Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nisa Arifa Aldi
"Kimia Farma Trading and Distribution memegang peranan penting dalam pendistribusian produk farmasi. Pedagang Besar Farmasi diharuskan melakukan dokumentasi pemasukan dan pengeluaran obat atau alat kesehatan ke dalam suatu sistem dan kartu stok. Pengendalian stok dilakukan secara rutin setiap hari melalui uji petik dan setiap tiga bulan melalui stock opname untuk memastikan jumlah fisik barang sesuai dengan sistem stok. Metode penelitian menggunakan metode konkuren dengan pengamatan langsung melalui uji petik dan pencatatan jumlah stok produk Venus Two Way Cake No. 1, 2, dan 3 serta serbuk Venus Refill Two Way Cake No. 1, 2, dan 3. Hasil penelitian ditemukan adanya perbedaan antara stok sistem, kartu stok, dan barang fisik. Produk Venus Two Way Cake No. 1 ditemukan kurang dari 5 item, Venus Two Way Cake No. 2 ditemukan lebih dari 10 item, dan Venus Refill Two Way Cake No. 2 ditemukan kurang dari 5 item. Untuk meminimalisir perbedaan tersebut, maka dilakukan langkah-langkah yaitu uji petik. Apabila ditemukan perbedaan maka dilakukan investigasi. Investigasi meliputi penghitungan ulang stok fisik, pelacakan tanda terima, dan pemantauan penjualan melalui kartu stok, sistem, faktur pembelian, dan konfirmasi dengan pembeli atau ekspedisi. Sebagai kesimpulan, dapat disimpulkan bahwa metode uji petik efektif dalam melacak perbedaan antara stok sistem, fisik, dan kartu.

Kimia Farma Trading and Distribution plays a crucial role in the distribution of pharmaceutical products. Pharmaceutical Wholesalers are required to do documentation the input and output of drugs or medical equipment into a system and stock cards. Stock control is performed routinely every day through a pick tests and every three months through stock opname to ensure that the physical quantity of goods matches the stock system. The research method uses a concurrent method with direct observation through pick tests and recording the stock amount of the Venus Two Way Cake No. product. 1, 2, and 3 as well as Venus Refill Two Way Cake powder no. 1, 2, and 3. The research results found differences between system stock, stock cards, and physical goods. Venus Two Way Cake product no.1 was found to be less than 5 items, Venus Two Way Cake no.2 was found to be more than 10 items, and Venus Refill Two Way Cake no.2 was found to be less than 5 items. To minimize these differences, steps are taken is pick test. If a difference is identified, an investigation is initiated. Investigations involve recalculating physical stock, tracking receipts, and monitoring sales through stock cards, systems, purchase invoices, and confirmation with buyers or expeditions. In conclusion, it can be inferred that the pick test method is effective in tracing differences between the system, physical, and card stock."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Arifa Aldi
"Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Salah satu parameter evaluasi pelayanan instalasi farmasi adalah ketepatan jenis, jumlah dan waktu pelayanan resep. Dari evaluasi ini dapat diperoleh informasi adanya resep yang tidak terlayani yang berdampak pada kepuasan pasien. Persentase obat yang terlayani harus mencapai 100% yang menunjukkan bahwa instalasi farmasi patuh dalam penyediaan obat di rumah sakit. Hasil penelitian diperoleh data total resep sebanyak 799 lembar dengan total item obat adalah 2.004 item. Didapatkan persentase resep obat terlayani 98.30%, obat tidak terlayani 1.70%, dan obat diganti 2.54%. Pengelompokkan obat tidak terlayani antara lain obat formularium (65.88%) dan obat non formularium (34.12%). Obat tidak terlayani disebabkan oleh adanya penggantian item obat dalam resep yang ditulis dokter. Instalasi farmasi dapat mengganti item obat yang tidak terlayani dengan obat yang memiliki kandungan sama sesuai dengan aturan kementerian kesehatan. Perlu dilakukan peningkatan jumlah perencanaan pengadaan dan menambah pilihan item obat sehingga dapat dilakukan substitusi bila obat tidak tersedia di rumah sakit.

