, Toraja dan Kajang (mewakili populasi Indonesia Timur - Sulawesi); populasi Alor dan Sumba (mewakili populasi Nusa Tenggara Timur), dan 3 kelompok pasien hepatitis B dari Sumatera, Jawa dan Cina Indonesia. Pendekatan metodologi yang digunakan bersifat eksploratif-cross sectional. 1. Bukti bahwa daerah Pre-S2 dapat digunakan dalam penentuan genotipe VHB: identifikasi subgenotipe yang terkait dengan populasi manusia. DNA VHB diisolasi dari serum HBsAg positif, dan fragmen DNA daerah Pre-S2 serta daerah pembanding Iainnya diamplifikasi dengan metoda PCR. Penentuan genotipe dilakukan dengan membandingkan hasil perunutan sekuens daerah Pre-S2 dengan sekuens daerah S, total genom, gen P, X, core dan Pre-S1. Penentuan genotipe VHB dengan menggunakan sekuens Pre-S2 sama baiknya dengan berdasarkan daerah S; semua sampel terdistribusi sama pada genotipe B dan C. Genotipe B adalah genotipe utama yang ditemukan (43/56 sampel; 76.B%), diikuti genotipe C dengan 13/56 sampel (23,2%). Variasi sekuens yang tinggi di daerah Pre-S2 memungkinkan pengenalan tiga subgenotipe VHB/B: Bc pada populasi Cina Indonesia, Bwi pada populasi Indonesia bagian barat dan Bei pada populasi Nusa Tenggara Timur. Variasi sekuens ini juga membagi VHB/C menjadi dua kelompok yaitu subgenotipe C1 dan C2. Dibuktikan bahwa subgenotipe Bc identik dengan subgenotipe B Asia non Japan (Ba) yang ditemukan pada populasi Cina di daratan Asia, menunjukkan bahwa genetik VHB dipertahankan pada populasi Cina Indonesia sampai Iebih dari tiga generasi Subgenotipe VHB/B yang ada di Indonesia membawa segmen kecil dari genotipe C di daerah precore dan core hasil proses rekombinasi, seperti halnya dengan genotipe Ba. Perbedaannya terletak pada tambahan titik rekombinasi dan Single Nucleotide Polimorphism (SNP) di daerah precore dan core tersebut. Adanya subgenotipe di atas diverifikasi dengan sekuens total genom VHB. Berbagai SNP di daerah Pre-S2 memberikan pola yang khas untuk masing-masing subgenotipe VHB sehingga dapat dijadikan situs diagnostik untuk penentuan genotipe dan subgenotipe. 2. Hubungan antara serotipe dan genotipe VHB: studi pada genotipe VHB di Asia Tenggara. Pada total 110 sampel VHB yang berasal dari beberapa kelompok populasi: Sumatra (n=12), Cina Indonesia (n=29), Jawa (n=23), Sulawesi (n=19), Alor (n=13) and Sumba (n=14), ditemukan serotipe adw, adr, ayw dan ayr. Pola distribusi serotipe yang ditemukan adalah adw dominan di Indonesia bagian barat seperti daerah Sumatra dan Jawa, ayw serotipe dominan di Nusa Tenggara Timur, dan serotipe campuran (adw, ayw dan add ditemukan di daerah Sulawesi Serotipe ayr merupakan serotipe yang paling jarang ditemukan. Uji statistik Chi-square, menunjukkan seoara bermakna hubungan antara serotipe HBsAg dan genotipelsubgenotipe VHB. Serotipe adw berkaitan dengan subgenotipe Bwi dan Bc, serotipe ayw1 dengan genotipe Bei, serotipe adr dan ayr dengan genotipe C, sedangkan serotipe ayw2 berkaitan dengan genotipe D. Terdapat anomali hubungan antara serotipe dan genotype pada beberapa sampel, yaitu serotipe adr dengan genotipe B (adr-B) dan serotipe adw dengan genotipe C (adw-C). Mekanisme molekul yang mendasarinya telah diselidiki, dan ternyata adalah: (a) isolat adr-B, adanya mixed infection VHB/B (adw) dan VHB/C (adr). Hasil kioning menunjukkan VHBIB (adw) Iebih banyak dari VHB/C (adr), akan tetapi ternyata secara serologi adr Iebih dominan dari adw, sesuai dengan sifat antigenesitas r yang tinggi dibanding w atau adanya mutasi di daerah determinan a pada posisi Iain