Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Difa Khairunnisa
"Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata Indonesia, suatu perjanjian pada dasarnya harus memenuhi persyaratan hukum dari suatu perjanjian, yang terbagi menjadi persyaratan subyektif dan obyektif. Kegagalan memenuhi persyaratan subyektif dari suatu perjanjian akan mengakibatkan salah satu pihak dapat meminta pembatalan perjanjian. Sementara itu, kegagalan memenuhi persyaratan obyektif perjanjian mengakibatkan perjanjian batal demi hukum, berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata Indonesia. Terdapat problematika mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam suatu perjanjian dimana, hal tersebut merupakan salah satu aspek formalitas dari suatu perjanjian tetapi juga dapat dianggap sebagai salah satu persyaratan material karena hal itu diatur dalam undang-undang. Berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata, dinyatakan bahwa Suatu penyebab dilarang, jika alasan itu dilarang oleh hukum atau jika itu bertentangan dengan moralitas atau dengan ketertiban umum. Skripsi ini terutama membahas konsekuensi hukum jika perjanjian hanya dilaksanakan dalam bahasa Inggris. Skripsi ini akan menggunakan pendekatan yuridis empiris untuk membuktikan apakah itu melanggar keduanya, 1) kewajiban formal untuk menulis perjanjian dalam Bahasa Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU No. 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Simbol Nasional dan Lagu Nasional dan 2) persyaratan obyektif dari suatu perjanjian. Skripsi ini akan menganalisis secara mendalam putusan dari Putusan Mahkamah Agung dengan Nomor: 1572K/Pdt/2015 yang telah dibahas secara besar-besaran karena putusan ini telah menjadi tolak ukur dengan memilih untuk mencabut perjanjian pinjaman antara PT Bangun Karya Pratama Lestari (sebagai debitur Indonesia) dan Nine AM (sebagai kreditor asing) dengan dalil bahwa perjanjian tersebut hanya menggunakan bahasa Inggris oleh karena itu bertentangan dengan UU No. 24 Tahun 2009.

Based on Article 1320 of the Indonesian Civil Code, an agreement must essentially fulfill the legal requirements of an agreement, which is divided into subjective and objective requirements. Failure to fulfill the subjective requirements of an agreement would result in one of the parties could request for the cancellation of the agreement (voidable). Meanwhile, failure to fulfill the objective requirements of an agreement would result in the agreement become null and void, based on Article 1335 of Indonesian Civil Code. There is a problem regarding the use of Indonesian in an agreement where, it is one of the formality aspects of an agreement but also could be considered as one of the material requirement since it is stipulated under the law. Pursuant to Article 1337 of the Civil Code, it is stated that A cause is forbidden, if that reason is prohibited by law or if that is contrary to morality or with public order. This thesis mainly discusses the legal consequences if an agreement only executed in English. This thesis will be using juridical empircal approach to prove whether or not it does violate both, 1) the formal obligation to write the agreement in Bahasa Indonesia (formal obligation) as stipulated in Article 31 Law No. 24 of 2009 concerning Flag, Language, and National Symbols and National Songs and 2) the objective requirements of an agreement (objective requirements). This thesis will deeply analyze verdict from Supreme Court Decision with Number:1572K/Pdt/2015 that has been massively discussed since this verdict has became a benchmark by chose to revoke the loan agreement between PT Bangun Karya Pratama Lestari (as Indonesia's debtor) and Nine AM (as foreign creditor) with the argument that the agreement only used English therefore it against the Law No. 24 of 2009. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Difa Khairunnisa
"Tesis ini membahas mengenai perbuatan notaris yang membuat akta perjanjian kredit dengan jaminan harta bersama tanpa persetujuan dari istri pemberi jaminan. Notaris memiliki kewajiban untuk bertindak saksama, salah satunya adalah dalam pembuatan suatu akta. Berkaitan dengan harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Apabila tidak didapatkan persetujuan dari salah satu pihak, maka tindakan hukum atas harta bersama tersebut adalah batal demi hukum Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kewajiban dan tanggung jawab notaris yang membuat akta perjanjian kredit dengan jaminan bersama tanpa persetujuan dari istri pemberi jaminan sebagaimana terdapat pada Putusan Negeri Medan Nomor 178/Pdt.G/2020/PN Mdn. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif. Adapun pendekatan penelitian dilakukan secara kualitatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian menemukan bahwa dalam kasus a quo, notaris LNR tidak melaksanakan kewajibannya untuk bertindak saksama sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris LNR dapat dikenai sanksi perdata berupa ganti kerugian dengan dasar perbuatan melawan hukum, dan sanksi administratif berupa peringatan dan pemberhentian pada notaris yang terbukti melakukan pelanggaran atas Undang-Undang Jabatan Notaris. Penulis memberikan saran untuk notaris membuat akta perjanjian kredit dengan jaminan berupa harta bersama seharusnya menjalankan kewajibannya untuk senantiasa cermat dengan memeriksa seluruh dokumen yang mendukung bukti bahwa memang telah terjadi suatu perkawinan

This thesis discusses the actions of a notary who makes a credit agreement deed with collateral for joint assets without the consent of the wife of the guarantor. Notaries have an obligation to act carefully, one of which is in making a deed. With regard to joint property, husband or wife can act with the consent of both parties. If no agreement is obtained from one of the parties, then legal action on the joint property is null and void. The issues raised in this study are the obligations and responsibilities of a notary who makes a credit agreement deed with a mutual guarantee without the consent of the wife of the guarantor as contained on the Medan State Decision Number 178/Pdt.G/2020/PN Mdn. To answer these problems, normative legal research methods are used. The research approach is carried out qualitatively with an explanatory research typology. The results of the study found that in the a quo case, the LNR notary did not carry out his obligation to act carefully as stated in Article 16 paragraph (1) letter a of the Notary Position Act. Therefore, LNR notaries may be subject to civil sanctions in the form of compensation on the basis of unlawful acts, and administrative sanctions in the form of warnings and dismissals to notaries who are proven to have violated the Notary Position Act. Therefore, the author advises notaries to make a credit agreement deed with collateral in the form of joint property, they should carry out their obligations to always be careful by checking all documents that support evidence that there has indeed been a marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library