Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Dhimas Judanto
"Di Indonesia, kontrak yang dibuat oleh pemerintah bersifat multi aspek dan mempunyai karakter yang khas. Sekalipun hubungan hukum yang terbentuk antara pemerintah dengan mitranya adalah hubungan kontraktual, tetapi di dalamnya terkandung tidak saja hukum privat, tetapi juga hukum publik. Adanya warna publik dalam jenis kontrak ini merupakan ciri yang khas yang membedakan dengan kontrak komersial pada umumnya. Di Indonesia hubungan kontraktual yang terjadi antara pemerintah dengan penyedia barang dan jasa masuk ke dalam ranah hukum perdata. Hal tersebut menjadi suatu permasalahan mengingat posisi pemerintah sebagai institusi publik yang berbeda dengan badan hukum lainnya. Sebagai badan publik, pemerintah memiliki beberapa keuntungan yang tidak dimiliki oleh badan hukum lainnya. Berbeda dengan Indonesia, di Perancis hubungan yang terjadi antara pemerintah dengan penyedia barang dan jasa termasuk ke dalam ranah hukum administratif.
Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang akan penulis bahas ialah hubungan hukum dan pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia, hubungan hukum dan pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah di Perancis, dan perbandingan hubungan hukum dan pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah antara Indonesia dan Perancis. Penulis menggunakan kajian ilmu hukum normatif, dengan penelitian kepustakaan berpendekatan undang-undang dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menyarankan kepada pemerintah untuk melengkapi pengaturan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah, lebih khusus mengenai pengadilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dimana dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tidak secara tegas mengatur mengenai hal tersebut. Hal ini penulis maksudkan agar dihasilkan peraturan yang lebih jelas, lengkap, dan tepat mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah.

In Indonesia, contract made by the government are multi faceted and have a distinctive character. Although the legal relationship created between the Government and its partners is a contractual relationship, but it contains not only private law, but also public law. In Indonesia the contractual relationship between the government and the provider of goods and services is still included within the scope of civil law. This concept creates some problems due to the position of government as public institution is different with private institutions. As public institution, the government has several privileges that it has not been provided by private institutions. Nevertheless, in France, the relationship between the Government and the providers of good and services is included within the scope of administrative law.
In this regard, the issues that author will discuss are legal relationship and government procurement arrangements in Indonesia, legal relationship and government procurement arrangements in France, and the comparison of legal relationship and government procurement arrangements between Indonesia and France. Author applies normative legal study, with literature research as the source by using the law approach and comparative approach. The result suggested to the government to complete the regulation on procurement of government goods and services, more specifically regarding the courts authorized to resolve the dispute, which is not clearly stated in the Presidential Regulation No. 16 of 2018. Author intends to produce a clearer, complete, and more precise regulation on the procurement of government goods and services.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dhimas Judanto
"Jual-beli kapal oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia banyak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan transportasi sebagai negara kepulauan. Namun yang menjadi persoalan adalah apabila jual beli kapal yang berada di Indonesia dilakukan antara Badan Usaha Asing dengan Badan Usaha Indonesia dan dilakukan di luar negeri. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai keberlakuan ketentuan Pasal 17 dan 18 AB terkait dengan kasus dalam putusan nomor 48/Pdt.G/2020/PN.Ptk; dan, analisis akta peralihan kapal yang dibuat di hadapan Notary Public di Singapura yang tidak memiliki sertfikat apostille untuk digunakan di Indonesia.
Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitan hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif analisis. Hasil analisis adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 18 AB terhadap jual beli kapal yang dilaksanakan di Singapura berlaku ketentuan di tempat tindakan hukum itu dilakukan yaitu Singapura, sedangkan dikarenakan kapal sudah tidak terdaftar lagi di Mongolia, maka tidak berlaku ketentuan Pasal 17 AB karena sudah tidak ada unsur asing di dalamnya.
Adapun saran yang dapat diberikan berupa percepatan penyelesaian  Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Layanan Legalisasi Apostille pada Dokumen Publik selaku peraturan pelaksana dari Konvensi Apostille dilaksanakan dengan baik dan tepat pada waktunya. Sehingga layanan Apostille dapat segera diselenggarakan di Indonesia.

The sale and purchase of vessel by Indonesian citizens or Indonesian legal entities is done a lot to meet transportation needs as an archipelagic country. However, the problem is if the sale and purchase of vessel in Indonesia is carried out between a foreign business entity and an Indonesian business entity and is carried out abroad. The issues raised in this research are the applicability of the provisions of Articles 17 and 18 AB related to the case in court judgement number 48/Pdt.G/2020/PN.Ptk; and the analysis of vessel’s deed of sale and purchase made before a Notary Public in Singapore that does not have an apostille certificate for use in Indonesia.
To answer these problems, a normative legal research method is used with the type of descriptive analysis research. The results of the analysis are in accordance with the provisions of Article 18 AB for the sale and purchase of vessel carried out in Singapore, the law applies where the legal action was carried out, namely Singapore, while because the vessel is no longer registered in Mongolia, then the provisions of Article 17 AB do not apply because there are no foreign elements in it.
The suggestions that can be given are to accelerate the completion of the regulation draft from The Minister of Law and Human Rights regarding Apostille Legalization Services on Public Documents as implementing regulations of the Apostille Convention carried out properly and on time. So that Apostille services can be immediately held in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library