Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Novita Ariefiani Putri
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan definisi barang sejenis dalam hukum merek di Indonesia. Dimana Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 Pasal 6 ayat (1) huruf a tentang Merek menyebutkan bahwa “Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis”. Penilaian pendekatan barang sejenis sangat berhubungan erat dengan penilaian adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhan atas suatu merek, untuk memperbandingkan antara merek yang satu dan lainnya yang menjadi indikasi penolakan pendaftaran atau pembatalan suatu merek oleh Dirjen HAKI. Namun, Disini definisi barang dan/atau jasa yang sejenis tidak dijelaskan lebih lanjut baik dalam Peraturan Perundang-undangan maupun peraturan terkait lainnya. Sedangkan putusan hakim terkait penilaian barang sejenis akan sengketa merek semakin banyak dan memerlukan adanya suatu pedoman penerapan penilaian barang sejenis agar terjadi keseragaman dalam Putusan yang dibuat.
This thesis concerned on the application of the legal definition of similar goods brand in Indonesia. Where Under Law. 15 of 2001 Article 6 paragraph (1) letter a about Trademark that "Brands that have similarities principally or whole to another party brands that have been registered in advance for goods and / or services of a kind". Assessment approach similar items closely associated with assessment of the similarity in principle or the whole of a brand, to allow comparison between one brand and another which is an indication of rejection or cancellation of a trademark registration by the Director General of Intellectual Property Rights. However, here the definition of goods and / or services which are not described further similar in both legislation and other relevant regulations. While the judge's ruling related to assessments of similar goods would dispute the brand more and more and requires the application of valuation guidelines that kind of stuff happens uniformity in the decision made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45509
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Novita Ariefiani Putri
"Notaris menjadi salah satu Pihak Pelapor Pemilik Manfaat sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Perpres 13/2018). Tidak terdapat pengecualian Korporasi dalam Peraturan terkait, dengan kata lain Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero) termasuk dalam salah satu bentuk Korporasi yang wajib melaporkan pemilik manfaatnya. Pada praktiknya, belum ada pengaturan terkait tata cara khusus pelaporan Pemilik Manfaat dalam Persero dimana yang memenuhi kriteria Pemilik Manfaat sesuai Perpres 13/2018 adalah Negara bukan orang perseorangan. Sedangkan yang menjadi tujuan utama pelaporan pemilik manfaat dalam Perpres 13/2018 adalah orang perorangan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian hukum normatif dan data sekunder yang didapatkan diolah dan dianlisis secara kualitatif. Hasilnya adalah Notaris berperan sebagai pihak yang menyampaikan pemilik manfaat kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Administrasi Hukum Umum secara Online. Kewajiban untuk verifikasi, identifikasi dan penetapan Pemilik Manfaat tetap menjadi kewajiban Persero terkait. Bagi Notaris yang memiliki klien Persero pada dasarnya dapat melaporkan Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku kuasa dari Negara sebagai Pemilik Manfaat Persero atau pihak lain yang ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham Persero sebagai pemilik manfaat. Hal tersebut harus ditunjang dengan dokumen penunjukan resmi berikut hasil identifikasi, verifikasi dan penetapan pemilik manfaat oleh Persero terkait dan persetujuan penunjukan sebagai pemilik manfaat yang disetujui oleh pihak yang ditunjuk.
Notary becomes one of the Beneficial Owner (BO) Reporting Parties as stated in Presidential Regulation of the Republic of Indonesia Number 13 of 2018 concerning the Application of the Principle of Recognizing Beneficial Owners of Corporations in the context of Prevention and Eradication of Money Laundering and Terrorism Financing Crimes (Presidential Decree 13/2018). There are no exceptions of corporate form in the regulations, in other words State Own Enterprises (SOE) are included in one form of corporations that required to report their BO. In practice, there is no special procedures regulation for reporting Beneficial Owners in SOE, which basically meet the criteria for BO as states in the regulation, not individuals but state. Meanwhile, the main objective of BO in Presidential Decree 13/2018 is individuals. To answer these problems, using normative legal research methods and obtaining, processed and analyzed the secondary data obtained qualitatively. The result is the Notary acts as reporting parties of the BO to the Ministry of Law and Human Rights through the online system of General Legal Administration. The obligation for verification, identification and determination of BO remains in the SOE. For Notary who has a SOE’s client, they can reporting the SOE’s Minister as the proxy of the State or another party appointed by the SOE’s General Meetings Shareholders as the BO. This must be supported by an official appointment document along with the identification, verification and determination result of BO by the SOE and approval as the BO that approved by the appointed party. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library