Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhadi
Abstrak :
Studi Perencanaan Manajemen Produksi dan Inventori (PIM) pada LOBP Tanjung Perak UPPDN V Surabaya adalah suatu studi evaluasi pelaksanaan yang dilaksanakan saat ini di LOBP Tanjung Perak terhadap prinsip-prinsip PIM MRP II dan kemungkinan penerapan PIM Solusi, sebagai pengembangan PIM saat ini dengan lebih memperkuat penerapan PlM MRP II. Dalam studi ini juga dilakukan perhitungan uji coba penerapan PIM Solusi dan hasilnya dibandingkan dengan PIM saat ini. Pada perhitungan penerapan PIM Solusi dilakukan tahapan standar, yaitu mulai forecasting, production planning, master production scheduling, dan material requirement planning. Hasil perhitungan tersebut dibandingkan PIM saat ini dengan kondisi nyata pada bulan yang sama, yaitu bulan April 2000. Perbandingan tersebut meliputi faktor kelebihan stok, kekurangan stok, dan jumlah akhir material bahan baku. Dari studi ini didapatkan hasil bahwa PIM saat ini telah menerapkan sebagian besar prinsip PIM MRP II dan dengan kondisi saat ini memungkinkan untuk lebih dikembangkan penerapan prinsip MRP II sebagai PIM Solusi. Dan dari perbandingan uji coba PIM Solusi menunjukkan kondisi yang lebih baik dari PIM saat ini apabila safety stock yang diambil adalah 0-75% dari rencana produksi. Selain hasil studi di atas, hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah penentuan besarnya safety stock (SS). Studi ini menjelaskan bahwa besar SS selain untuk menentukan besarnya pelayanan pelanggan, juga menentukan optimalisasi biaya produksi dan inventori dibandingkan biaya kekurangan produk. ......The study of Production and inventory management planning (PIM) at LOBP Tanjung Perak UPPDN V Surabaya is the PIM evaluation study that has done at LOBP Tanjung Perak against PIMMRP II principals, and possibility to apply improvement PIM with more MRP II principals. In this study, Improvement PIM is done as case to compare with existing PIM. The processes of improvement PIM follow the standard of MRP II are forecasting, production planning, master production scheduling, and material requirement planning. And the results will be comparing in over stock, shortage stock and volume of inventory with existing PIM at April 2000 realizations. The results of this study show that the existing PIM have applied almost all of MRP principals, so that is possible to improve become PIM that base on all of MRP principals. And the result of evaluations gives a fact that the improvement PIM with safety stock 0 - 75% production planning is better than existing PIM. The important thing that we can get from this study is that safety stock not only determine customer service level, but also production and inventory cost optimally to shortage product cost.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T4672
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadi
Abstrak :
Latar Belakang: Infark miokard salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. MACE (Major Adverse Cardiac Event) adalah komplikasi akut utama yang terjadi pada pasien infark miokard, meliputi gagal jantung akut, syok kardiogenik dan aritmia fatal. Diperlukan biomarker yang akurat, mudah dilakukan dan cost-effective untuk memprediksi MACE dan kematian. Cedera hati hipoksik atau HLI (hypoxic liver injury) adalah salah satu biomarker potensial menggunakan kadar enzim hati transaminase (aspartate transaminase) sebagai parameter. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran HLI sebagai prediktor MACE pada pasien infark miokard tanpa gambaran EKG elevasi segmen ST (NSTEMI).

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan keluaran berupa MACE dan kohort retrospektif dengan keluaran kematian selama masa perawatan. Populasi penelitian adalah semua pasien NSTEMI yang menjalani perawatan di ICCU RSCM. Sampel penelitian adalah pasien NSTEMI yang menjalani perawatan di ICCU RSCM pada tahun 2006-2016 dan memenuhi kriteria penelitian sebanyak 277 subyek. Penentuan titik potong HLI berdasarkan kadar aspartate transaminase (AST) yang dapat memprediksi MACE dan kematian dihitung dengan kurva ROC. Analisis multivariat dilakukan menggunakan regresi logistik untuk mendapatkan POR terhadap MACE dengan memasukkan kovariat. Analisis bivariat mengenai sintasan pasien terhadap kematian dilakukan dengan menggunakan kurva Kaplan-Meier dan diuji dengan Log-rank.

