Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Imran Khairul Imam
Abstrak :
ABSTRAK
Desa Cisitu di Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan sumber penghidupan sebagai petani teh.  Keberlanjutan sumber penghidupan sebagai petani teh menghadapi masalah musim kemarau yang panjang serta naik turunnya harga daun teh. Hal tersebut menyebabkan kebun teh di Desa Cisitu dimanfaatkan juga untuk ditanami jenis tanaman lain selain teh. Pengukuran keberlanjutan sumber penghidupan dilakukan dengan metode kualitatif. Keberlanjutan sumber penghidupan diukur melalui 5 aset utama yaitu aset alam, aset keuangan, aset fisik, aset manusia serta aset sosial. Aset alam diukur melalui terdapatnya lokasi perkebunan, pelayanan lingkungan serta bencana alam. Aset keuangan diukur melalui modal, aset kehidupan lain serta luas lahan pertanian. Aset fisik diukur melalui mekanisme pertanian, alat penunjang pertanian, teknologi pertanian serta aksesibilitas. Aset manusia diukur dengan kemampuan dan pengetahuan serta ketersediaan tenaga kerja. Aset sosial diukur dengan keikutsertaan dalam kelompok tani serta keterikatan dengan lembaga lain. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi petani yang mampu bertahan hanya sebagai petani teh saja. Semua petani telah memiliki sumber penghasilan lain, baik dengan mengalih fungsikan kebun tehnya maupun dari sumber bukan pertanian. Petani yang masih mengelola kebun tehnya dengan baik adalah mereka yang memiliki aset keuangan yang memadai, serta mendapatkan bantuan dari pemerintah. Profil petani menjadi kunci dari kesempatan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah.  Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa kehidupan petani teh dapat berlanjut sebagai sumber penghidupan jika ada bantuan dan bimbingan dari pemerintah yang dilakukan sesuai dengan profil petaninya.
ABSTRACT
Cisitu Village is one of the villages where tea farming is a livelihood. Tea farmers in Cisitu Village utilized their own land as a source of livelihood. The sustainability of tea farming is facing a long dry season and the unstability of tea leaves price. With this situation, farmer cultivate other kind of plant on the tea plantation land. To measure the sutainability livelihood, this research was conducted by qualitative methods. The sustainability livelihoods was measured by five assetes, namely natural assets, financial assets, physical assets, human assets, and social assets.  Natural assets were measured through the location of plantations, environmental services, and natural disasters. Financial assets were measured through capital, other life assets, and the area of their land. Physical assets were measured through farming mechanisms, agricultural supporting tools, technology, and accessibility. Human assets were measured by the ability and knowledge, and availability of labor. Social assets are measured by participation in farmer groups and collaboration with institutions.  The results shows that tea farmers could not depend on tea as their main source. All farmers has other livelihood sources, either by changing some parts of their tea plantation or other financial source different than agriculture. Farmers that well manage their tea plantation are the one that have better financial assetes, and support by the government program.  Farmer profile is the key to have the chance to the government program. The conclusion of this study shows that tea farming as livelihood could be sustain if support and guidance from the government carried out base on the farmer profile.

2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imran Khairul Imam
Abstrak :
Desa Cisitu di Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan sumber mata pencaharian sebagai petani teh. Keberlanjutan mata pencaharian sebagai petani teh menghadapi masalah musim kemarau yang panjang dan naik turunnya harga daun teh. Hal ini menyebabkan kebun teh di Desa Cisitu dimanfaatkan untuk menanam jenis tanaman lain selain teh. Pengukuran keberlanjutan mata pencaharian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Keberlanjutan penghidupan diukur melalui 5 aset utama, yaitu aset alam, aset finansial, aset fisik, aset manusia, dan aset sosial. Aset alam diukur dengan lokasi perkebunan, jasa lingkungan dan bencana alam. Aset keuangan diukur melalui modal, aset hidup lainnya dan luas lahan pertanian. Aset fisik diukur melalui mekanisme pertanian, alat pendukung pertanian, teknologi pertanian dan aksesibilitas. Aset manusia diukur dari kemampuan dan pengetahuan serta ketersediaan tenaga kerja. Aset sosial diukur dengan partisipasi dalam kelompok tani dan keterlibatan dengan lembaga lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi petani yang mampu bertahan hanya sebagai petani teh. Semua petani memiliki sumber pendapatan lain, baik dengan mengkonversi kebun teh mereka atau dari sumber non-pertanian. Petani yang masih mengelola kebun tehnya dengan baik adalah mereka yang memiliki aset keuangan yang memadai dan mendapat bantuan dari pemerintah. Profil petani menjadi kunci peluang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa kehidupan petani teh dapat berlanjut sebagai sumber penghidupan jika ada pendampingan dan pembinaan dari pemerintah yang dilakukan sesuai dengan profil petani tersebut.
Cisitu Village in Sukabumi Regency is one of the villages that still maintains a source of livelihood as tea farmers. Sustainability of livelihoods as tea farmers face the problem of a long dry season and the ups and downs of tea leaf prices. This causes the tea garden in Cisitu Village to be used to grow other types of plants besides tea. Measurement of livelihood sustainability is carried out using qualitative methods. Livelihood sustainability is measured through 5 main assets, namely natural assets, financial assets, physical assets, human assets, and social assets. Natural assets are measured by plantation location, environmental services and natural disasters. Financial assets are measured through capital, other living assets and the area of ​​agricultural land. Physical assets are measured through agricultural mechanisms, agricultural support tools, agricultural technology and accessibility. Human assets are measured by the ability and knowledge as well as the availability of labor. Social assets are measured by participation in farmer groups and involvement with other institutions. The results of this study indicate that there are no longer farmers who are able to survive only as tea farmers. All farmers have other sources of income, either by converting their tea gardens or from non-agricultural sources. Farmers who still manage their tea gardens well are those who have adequate financial assets and receive assistance from the government. Farmer profiles are the key to opportunities to get assistance from the government. The conclusion of this study shows that the life of tea farmers can continue as a source of livelihood if there is assistance and guidance from the government carried out according to the profile of the farmer.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library