Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nungky Awang Chandra
Abstrak :
Peranan sistem manajemen layanan TI telah digunakan sebagai alat dalam mengambil keputusan bisnis. Salah satu manajemen layanan TI adalah layanan e-mail. Layanan email membutuhkan sistem yang berorientasi pada proses dan pelanggan. Beberapa permasalahan sistem layanan e-mail antara lain kesulitan memahami kebutuhan pelanggan, perbaikan layanan e-mail kurang fokus terhadap dampak bisnis, layanan email belum terstandarisasi. Sistem manajemen mutu ISO 9001, Balanced Scorecard, dan Lean Six Sigma dapat digunakan untuk menangani permasalahan manajemen layanan email. Sistem manajemen mutu ISO 9001 digunakan sebagai kerangka acuan manajemen layanan e-mail. Balanced Scorecard digunakan untuk menyelaraskan antara tujuan bisnis dan layanan e-mail. Lean Six Sigma digunakan untuk perbaikan kinerja layanan e-mail. Dalam penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001, Balanced Scorecard and Lean Six Sigma digunakan beberapa analisa. Analisa tersebut adalah analisa bisnis perusahaan, analisa strategi TI, analisa manajemen layanan TI, dan evaluasi kinerja sistem manajemen layanan e-mail.Kesimpulan dari kajian adalah Lean Six Sigma dapat digunakan untuk memahami kebutuhan pelanggan, seperti e-mail cepat, mudah, stabil dan luas. Balanced Scorecard menyelaraskan KPI antara bisnis dan manajemen layanan e-mail. Agar kinerja layanan e-mail tetap meningkat maka digunakan sistem manajemen mutu ISO 9001.
Role of IT service management system is used as a business decision tools. One of IT services management system is e-mail service. E-mail service needs system that oriented to process and customer. Some issues on e-mail service system are among others, difficult to understand customer need, improvement of e-mail service is less focus to business impact, and the process of e-mail service is not yet standard. Quality management system ISO 9001, Balanced Scorecard, and Lean Six Sigma can be used to handle issues on e-mail service management. Quality management system ISO 9001 is used as a framework of e-mail service management, Balanced Scorecard is used to align business objective and e-mail service, and Lean Six Sigma is used to improve performance of e-mail service. Implementation of quality management system ISO 9001, Balanced Scorecard and Lean Six Sigma used several analysis. These are business analysis, IT strategy analysis, IT service management analysis, and evaluation performance e-mail service management system. This study showed that Lean Six Sigma can be used to understand customer need as fast, easy, stable and broad. Balanced Scorecard align KPI between business and e-mail service management. In order to performance of e-mail service steadily increased then quality management system ISO 9001 can be used as control of process e-mail service.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nungky Awang Chandra
Abstrak :
Serangan siber yang meningkat dan bervariasi membutuhkan sebuah model yang mampu meningkatkan ketahanan dan kesadaran akan ancaman serangan bencana siber. Penelitian ini mengembangkan model cyberdisaster situation awareness yang mampu menggambarkan dua tahap proses yaitu penilaian tingkat risiko ancaman bencana siber dan kerangka pengujian kerentanan keamanan siber melalui metode audit, tabletop exercise dan penetration testing. Penelitian ini menggunakan metode risiko formal fuzzy FMEA dan temporal risk. Hasil penelitian pertama menunjukan bahwa model cyberdisaster situation awareness mampu meningkatkan ketahanan keamanan siber. Model ini menggambarkan bahwa dengan metode fuzzy FMEA didapatkan nilai tingkat risiko bencana tertinggi yaitu ancaman serangan ransomware dan gempa bumi. Dari dua nilai risiko yang tertinggi tersebut dilakukan validasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran dalam menghadapi ancaman ransomware dan gempa bumi melalui survey 152 responden. Hasil survey menunjukan bahwa keputusan respon bencana siber dipengaruhi oleh faktor kapabilitas sistem (p < 0,05), faktor pengetahuan (p < 0,05), dan faktor kesadaran akan situasi bencana (p < 0,05). Pada penelitian kedua menunjukan bahwa kerangka pengujian kerentanan keamanan