Hasil: MACE pada penelitian ini adalah 51,3% (gagal jantung akut 48,4%, aritmia fatal 6,5%, syok kardiogenik 7,2%) dan angka kematian sebesar 6,13%. Median nilai AST adalah 35 U/L pada seluruh subyek, 40 (8-2062) U/L pada subyek dengan MACE dan 31 (6-1642) U/L dengan subyek tanpa MACE (p 0,003). Nilai titik potong yang diambil untuk memprediksi MACE adalah 101,0 U/L (sensitivitas 21,8%, spesifisitas 89,6%, POR 2,727 (IK 95% 1,306-5,696), p 0,006). Pada analisis multivariat tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara HLI dengan MACE. Nilai titik potong untuk memprediksi kesintasan terhadap kematian adalah 99,0 U/L (sensitivitas 23,5%, spesifisitas 83,8%, likelihood ratio + 1,46). Tidak didapatkan perbedaan kesintasan yang bermakna antara subyek dengan nilai HLI di bawah dan di atas titik potong kadar AST.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan median nilai AST yang bermakna pada pasien NSTEMI dengan dan tanpa MACE. Titik potong kadar AST untuk memprediksi MACE adalah 101,0 U/L. Titik potong kadar AST untuk memprediksi kesintasan adalah 99 mg/dl. Tidak terdapat perbedaan kesintasan pada pasien dengan nilai HLI di bawah dan di atas titik potong kadar AST.
Background: Myocard infarction (MI) is the leading cause of death around the world. Major Adverse Cardiac Events (MACE) complicating MI are acute heart failure, cardiogenic shock and fatal arrhytmia. An accurate, easy and cost-effective biomarker is needed to predict MACE and mortality in patients with MI. Hypoxic liver injury (HLI) is a potential biomarker using aspartate transaminase (AST) level as the parameter. This study is aimed to discover HLI's role in predicting MACE in Non ST Elevation Myocard Infarct (NSTEMI).

Method: This study is designed as cross sectional to predict MACE and prospective cohort for survival analysis. Study population is all NSTEMI patients admitted to ICCU of Cipto Mangunkusumo Hospital and study sample are NSTEMI patients admitted to ICCU of Cipto Mangunkusumo Hospital that meets all criteria during 2006-2016 (277 subjects). Cut-off level of AST for HLI to predict MACE and mortality is analyzed using ROC curve and AUC. Survival analysis is done using Kaplan Meier curve and the difference is tested with Log-Rank.

Result: Incidence of MACE in this study is 51.3% (acute heart failure 48.4%, fatal arrhytmia 6.5%, cardiogenic shock 7.2%) and mortality rate is 6.13%. The median of AST level on all subject is 35 U/L, 40 (8-2062) U/L in subjects with MACE and 31 (6-1642) U/L in subjects without MACE (p 0.003). Cut-off level for AST used to predict MACE is 101 U/L (sensitivity 21.8%, specificity 89.6%, POR 2.727 (CI 95% 1.306-5.696), p 0.006). In multivariate analysis, HLI is insignificantly related to MACE. Cut-off level for AST used to predict survival is 99 U/L (sensitivity 23.5%, specificity 83.8%, likelihood ratio + 1.46). There are no significant difference of survival between groups with HLI level below and above the cut-off AST level.

