Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novi
"Partisipasi konflik sudah pernah dirasakan Indonesia pada 1980an sampai 1990an ketika berlangsungnya konflik di Afghanistan. Peningkatan partisipasi para militan ini terjadi pada masa Islamic State di tahun 2013. Di negara konflik tersebut, para militan belajar, berinteraksi, serta berbaur dengan ideologi kekerasan. Setelah merasa cukup dengan pengalaman yang mereka dapatkan di Suriah/Iraq, para militan  kembali ke negara asal mereka. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang tepat, agar mereka tidak menjadi virus, sumber ketakutan ditengah masyarakat. Untuk mendapatkan penanganan yang tepat, identifikasi motivasi mereka ketika pergi dan pulang adalah hal yang penting dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait. Analisis konsep damai oleh peacemaking criminology merupakan kerangka untuk membentuk model penanganan alternatif returnis. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan fenomenologis interpretatif. Tujuannya untuk menafsirkan dan menguatkan kisah ‘pengalaman yang dialami’ dari narasumber, agar pengalaman mereka bisa logis dalam menginterpretasikan. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki konsep dan metode yang baku dalam penanganan returnis. Dari data Satuan Tugas FTF tahun 2014 sampai 2019, ada 126 orang yang pulang ke Indonesia dari Suriah, Iraq, dan Filipina. Banyak motivasi para militan yang pulang, mempengaruhi keamanan nasional. Ketika individu atau kelompok pulang ke Indonesia, beberapa dari mereka masih tetap radikal dan juga melakukan reradikalisasi. Pendekatan kekerasan menjadi salah satu cara untuk menangani kejahatan luar biasa ini, tapi para militan semakin kebal, Hal ini akan lebih maksimal jika disandingkan dengan pendekatan lunak yang dipadukan dengan perspektif damai untuk menangani sampai ke akar. Peacemaking criminology direkomendasikan sebagai metode dalam menangani returnis karena pendekatan ini mengedepankan enam konsep utama yakni non-kekerasan, keadilan sosial, inklusi, cara yang benar, kriteria damai yang tepat, dan pengkategorian yang penting. Hasil dari konsepsi ini akan menghasilkan model penanganan alternatif returnis dengan dengan mengedepankan humanisme, hak asasi manusia, mediasi, pengoptimalisasian proses pemahaman, dialog, dan partisipasi yang diharapkan mampu membuat returnis tidak kembali radikal serta melakukan radikalisasi.

Participation in the conflict was felt by Indonesian in the 1980s to 1990s when the conflict took place in Afghanistan. Increasing of militant participation occurred since Islamic State in 2013. In the conflict state, militants learn, interact, and blend with violent ideology. After they gained experience in Syria/Iraq, the militants returned to their countries. Therefore, proper handling is needed, so they do not become viruses and sources of fear in society. To get the proper handling, identify their motivation when they going and go back to their country by government and non-government is a must. And analysis the concept of peace by peacemaking criminology is a framework for forming an alternative model of handling returnees. Qualitative methods are using in this research through an interpretative phenomenological approach. The aim is to interpret and strengthen the experience from the interviewee, so the stories will be logical in interpretative.  Until now, Indonesia does not have a standard concept and method in handling returnees yet. Based on FTF Task Force's data from 2014 to 2019, there are 126 people were returned to Indonesia from Syria/Iraq/Philippines. Militant motivation to back to Indonesia has affected national security. When individuals or groups return to Indonesia, some of them still radical or will be radicalizing. A hard approach is a way to deal with this extraordinary crime, but the militants are increasingly immune. This will be maximum if juxtaposed with a soft approach that collaborates with a peaceful perspective to deal with the roots. Peacemaking criminology is proposed as a method for handling returnees due to this approach put forward six main concepts, non-violence, social justice, inclusion, correct means, ascertainable criteria, and the categorical imperative. The results of this conception will result in an alternative model of handling returnees by promoting humanism, human rights, mediation, optimizing the processes of understanding, dialogue, and participation which expected to make returnees become a radical and spread the radicalization. "
Depok: Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi
"Artikel ini membahas environmental justice pada kawasan pertambangan emas di tambang Pongkor. PETI dianggap sangat merugikan lingkungan serta masyarakat sekitar. PETI sebagai polemik yang besar untuk masyarakat dan penambang itu sendiri karena membahayakan keselamatan serta lingkungan mereka, dimana penggunaan material berbahaya yang tidak mereka ketahui dampaknya, serta kurangnya pengetahuan tentang penambangan. Hasil analisis menunjukan bahwa PETI tambang Pongkor sebagai tindakan (1) melanggar peraturan yang ada dan regulasi lingkungan; (2) telah teridentifikasi dapat membahayakan lingkungan; dan (3) tindakannya asli dilakukan oleh manusia, sehingga hilangnya keadilan lingkungan. Karena pada dasarnya environemntal justice memastikan bahwa lingkungan hidup bebas dari bentuk pengerusakan, persamaan hak yang dimiliki oleh setiap individu untuk memanfaatkan lingkungan, memberikan proteksi terhadap lingkungan dari berbagai ancaman yang ada.

