Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Husni Thamrin
Abstrak :
ABSTRAK
Secara teoritis, pertumbuhan kota menuntut adanya pertumbuhan pelayanan perkotaan yang memadai. Namun kenyataannya tidaklah selalu demikian. Dengan mencurahkan perhatian pada sektor air minum, studi ini dilakukan di Palembang. Dijumpai persoalan distribusional yang tidak merata. Persoalan distribusional berkaitan erat dengan persoalan kebijakan. Dari sisi institusional, dipahami bahwa dinamika kebijakan tidaklah terjadi dalam ruangan yang hampa. Dalam arti, kebijakan pada akhirnya merupakan hasil interaksi di antara para aktor yang terlibat di dalamnya. Dengan pemahaman demikian, studi ini dilakukan.

Pokok persoalan yang diamati diarahkan pada interaksi antara PDAM dengan aktor regulatornya, sumber daya yang dimiliki, hubungan pertukaran dan dependenci antara PDAM dan aktor regulatornya, serta "rules of the game" yang ada.

Kerangka hirarki kebijakan Bromley digunakan untuk melihat berbagai kebijakan formal yang berlaku mengenai perair minuman, baik dalam lingkup nasional maupun daerah. Untuk menganalisis "regulatory relationship", terutama interaksi PRAM dan aktor regulatornya, serta "rules of the game" yang diterapkan, digunakan konsep "dependence-power" dari Rhodes.

Hasil studi memperlihatkan bahwa selain Pemda Tingkat II Palembang, terdapat aktor regulator lainnya, yakni Depdagri dan Departemen PU, yang dimungkinkan berdasarkan peraturan yang ada untuk melakukan pembinaan terhadap PDAM. Namun dari hasil studi terlihat pula bahwa PDAM Tirta Musi dengan penguasaannya atas sejumlah sumber daya organisasi memiliki posisi yang relatif kuat. Dijumpai adanya mutually dependence di antara para aktor (termasuk PDAM).

"Rules of the game" yang disepakati bersama terutama dalam hubungan antara pemda sebagai pemilik dengan PDAM terdiri dari aturan normatif dan pragmatis. Aturan normatif meliputi perluasan jangkauan distribusi pelayanan, dan peningkatan efisiensi pengelolaan; dan aturan pragmatis meliputi legitimate sphere of

action, depalitized issue, dan mutual understanding and accomodation. Dengan posisinya yang kuat PDAM terlibat penuh dalam penulisan ketentuan, terutama pada lingkup daerah. Dalam beberapa hal, karena PDAM dianggap lebih mengetahui persoalan di lapangan, fleksibilitas penerapan aturan menjadi mungkin.

Studi ini juga membuktikan tesis Rhodes, bahwa pemerintah pusat memiliki power yang kuat dalam menetapkan suatu kebijakan, namun tidak dalam implementasi kebijakan. Kesimpulan penting lainnya, terlihat bagaimana masyarakat tidak termasuk dalam jaringan kebijakan, sehingga pada akhirnya pelayanan pada self-interest organization menjadi mungkin. Kalaupun terdapat kesamaan dengan kepentingan masyarakat, boleti jadi hal ini hanya kebetulan belaka.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Husni Thamrin
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang sebuah gerakan pada sekitar tahun 1917-1922, yang bernama Gerakan Djawa Dipa, yang salah satu tujuan didirikannya adalah untuk menghancurkan feodaiisme Jawa pada saat itu. Gerakan ini berangkat dari suatu gagasan bahwa unggah-ungguh yang terdapat dalam bahasa Jawa harus dihilangkan dan diganti dengan hanya memakai satu tingkat bahasa Jawa raja, yaitu bahasa Jawa Ngoko. Menurut para pendukung panji gerakan ini, memakai bahasa Jawa yang penuh dengan unggah-ungguh hanya akan membuat rakyat Jawa menjadi takut, bermental budak, dan tidak pernah berani untuk menyuarakan kebenaran. Budaya feodal semacam itu sudah tidak relevan lagi dengan gerak kemajuan zaman yang tengah melanda tanah Hindia pada saat itu, sehingga adanya sinar Aji Dipa yang dimiliki oleh gerakan Djawa Dipa akan memberikan cahaya kesada_ran bagi rakyat Jawa.Proses tersebut didorong pula oleh perkembangan kapitalisme yang tengah terjadi di Hindia Belanda pada saat itu. Arus informasi yang terjadi banyak memberikan pengaruh pada kaum pergerakan, yang akhir_nya memberikan mereka gagasan-gagasan baru serta pandangan baru tentang zamannya. Ini pula yang salah satunya mereka manifestasikan dalam gerakan Djawa Dipa, ataupun perdebatan yang muncul dalam Kongres Kebudayaan Jawa pada tahun 1919. Di atas panggung pergerakan, Ngoko yang diperj_uangkan oleh Djawa Dipa ternyata juga menjadi bahasa alternatif bagi agitasi politik untuk buruh atau petani yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan saat itu. Alasannya cukup sederhana namun dapat masuk akal, yaitu ngoko merupakan bahasa sehari-hari mereka dan bahasa yang paling dimengerti oleh mereka. Dengan kata lain munculnya gerakan ini ke tengah panggung pergerakan merupakan suatu reaksi terhadap perubahan zaman yang sedang terjadi dan juga karena tuntutan kebutuhan pergerakan itu sendiri akan adanya suatu bahasa yang dapat dimengerti dan dite_rima sebagai bahasa yang dapat menghubungkan tokoh_tokoh pergerakan dengan massa buruh atau petani.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S12451
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library