Conclusion: There is significant differences of median AST level between NSTEMI patients with and without MACE. Cut-off level for AST used to predict MACE is 101 U/L. Cut-off level for AST used to predict survival is 99 U/L. There are no significant difference of survival between groups with AST level below and above the cut-off AST level.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadi
Abstrak :
Sampai saat ini diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di kota Jakarta khususnya Kecamatan Koja Kota Jakarta Utara. Laporan penyakit diare di Kecamatan Koja selama tahun 2007 sebanyak 1.844 dengan Prevalen Rate (PR) sebesar 756 per 100.000 penduduk dan angka kematian (CFR) sebesar 0,9 %. Berdasarkan kelompok umur, angka kejadian diare untuk kelompok umur < 1 tahun sebesar 612, umur 1-4 tahun sebesar 708, umur 5 - 14 tahun sebesar 119, umur 15 - 44 tahun sebesar 222 dan umur ≥ 45 tahun sebesar 183. Data penyakit lain yang berhubungan dengan diare seperti campak ada 9 kasus, gizi buruk (malnutrisi) 201 kasus dan tiphus ada 393 kasus. Hasil pemeriksaan kualitas air secara bakteriologis pada bulan Februari 2007, dari 30 sampel air minum isi ulang diperiksa, 18 sampel (60%) tidak memenuhi syarat. Pada bulan November 2007, dari 7 sampel air minum isi ulang diperiksa semuanya dinyatakan memenuhi syarat, dari 12 sampel air PAM diperiksa, 4 sampel (33,33 %) tidak memenuhi syarat dan dari 11 sampel air hidrant diperiksa, 1 sampel (9,09 %) tidak memenuhi syarat. Ada kecurigaan bahwa penyebab terjadinya diare di Kecamatan Koja adalah kuantitas dan kualitas penyediaan air bersih dan air minum tidak memenuhi syarat. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan antara kandungan E. coli pada air minum dengan diare pada balita sebagai bahan informasi perencanaan program penanggulangan dan antisipasi Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Kecamatan Koja. Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study dengan melakukan observasional melalui pengukuran sesaat atau satu kali pada bulan April sampai dengan Mei 2008 terhadap variable independen yaitu kandungan E. Coli pada air minum dan variabel dependen yaitu kejadian diare pada balita dengan mengikutsertakan variabel perancu meliputi jenis kelamin, kelompok umur, status gizi, status imunisasi, ada tidaknya penyakit infeksi selain diare, minum pakai botol, kebiasaan cuci tangan, status ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sumber air minum, sumber air bersih, tingkat risiko pencemaran dan kualitas jamban keluarga. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara kandungan E.coli pada air minum dengan kejadian diare pada balita. Variabel yang ada hubungan bermakna dengan kejadian diare pada balita adalah penyakit infeksi selain diare dengan p value 0,001 dan odd rasio (OR) sebesar 5,241 (95 % CI: 2,146 - 12,800). Sedangkan variabel kelompok umur, status gizi, status imunisasi, minum pakai botol, kebiasaan cuci tangan, status ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuanm, sumber air minum, sumber air bersih, tingkat risiko pencemaran dan kualitas jamban keluarga tidak ada hubungan bermakna dengan kejadian diare pada balita. Diharapkan adanya peningkatan frekuensi kegiatan promosi kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat, meningkatkan cakupan kegiatan surveillans kasus diare dan penyakit lain seperti campak, malnutrisi, disentry, kecacingan dan tiphus serta surveillans faktor risiko. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang penyakit infeksi selain diare yang ada kaitannya dengan kejadian diare pada balita.
Diarrhea has become problem of public health in Jakarta, especially in Koja Sub District, North Jakarta. The report of diarrhea in North Jakarta in 2007 were 1.844 cases with PR 765 per 100.000 people and CFR 0.9%. The highest case of diarrhea happened in February and November 2007. By age group, the number of people suffering from diarrhea are : age group < 1 year : 612, age group 1 - 4 year : 708, age group 5 - 14 : 119, age group 15 - 44 year old : 222 and age group > 45 : 183. Any infectious diseases other than diarrhea such as measles or morbilli were 9 cases, malnutrition 201 cases and typhoid 393 cases. The result of bacteriological assessment of the water in 2007 indicated that 18 (60%) out of 30 samples of refilled drinking water didn`t meet requirement, 4 (33,4%) out of 12 samples of drinking water produced by drinking water enterprises didn`t meet requirement and 1 (9,09%) out of 11 samples of drinking water sampled through reservoir (hydrant) didn`t meet requirement. There`s assumption that the cause of diarrhea in Koja Sub district is related to the quality of clean water which doesn`t meet requirement bacteriologically and it is not sufficiently available. The aim of the research is to get to know the correlation between E.Coli in drinking water and diarrhea occurrence on toddlers as an information for planning of prevention and anticipation of diarrhea outbreak program in Koja Sub district. This research is Cross sectional study by observation through temporary measurement from April up to May 2008 on independent variable which is E.Coli