yang mempengaruhi ekspresi vm (b) isoiat adw-C, adanya recunent mutation pada posisi asam amino ke 160 yang merubah determinan r menjadi w, dan adanya mutasi baru P127T dan C139W. Berdasarkan hasil penelitian ini, diusulkan bahwa data serotipe di Indonesia yang telah dipublikasi olen peneliti-peneliti sebelumnya dapat dikonversi menjadi data genotipe VHB dengan tingkat kesalahan ?I,8% untuk genotipe C yang berserotipe adw, dan 5,4% untuk genotipe B dengan serotipe adr. 3. Epidemiologi molekul VHB di Indonesia: genotipe sebagai marka migrasi populasi. Frekuensi HBsAg di Indonesia ben/ariasi diantara delapan kelompok etnik yang dipelajari, yaitu pada populasi Batak Karo (6,7%), Dayak Benuaq (13.2 %), Makassar (4,2 %), Mandar (5,5%), Toraja (4,2%), Kajang (72%), Alor (10,7%), dan Sumba (7,4%). Dari 138 sampel didapatkan bahwa genotipe B merupakan genotipe utama di Indonesia (73,9%), diikuti genotipe C (24.6%) dan kemudian genotipe D (1,5%). Penemuan ini sesuai dengan hasil konversi serotipe-genotipe yang dilakukan terhadap data serotipe Indonesia yang telan dipublikasikan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Data genotipe VHB 11 populasi Indonesia hasil penelitian ini dan genotipe VHB pada 27 kota hasil konversi serotipe-genotipe telah disusun menjadi petal distribusi genotipe VHB di Indonesia. Distribusi genotipe VHB menunjukkan adanya hubungan dengan pola migrasi purba populasi manusia ke kepulauan Nusantara. G-enotipe C tampaknya datang bersama migrasi manusia modern (Homo sapiens) pertama dari daratan Asia sekitar 40.000 - 60.000 tahun sebelum sekarang (years before presence;YBP). Kemudian gelombang migrasi besar manusia ke dua ke kepulauan Nusantara, tediri dari populasi berbahasa Austronesia (4,000 - 6.000 YBP), diusulkan membawa genotipe B. Sesuai dengan pola migrasi ini, genotipe B dominan di hampir semua wilayah Indonesia dengan populasi penutur bahasa-bahasa Austronesia, dan hanya menyisakan dominasi genotipe C di daerah Papua dan daerah berpopulasi Austromelanosid lain di sekitarnya. Disimpulkan bahwa genotipe B merupakan marka populasi Austronesia. 4. Pengembangan prinsip metoda praktis penentuan genotipe VHB berdasarkan polimorlisme di daerah Pre-S2. Dalam penelitian ini terbukti bahwa penentuan genotipe VHB berdasarkan daerah Pre-S2 dapat dilakukan dan paling sedikit sama baiknya dengan cara berdasarkan daerah S yang sekarang umum dipakai. Metoda penentuan genotipe berdasar daerah Pre-S2 dengan direct sequencing ideal untuk penelitian, tetapi pada saat ini tidak praktis untuk pemeriksaan Iaboratorium kIinik. Pengembangan metoda PCR-RFLP berdasarkan polimorfisme di daerah Pre-S2 akan memungkinkan penentuan genotipe dan subgenotipe secara Iebih praktis. Untuk itu, telah dilakukan analisis 110 sekuens Pre-S2 VHB hasil penelitian ini dan 84 sekuens dari GenBank, untuk menentukan situs pemotongan enzim restriksi endonuldease yang tepat rancang PCR-RFLP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Genotipe C dan D dapat dibedakan dari genotipe B dengan menggunakan enzim Aval, genotipe C dan D dibedakan dengan enzim Bmrl, dan genotipe B dan C-adw dengan enzim Banll. Subgenotipe Bc dibedakan dari Bwi dan Bei dengan enzim Apal. Pembedaan subgenotipe Bwi dan Bei dilakukan dengan menggunakan primer dengan modifikasi satu nukleotida untuk membuat situs enzim restriksi Btsl. Metoda praktis PCR-RFLP untuk membedakan genotipe dan subgenotipe khas Indonesia dapat dikembangkan.
2005
D755
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library