Pharmaceutical service standards in hospitals include management standards for pharmaceutical preparations, medical devices, and consumable medical materials as well as clinical pharmacy services. One of the parameters for evaluating pharmaceutical installation services is the accuracy of the type, quantity, and time of prescription services. From this evaluation, information can be obtained about the existence of unserved prescriptions that have an impact on patient satisfaction. The percentage of medicines served must reach 100%, which shows that the pharmaceutical installation is compliant in providing medicines in hospitals. The research results obtained data on a total of 799 prescriptions with a total of 2,004 medicinal items. It was found that the percentage of drug prescriptions served was 98.30%, 1.70% of drugs not served, and 2.54% of drugs replaced. The groupings of unserved drugs include formulary drugs (65.88%) and non-formulary drugs (34.12%). Medication not served is caused by a replacement drug item in the prescription written by the doctor. Pharmacy installations can replace unserved drug items with drugs that have the same content by Ministry of Health regulations. It is necessary to increase the number of procurement plans and increase the choice of drug items so that substitutions can be made if the drug is not available in the hospital."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Arifa Aldi
"Suplemen makanan adalah produk yang berfungsi untuk melengkapi nutrisi yang didapat dari makanan. Multivitamin adalah produk yang memiliki formula mencakup vitamin tunggal, beberapa, bahkan kombinasi dengan mineral. Soft selling adalah metode promosi secara halus yaitu tidak langsung mengarahkan konsumen untuk membeli produk sehingga konsumen tidak merasa terpaksa untuk membeli produk. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode wawancara dan deskriptif melalui platform media sosial berupa instagram. Pengamatan dilakukan dengan melakukan riset terhadap produk suplemen dan multivitamin, pembuatan konsep, melakukan promosi, mengumpulkan data pembeli, dan melakukan analisis. Hasil penelitian ini didapatkan profil pembeli yang melakukan pembelian melalui soft selling berdasarkan jenis kelamin, perempuan sebanyak 57% dan laki-laki sebanyak 42%. Berdasarkan usia, 71,5% pembeli berusia 17-24 tahun dan 28,5% berusia 25-45 tahun. Berdasarkan status pekerjaan, 72,5% pekerja dan 28,5% pelajar/mahasiswa. Berdasarkan alasan membeli produk, 71,44% membeli karena konten menarik dan edukatif, 14,28% membeli karena promo produk, dan 14,28% membeli karena testimoni produk. Hasil penjualan pada tanggal 20-27 Oktober 2022 sebanyak 7 transaksi dengan omset Rp 1.268.500 dengan presentasi pengikut instagram yang tertarik untuk membeli sebanyak 0,61% sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan metode soft selling dapat digunakan untuk meningkatkan penjualan suplemen dan multivitamin.

Food supplements are products designed to complement the nutrients obtained from food. Multivitamins are products formulated with single vitamins, various combinations, and even minerals. Soft selling is a subtle promotional method that does not directly instructing consumers to purchase a product, ensuring that they do not feel pressured to buy. The method used in this research are interviews and a descriptive via the social media platform Instagram. Observations were made by conducting research on supplement and multivitamin products, developing concepts, executing promotions, collecting buyer data, and conducting analysis. The results of this research showed that the profile of buyers who made purchases through soft selling was based on gender, 57% female and 42% male. Based on age, 71.5% of buyers are 17-24 years old and 28.5% are 25-45 years old. Based on employment status, 72.5% are workers and 28.5% are students. Based on reasons for buying products, 71.44% bought because of interesting and educational content, 14.28% bought because of product promotions, and 14.28% bought because of product testimonials. The sales outcomes for October 20–27, 2022, included 7 transactions generate a turnover of IDR 1,268,500 with a percentage of Instagram followers who were interested in buying as much as 0.61%, so it can be concluded that the application of the soft selling method can be used to increase sales of supplements and multivitamins."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Arifa Aldi