in drinking water and dependent variable which is diarrhea occurrence by considering other variables which are : age group, nutrition status, any infectious diseases other than diarrhea, using bottle to drink, mother`s washing hand habit, economic status, education level of mother, knowledge level of mother, drinking water sources, clean water facilities, the risk level of pollution and the quality of water latrine. The result of study indicates that there`s no significant correlation between E. Coli in drinking water and diarrhea occurrence on toddlers. Variable having significant correlation with diarrhea occurrence is infectious disease other than diarrhea with p value 0,001 and Odd ratio (OR) 5,241 (95 % CI : 2,146 - 12,800) variables such as age group, nutrition status, immunization status, using bottle to drink, mother`s washing hand habit, economic status, education level of mother, knowledge level of mother, drinking water sources, clean water facilities, the risk level of pollution and the quality of water latrine have no significant correlation with diarrhea occurrence on toddlers. It is advisable that there should be the increase of health promotion about healthy life style, surveillance of diarrhea and other diseases, such as measles or morbilli, malnutrition, disentry, soil infection and typhoid as well as surveillance of the risk factor. There should be in dept research about infectious disease other than diarrhea suspected as the cause of diarrhea on toddlers.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T41255
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadi
Abstrak :
ABSTRAK
Dengan semakin banyaknya penggunaan motor induksi sate fasa dalam kehidupan sehari-hari dan makin banyak pula motor tersebut yang menggunakan elemen switch semlkonduktor untuk mengontrol kecepatannya, maka kiranya dlperlukan alat/cara yang cepat untuk memprediksikan penampilan motor tersebut. Tulisan ini memberikan program simulasi yang dapat menampilkan penampilan motor balk keadaan transien maupun keadaan tunak motor kapasitor yang d1 catu dengan mvnber AC langsung dan yang d1 catu dengan konverter dua arah. Hash simulasl yang ditampilkan berupa arcs, tegangan, dan torsi sesaat, karakteristik.- torsi, daya, n4gi tembaga stator, nigi tembaga rotor, dan efisiensi terhadap perubahan 4ecepatan serta harmonik yang timbal akibat pemakalan konverter tersebut. Darl hasil simulasl tersebut diberikan anallsa pengaturan dan penampllan motor.
1996
S38778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadi
Abstrak :
ABSTRAK
Major adverse cardiac event (MACE) adalah komplikasi akut utama yang terjadi pada pasien infark miokard, meliputi gagal jantung akut, syok kardiogenik, dan aritmia fatal. Diperlukan biomarker yang akurat, mudah dilakukan, dan cost-effective untuk memprediksi MACE dan kematian. Cedera hati hipoksik atau HLI (hypoxic liver injury) adalah salah satu biomarker potensial menggunakan kadar enzim hati transaminase (serum glutamic-oxaloacetic transaminase/SGOT) sebagai parameter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran HLI sebagai prediktor MACE pada pasien infark miokard tanpa gambaran EKG elevasi segmen ST (NSTEMI). Metode. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan luaran berupa MACE dan kohort retrospektif dengan keluaran kematian selama masa perawatan. Populasi penelitian adalah semua pasien NSTEMI yang menjalani perawatan di ICCU Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sampel penelitian adalah pasien NSTEMI yang menjalani perawatan di ICCU RSCM pada tahun 2006-2016 dan memenuhi kriteria penelitian. Penentuan titik potong HLI berdasarkan kadar SGOT yang dapat memprediksi MACE dan kematian dihitung dengan kurva ROC. Analisis multivariat dilakukan menggunakan regresi logistik untuk mendapatkan nilai prevalence odds ratio (POR) terhadap MACE dengan memasukkan kovariat. Analisis bivariat mengenai sintasan pasien terhadap kematian dilakukan dengan menggunakan kurva Kaplan-Meier dan diuji dengan log-rank. Hasil. Sebanyak 277 subjek diikutsertakan pada penelitian ini. Proporsi subjek dengan MACE pada penelitian ini adalah 51,3% (gagal jantung akut 48,4%, aritmia fatal 6,5%, syok kardiogenik 7,2%) dan angka kematian sebesar 6,13%. Median nilai SGOT adalah 35 U/L pada seluruh subjek, 40 (rentang 8-2062) U/L pada subjek dengan MACE dan 31 (rentang 6-1642) U/L pada subjek tanpa MACE (p = 0,003). Nilai titik potong yang diambil untuk memprediksi MACE adalah 101,0 U/L (sensitivitas 21,8%; spesifisitas 89,6%; POR 2,727 (IK 95%: 1,306-5,696), p = 0,006). Pada analisis multivariat tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara HLI dengan MACE. Nilai titik potong untuk memprediksi kesintasan terhadap kematian adalah 99,0 U/L (sensitivitas 23,5%; spesifisitas 83,8%; likelihood ratio +1,46). Tidak didapatkan perbedaan kesintasan yang bermakna antara subjek dengan nilai HLI di bawah dan di atas titik potong kadar SGOT. Simpulan. Cedera hati hipoksik (HLI) tidak dapat digunakan untuk memprediksi MACE pada pasien NSTEMI kecuali dikombinasikan dengan variabel lain. Tidak terdapat perbedaan kesintasan yang bermakna antara subjek dengan atau tanpa HLI.