This article is going to examine environmental justice in Pongkor gold mining area using PETI study. PETI is considered disadvantageous for the environment. PETI is also considered as a polemic for both the local communities and the miners, as they have lack of knowledge in environmentally friendly mining techniques. The analysis shows that PETI Pongkor mine as action (1) may violate existing environmental regulations; (2) has identified as environmentally harmful; and (3) the act is done by human, so loss environmental justice. Because basically, environmental justice ensure that environment is free from degradation, have the equality of rights that every individual has to utilize th environment, and give protection from various threats."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Novi
"Pompa sentrifugal merupakan salah satu aplikasi dari ilmu mekanika fluida yang sangat banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Perancangan sebuah pompa sentrifugal cukup rumit, sehingga membutuhkan pemahaman yang cukup tinggi tentang pompa sentrifugal itu sendiri. Tentunya dalam pembahasan sebuah pompa tidak akan terlepas dari segitiga kecepatan, efisiensi, dan kecepatan putar. Pada pompa sentrifugal sederhana semua hal tersebut disederhanakan, terutama sekali pada bagian impeller dan casing. Selain itu persamaan-persamaan yang dipergunakan cukup sederhana, sehingga diharapkan dapat mempermudah pihak-pihak yang baru mempelajari pompa sentrifugal. Dasar yang mantap akan sangat membantu dalam memahami bagaimana pompa sentrifugal bekerja secara sesungguhnya.
Gaya sentrifugal merupakan faktor utama dalam pompa sentrifugal sederhana ini. Fenomena yang cukup menarik adalah untuk dapat menyebabkan air mengalir dibutuhkan suatu kecepatan awal atau w suction, dimana setelah kondisi ini tercapai kecepatan putar dapat diturunkan secara perlahan-lahan, namun jangan lebih rendah dari wmin. Semakin tinggi kecepatan tangensial maka akan semakin banyak debit yang dihasilkan. Karena adanya gaya sentrifugal pada bagian tengah pipa horizontal, tekanan akan lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga air dapat terangkat. Kerugian tinggi tekan juga akan terjadi disepanjang pipa T, baik itu pada bagian vertikal maupun horisontal.
Dari hasil percobaan didapat bahwa, semakin besar suction head, maka w sucrion yang dibutuhkan akan semakin tinggi, karena untuk mengatasi suctionread yang semakin tinggi dibutuhkan kecepatan yang besar, sehingga tekanan dibagian tengah pipa horisontal menjadi semakin kecil. Peningkatan kecepatan akan memperbesar debit. Disamping itu semakin besar jari-jari maka kecepatan angular yang dibutuhkan untuk mengangkat air semakin kecil.

Centrifugal pump is one of an application of fluid mechanics, which have many uses in daily activities. Product development of centrifugal pump is difficult, needs a good understanding of centrifugal pump principles. Obviously in designing centrifugal pump needs a calculation of velocity triangle, performance, and angular velocity. In this case all the complex calculation will be simplified in the simple centrifugal pump, especially in impeller and casing. Beside that the formulations is simple, so that it makes easier to anyone who learn about the centrifugal pump. Good basic will really help to understand how centrifugal pump work.
Centrifugal force is the main factor in a simple centrifugal pump. An interesting phenomenon is that to cause continuous flow of water a w suction is needed after this condition has reached the angular velocity can be decreased slowly, but not to be lower than wmim. Higher tangential velocity causes the increase of flow rate. Due to the centrifugal force the pressure in the center of horizontal pipe will be lower than the atmosphere pressure, consequently the water can be lifted up head losses will occur along T pipe, in vertical and horizontal part.
From the result of measurement, the higher of suction head, will need higher w suction, since to cover the increase of suction head need the increase of angular velocity, so the center of horizontal pipe pressure will decrease. The increase of velocity will increase the flow rate too. Beside that the increase of pipe radius will decrease the angular velocity to lift the water.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S37728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eli Novi
"Anemia merupakan salah satu masalah utama di Indonesia Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi terutama pada anak usia dibawah 5 tahun Pada umumnya prevalensi anemia lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki laki Anemia memberikan dampak pada proses tumbuh kembang anak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi anemia dan faktor faktor yang berhubungan pada anak usia 3 9 tahun Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional Penelitian dilakukan di Pesantren Tapak Sunan Condet pada tanggal 19 januari 2011 Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 3 9 tahun Pemilihan sampel dilakukan dengan total sampling dengan total sampel yang didapat yaitu 51 anak Data yang digunakan adalah data primer yaitu usia jenis kelamin dan kadar hemoglobin Variabel terikat yaitu anemia dan variabel bebas yaitu usia dan jenis kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada anak usia 3 9 tahun sebesar 25 5 dengan rincian pada anak usia 3 6 tahun sebesar 25 dan pada anak usia 7 9 tahun sebesar 28 6 sementara prevaleni anemia pada anak perempuan sebesar 39 1 dan anak laki laki sebesar 14 3 Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan anemia Fisher p 1 000 tetapi terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan anemia Chi square p 0 043 Prevalensi anemia pada penelitian ini masih tinggi Oleh karena itu untuk mengurangi prevalensi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan gizi terhadap anak dengan memberikan zat gizi mikro seperti vitamin A vitamin B9 vitamin B12 dan zat besi

Anemia is a serious public health problem in Indonesia It is commonly affecting 1 to 4 years old children Generally prevalence of anemia is higher in girls than boys Anemia is negatively impacts children growth and develpoment This study aims to determine the prevalence of anemia and its associated factors This study used cross sectional survey The sample included 51 children aged 3 to 9 years old in Tapak Sunan Condet 2011 The data that used are age sex and hemoglobin concentration Dependent variable is anemia and independent variable are age and gender Result revealed that 25 5 of 3 to 9 years old chidren were anemia Anemia prevalence was lower in 3 6 years old children 25 than 7 9 years old children 28 6 The prevalence of anemia is higher in girls 39 1 than boys 13 9 Age of the children was not significantly associated with anemia Fisher p 1 000 Meanwhile sex of the children was significantly associated with anemia Chi square p 0 043 The control of anemia should be considered as serious health problem in Indonesia Micronutrient intake of children such as vitamin A vitamin B9 vitamin B12 and iron should be increased to overcome this problem"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library