Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Farhan Nugraha
"Kedudukan hukum BUMN Persero dalam permohonan PKPU berdasarkan Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal tersebut mengatur bahwa hanya Menteri Keuangan yang berwenang mengajukan permohonan pailit atau PKPU bagi BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, dengan seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham. Namun, terdapat ketidakkonsistenan dalam penerapan pasal tersebut terhadap BUMN Persero, seperti yang terlihat pada kasus PKPU PT Jasa Marga Tbk dan PT Indofarma Tbk. Dalam kasus Jasa Marga, pengadilan mengakui kewenangan kreditor untuk mengajukan permohonan PKPU, sementara dalam kasus Indofarma, kewenangan tersebut ditolak.Ketidaksinkronan ini juga mencakup perbedaan pemahaman antara definisi Persero dalam Pasal 1 angka 2 UU BUMN dan kriteria BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan. Penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal dengan menganalisis undang-undang dan putusan terkait, termasuk PP No. 72 Tahun 2016 dan UU No. 19 Tahun 2003. Kesimpulannya, BUMN Persero memiliki kedudukan hukum yang serupa dengan perseroan terbatas lainnya, sehingga permohonan pailit atau PKPU dapat diajukan oleh kreditor maupun debitor. Putusan yang berbeda-beda pada kasus serupa menunjukkan bahwa penerapan Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan oleh majelis hakim belum sepenuhnya konsisten, sehingga memerlukan peninjauan lebih lanjut untuk harmonisasi regulasi.
The Legal Standing of State-Owned Enterprises (Persero) in PKPU Applications Under Article 2 Paragraph (5) of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). This article stipulates that only the Minister of Finance is authorized to file for bankruptcy or PKPU against state-owned enterprises (BUMN) engaged in public interest activities, whose entire capital is state-owned and not divided into shares. However, inconsistencies arise in applying this provision to BUMN Persero, as seen in the PKPU cases of PT Jasa Marga Tbk and PT Indofarma Tbk. In the Jasa Marga case, the court acknowledged creditors' authority to file a PKPU application, while in the Indofarma case, this authority was rejected. This inconsistency also stems from differing interpretations of the definition of Persero in Article 1(2) of the BUMN Law and the criteria for BUMN in Article 2(5) of the Bankruptcy Law. This research employs a doctrinal approach by analyzing relevant laws and decisions, including Government Regulation No. 72 of 2016 and Law No. 19 of 2003. The study concludes that BUMN Persero holds a legal standing similar to other limited liability companies, allowing bankruptcy or PKPU applications by creditors or debtors. Varying court decisions on similar cases indicate a lack of consistency in applying Article 2(5), necessitating further regulatory harmonization. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library