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erwina Muhadi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Karsinoma medular sulit dibedakan secara histopatologik dan imunohistokimia dengan karsinoma invasif NST dengan gambaran medular derajat 3, karena beberapa gambaran yang tumpang tindih. Pembedaannya sangat penting terkait perbedaan tatalaksana dan prognosis. Karsinoma invasif NST dengan gambaran medular derajat 3 dianggap varian dari karsinoma invasif NST derajat 3, sehingga dapat mewakilinya. Karsinoma medular menunjukkan indeks apoptosis yang lebih tinggi dibandingkan karsinoma invasif NST derajat 3. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah indeks apoptosis dapat digunakan untuk mempertajam diagnosis karsinoma payudara medular secara obyektif menggunakan indeks apoptosis. Bahan dan Cara. Dilakukan penelitian retrospektif observasional analitik secara potong lintang terhadap 20 kasus karsinoma medular dan 20 kasus karsinoma invasif NST derajat 3. Dilakukan penilaian indeks apoptosis dengan metode TUNEL (terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated deoxyuridine triphosphate in situ nick endlabeling); selanjutnya membandingkan nilai keduanya dan menghitung titik potongnya. Dari titik potong yang didapat, selanjutnya dibandingkan indeks apoptosisnya pada sediaan simulasi core biopsy dan sediaan mastektomi/eksisinya pada kedua kasus. Hasil. Indeks apoptosis (IA) pada karsinoma medular lebih tinggi secara bermakna dibandingkan karsinoma invasif NST derajat 3 ( p 0,001). Berdasarkan kurva ROC, kami mendapatkan titik potong yang optimal pada IA 1.25. Uji kappa terhadap keselarasan sediaan core biopsy dan eksisi/mastektomi mendapatkan hasil 0,3. Kesimpulan. IA dapat digunakan untuk mempertajam diagnosis karsinoma meduler payudara pada sediaan eksisi/mastektomi. Didapatkan titik potong IA: dinyatakan ´medular´ apabila lebih besar/ sama dengan 1,25. IA potensial dapat membantu pada sediaan core biopsy jika >1.25 pada gambaran histopatologik yang memenuhi sebagian kriteria karsinoma medular.