siber dengan pendekatan temporal risk dapat membantu meningkatkan ketahanan dan keamanan siber. Metode pengujian audit, tabletop exercise dan penetration testing akan menghasilkan dua klasifikasi risiko yaitu risiko yang dapat diterima (tolerable risk) dan risiko yang tidak dapat diterima (intolerable risk). Penelitian ini juga menggunakan aplikasi untuk membantu mengukur tingkat risiko keamanan siber berdasarkan Annex ISO 27001:2013. Hasil pengujian penilaian risiko dengan metode audit berdasarkan annex ISO 27001:2013 ditemukan bahwa tingkat risiko yang dapat diterima adalah akuisisi, pengembangan dan pemeliharaan sistem, dengan nilai indeks kinerja pengamanan sebesar 38.29%. Untuk hasil pengujian metode tabletop exercise dihasilkan bahwa tidak ditemukan tingkat risiko tinggi atau yang tidak dapat diterima, dengan nilai indeks kinerja pengamanan sebesar 75%. Hasil pengujian dengan metode penetration testing menunjukan bahwa risiko yang tidak dapat diterima adalah pengendalian akses dan pengamanan komunikasi, dengan nilai indeks pengendalian pengamanan sebesar 16.66%. Dari temuan kerentanan ini dilakukan tindakan perbaikan melalui aplikasi untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan siber. Tindakan perbaikan ini menghasilkan kinerja pengamanan 100% memenuhi annex ISO 2700:2013. Kebaruan dari penelitian ini adalah konsep model kerangka cybersituation awareness yang mampu menilai risiko ancaman keamanan siber dan pengujian kerentanan pengendalian keamanan siber. ......Cyber attacks that are increasing and varied require a model that is able to increase resilience and awareness of the threat of cyber-disaster attacks. This study develops a cyberdisaster situation awareness model that is able to describe two stages of the process, namely the assessment of the level of cyber disaster threat risk and a cybersecurity vulnerability testing framework through audit methods, tabletop exercise and penetration testing. This study uses a formal risk method fuzzy FMEA and temporal risk. The results of the first study showed that the cyberdisaster situation awareness model was able to increase cyber security resilience. This model illustrates that with the fuzzy FMEA method, the highest level score of disaster risk is the threat of ransomware attacks and earthquakes. From the two highest risk values, validation of the factors that affect the level of awareness in dealing with the threat of ransomware and earthquakes was carried out through a survey of 152 respondents. The survey results show that cyber disaster response decisions are influenced by factors such as system capability (p < 0.05), knowledge factor (p < 0.05), and awareness of disaster situations (p < 0.05). The second research shows that a cybersecurity vulnerability testing framework with a temporal risk approach can help improve cyber resilience and security. The audit testing method, tabletop exercise and penetration testing will produce two risk classifications, namely tolerable risk and intolerable risk. This study also uses an application to help measure the level of cybersecurity risk based on Annex ISO 27001: 2013. The results of risk assessment with testing the audit method based on annex ISO 27001:2013 found that the acceptable level of risk is the acquisition, development and maintenance of the system, with a security performance index value of 38.29%. For the results of the tabletop exercise test method, it was found that there was no high or unacceptable risk level, with a security performance index value of 75%. And for the test results using the penetration testing method, it shows that the unacceptable risk is access control and communication security, with a security control index value of 16.66%. From the findings of these vulnerabilities, corrective actions are taken through applications to increase cyber resilience and security. These corrective actions result in 100% security performance meeting the annex ISO 27001:2013. The novelty of this research is the concept of a cybersituation awareness framework model that is able to assess cybersecurity threat risks and test cybersecurity control vulnerabilities.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library