"Suplemen makanan adalah produk yang berfungsi untuk melengkapi nutrisi yang didapat dari makanan. Multivitamin adalah produk yang memiliki formula mencakup vitamin tunggal, beberapa, bahkan kombinasi dengan mineral. Soft selling adalah metode promosi secara halus yaitu tidak langsung mengarahkan konsumen untuk membeli produk sehingga konsumen tidak merasa terpaksa untuk membeli produk. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode wawancara dan deskriptif melalui platform media sosial berupa instagram. Pengamatan dilakukan dengan melakukan riset terhadap produk suplemen dan multivitamin, pembuatan konsep, melakukan promosi, mengumpulkan data pembeli, dan melakukan analisis. Hasil penelitian ini didapatkan profil pembeli yang melakukan pembelian melalui soft selling berdasarkan jenis kelamin, perempuan sebanyak 57% dan laki-laki sebanyak 42%. Berdasarkan usia, 71,5% pembeli berusia 17-24 tahun dan 28,5% berusia 25-45 tahun. Berdasarkan status pekerjaan, 72,5% pekerja dan 28,5% pelajar/mahasiswa. Berdasarkan alasan membeli produk, 71,44% membeli karena konten menarik dan edukatif, 14,28% membeli karena promo produk, dan 14,28% membeli karena testimoni produk. Hasil penjualan pada tanggal 20-27 Oktober 2022 sebanyak 7 transaksi dengan omset Rp 1.268.500 dengan presentasi pengikut instagram yang tertarik untuk membeli sebanyak 0,61% sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan metode soft selling dapat digunakan untuk meningkatkan penjualan suplemen dan multivitamin.

Food supplements are products designed to complement the nutrients obtained from food. Multivitamins are products formulated with single vitamins, various combinations, and even minerals. Soft selling is a subtle promotional method that does not directly instructing consumers to purchase a product, ensuring that they do not feel pressured to buy. The method used in this research are interviews and a descriptive via the social media platform Instagram. Observations were made by conducting research on supplement and multivitamin products, developing concepts, executing promotions, collecting buyer data, and conducting analysis. The results of this research showed that the profile of buyers who made purchases through soft selling was based on gender, 57% female and 42% male. Based on age, 71.5% of buyers are 17-24 years old and 28.5% are 25-45 years old. Based on employment status, 72.5% are workers and 28.5% are students. Based on reasons for buying products, 71.44% bought because of interesting and educational content, 14.28% bought because of product promotions, and 14.28% bought because of product testimonials. The sales outcomes for October 20–27, 2022, included 7 transactions generate a turnover of IDR 1,268,500 with a percentage of Instagram followers who were interested in buying as much as 0.61%, so it can be concluded that the application of the soft selling method can be used to increase sales of supplements and multivitamins."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Arifa Aldi
"Penggunaan obat di puskesmas dapat dikatakan terbatas karena jumlah pelayanan kesehatan pada puskesmas yang terbatas. Penggunaan obat mendorong pelaksanaan pengadaan obat di puskesmas yang membutuhkan proses perencanaan kebutuhan. Proses tersebut membutuhkan data laporan pemakaian dan permintaan obat (LPLPO) yang dikelola oleh Apoteker. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk melihat efektivitas laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) di Puskesmas Purwokerto Selatan pada periode triwulan II tahun 2023. Metode pengambilan data penelitian menggunakan metode retrospektif. Pada puskesmas Purwokerto Selatan, didapatkan jumlah persediaan yang terdapat dalam data LPLPO sebanyak 282 obat, alat kesehatan, dan larutan laboratorium. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu pemakaian obat tertinggi diduduki oleh golongan vitamin sebanyak 12600 jenis (vitamin B kompleks). Sementara itu, permintaan obat tertinggi diduduki oleh golongan vitamin sebanyak 15450. Permintaan obat ditemukan angka negative yang menunjukkan tidak dilakukannya permintaan. Berdasarkan penelitian tersebut, pembuatan laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) di Puskesmas Purwokerto Selatan dibuat dengan efektif karena sudah mencatat data LPLPO yang mencakup stok awal, penerimaan, persediaan, pemakaian, sisa stok, stok optimum, permintaan, pemberian, serta nomor batch dan ED secara lengkap.