ABSTRACT
Background. Difficulties are often faced to differentiate between medullary breast carcinoma and invasive carcinoma of no special type with medullary features grade 3, due to morphology and immunohistochemistry overlapping features. It is important to differentiate between them due to differences in the treatment and prognosis . Invasive carcinoma NST with medullary features grade 3 is considered a variant of invasive carcinoma NST grade 3 so it can represent it. Some study showed that apoptotic index in medullary breast carcinoma is higher than invasive carcinoma of no special type grade 3. The aim of this study is to investigate whether apoptotic index can be more definitive in diagnosing medullary breast carcinoma. Patients and methods. This is a retrospective-analytic cross-sectional study using 20 cases of medullary breast carcinoma and 20 cases of invasive carcinoma of no special type grade 3. Apoptotic cell were assessed by TUNEL and the apoptotic index (AI) was calculated. Results. AI in medullary breast carcinoma is significantly higher than invasive carcinoma of no special type grade 3 (p 0,001). The cut off point of AI between medullary carcinoma and invasive carcinoma NST grade 3 is 1.25. Kappa test was done to determine the concordance between core biopsy simulation AI with the related excision/mastectomy and the result is 0,3. Conclusion. The AI can be used to improve diagnostic accuracy of medullary breast carcinoma in excision/mastectomy. The cut off point of the apoptotic index between medullary carcinoma and invasive carcinoma NST grade 3 is 1.25. Only if AI >1.25 can potentially be used to support the diagnosis of medullary carcinoma in core biopsy in case showing some of the medullary carcinoma morphologic criteria.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58559
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanesya Lastika Putri Muhadi
Abstrak :
Pada perkara advokat sebagai pelaku obstruction of justice dalam tindak pidana korupsi, terdapat polemik mengenai eksistensi hak imunitas advokat. Pasal 16 UU Advokat menyebutkan: advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan. Undang- Undang Advokat tidak memberikan penjelasan mengenai standar “iktikad baik”. Lebih lanjut lagi, terdapat perdebatan apakah dengan adanya hak imunitas, advokat harus diperiksa terlebih dahulu di Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebelum diproses menurut hukum acara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, penelitian ini menjawab dua pertanyaan penelitian: pertama, mengenai keberlakuan hak imunitas advokat pada perkara obstruction of justice dalam tindak pidana korupsi; dan kedua, mengenai peran DKOA pada perkara obstruction of justice dalam perkara tindak pidana korupsi. Penelitian ini menunjukkan bahwa seorang advokat dapat dilindungi oleh hak imunitas apabila ia tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan, kode etik, dan proporsionalitas. Meskipun advokat memiliki hak imunitas, tidaklah diperlukan proses pemeriksaan terlebih dahulu oleh DKOA. Peran DKOA pada perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan advokat masih minim, hal tersebut ditandai dengan tidak dipecatnya advokat yang telah dinyatakan bersalah tersebut. Atas permasalahan tersebut, undang-undang perlu mengatur secara rinci mengenai standar “iktikad baik”. Organisasi advokat melalui DKOA seharusnya lebih proaktif dalam mengawasi pelaksanaan kode etik advokat, khususnya mengenai tindak lanjut terhadap advokat yang telah dijatuhi pidana. Selain itu, untuk mencegah berpindah-pindahnya advokat yang telah diberhentikan, diperlukan standar profesi tunggal yang mencakup: pengangkatan advokat, pengawasan advokat, dan dewan kehormatan pusat dari seluruh organisasi advokat yang ada di Indonesia. ......In the case wherein advocate named as a defendant of obstruction of justice in corruption crime cases, there is a polemic about the existence of advocate’s immunity. Article 16 of Advocate’s Act stated that advocates shall not be prosecuted either civil or criminal in carrying out their professional duties in good faith for the benefit of the client’s defense inside or outside court proceedings. Advocate’s act does not provide further explanation about the standard of “good faith”. Furthermore, there is a debate whether with the existence of advocate’s immunity, advocate should be examined by The Disciplinary Committee, before being processed according to criminal procedural law. By using the descriptive method, this study aims to answer two questions: first, regarding the enforcement of advocate’s immunity in obstruction of justice in corruption crime cases; second, regarding the role of The Disciplinary Committee in obstruction of justice in corruption crime cases. This thesis shows that an advocate shall be protected by adcovate’s immunity if he/she take an action in accordance with law and regulations, and Code of Ethics, and proportionality. Despite of the existence of advocate’s immunity, there is no need to carry out preliminary examination process by The Disciplinary Committee. The role of The Disciplinary Committee is not good enough towards advocate who has been convicted for committing obstruction of justice in corruption crime cases. This is indicated by the fact that the advocate is not permanently disbarred from the Bar Association. For this issues, the law and regulation shall regulate clearly the standard of “good faith”. Bar Association should be more proactive in supervising the enforcement of the Code of Ethic, especially when taking action regarding to an advocate who is convicted for committing a crime. Beside that, to prevent the advocate that has been disbarred to join another Bar Association, an integrated professional standard is needed, which is including: registration and qualification of advocates, supervision of advocates, and integrated disciplinary committee for the whole Bar Association.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library