The use of drugs in community health centers (Puskesmas) can be considered limited due to the constrained healthcare services provided by this Puskesmas. The use of drugs necessitates the implementation of drug procurement at Puskesmas, which requires a planning process based on usage and demand data, managed by pharmacists through Drug Usage and Request Forms (LPLPO). Therefore, a study was conducted to assess the effectiveness of Drug Usage and Request Forms (LPLPO) at the South Purwokerto Community Health Center in the second quarter of 2023. The research data were collected using a retrospective method. At the South Purwokerto Community Health Center, the data from LPLPO indicated a total inventory of 282 drugs, medical equipment, and laboratory solutions. The research findings revealed that the highest drug usage was in the vitamin category, specifically 12,600 units (vitamin B complex). Meanwhile, the highest drug demand came from the vitamin category, totaling 15,450 units. Negative figures were observed in drug demand, indicating a lack of requests. Based on the study, the Drug Usage and Request Forms (LPLPO) at the South Purwokerto Community Health Center were deemed effective as they comprehensively documented LPLPO data, including initial stock, receipts, inventory, usage, remaining stock, optimum stock, demand, dispensing, batch numbers, and expired date."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Arifa Aldi
"Industri farmasi merupakan sebuah badan usaha yang mendapatkan izin dari menteri kesehatan untuk menjalankan kegiatan pembuatan bahan obat atau obat. Kegiatan pembuatan obat mencakup semua kegiatan yang menghasilkan obat, meliputi pengadaan bahan awal dan pengemas, proses produksi, proses pengemasan, proses pengawasan dan pemastian mutu dengan hasil akhir obat yang siap didistribusikan. CPOB bertujuan untuk memastikan mutu produk industri farmasi yang dihasilkan memenuhi syarat serta sesuai dengan tujuan penggunaannya. PT. Kalbe Farma merupakan perusahaan yang memproduksi produk kesehatan publik paling besar dalam lingkup Asia Tenggara yang telah memiliki sertifikasi CPOB. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu antara lain sistem mutu industri farmasi, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, produksi, cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri, keluhan dan penarikan produk, dokumentasi, kegiatan alih daya, kualifikasi dan validasi. Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Kalbe Farma tanggal 8 Agustus - 30 September 2022, PT. Kalbe Farma telah menerapkan produksi obat sesuai dengan pedoman CPOB mulai dari proses sistem mutu industri farmasi, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, produksi, cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri, keluhan dan penarikan produk, dokumentasi, kegiatan alih daya, serta kualifikasi dan validasi. PT. Kalbe Farma perlu mempertahankan konsistensinya dalam upaya memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan oleh CPOB serta terus mengikuti perkembangan mutu obat yang semakin dinamis.

The pharmaceutical industry is a business entity that obtains permission from the Minister of Health to carry out activities in the manufacture of medicinal substances or medicines. Drug manufacturing activities include all activities that produce drugs, including procurement of starting materials and packaging, production processes, packaging processes, control processes and quality assurance with the final result being drugs that are ready to be distributed. CPOB aims to ensure that the quality of the pharmaceutical industry products produced meets the requirements and is in accordance with their intended use. PT. Kalbe Farma is a company that produces the largest public health products in Southeast Asia and has CPOB certification. CPOB covers all aspects of production and quality control, including the pharmaceutical industry quality system, personnel, buildings and facilities, equipment, production, proper storage and delivery of medicines, quality control, self-inspection, product complaints and releases, documentation, outsourcing activities, qualification and validation. Based on observations at PT. Kalbe Farma 8 August - 30 September 2022, PT. Kalbe Farma has implemented drug production in accordance with CPOB guidelines starting from the pharmaceutical industry quality system process, personnel, buildings and facilities, equipment, production, good drug storage and delivery methods, supervision, selfinspection, complaints and product recalls, documentation, transfer activities - outsourcing, as well as qualification and validation. PT. Kalbe Farma needs to maintain its consistency in efforts to fulfill the competencies required by CPOB and continue to follow increasingly dynamic developments in drug quality."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library