Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mudzakkir
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji masalah korban kejahatan dalam
sistem peradilan pidana yaitu mengenai kedudukan korban
dalam proses penyelesaian perkara pidana, persepsi korban
terhadap proses penyelesaian perkara melalui peradilan
pidana dan proyeksi pengaturan masalah korban dalam sistem
peradilan pidana.
Kajian mengenai sistem peradilan pidana pada umumnya
lebih banyak menyoroti masalah perlakuan terhadap
p elaku/terdakwa. Korban kejahatan sebagai pihak yang paling
banyak menderita kerugian, baik materiil maupun immateriil,
akibat perbuatan pelaku kejahatan, kurang mendapat
perhatian. Kenyataan semacam ini merupakan dampak dari
pandangan tentang (konsep) kejahatan dan hukum pidana.
Kejahatan merupakan pelanggaran terhadap ketertiban
umum atau kepentingan umum, dan semua yang berkaitan dengan
ketertiban umum menjadi monopoli negara. Hak-hak korban
d isubrogasikan pada kepentingan umum/negara tersebut. Atau,
karena hukum pidana termasuk hukum publik dan segala
kepentingan individu (korban) dalam hukum publik tidak
ditonjolkan. Akibatnya, dalam proses peradilan pidana korban
ditempatkan dalam posisi yang pasif dan sebagai bagian atau
alat pembuktian dalam proses peradilan pidana.
Dalam perkembangannya, pemahaman terhadap kejahatan
mulai berubah. Kejahatan tidak lagi dipandang semata-mata
pelanggaran ketertiban umum melainkan juga melanggar hak-hak
individu (korban). Sistem peradilan pidana mulai merespon
terhadap permasalahan korban, yang sebelumnya kurang
mendapat perhatian. Korban kejahatan ditempatkan dalam
posisi sebagai pihak yang dirugikan. Korban memiliki hakhak
yang dapat dituntut pelaksanaanya yaitu hak untuk
menuntut ganti rugi atau sebagai pihak ketiga yang
berkepentingan dapat mengajukan keberatan terhadap tindakan
polisi dan jaksa yang melakukan penghentian penyidikan atau
penunt utan.
Melalui analisis prosentase, dapat diketahui bahwa
persepsi korban terhadap penyelenggaraan peradilan pidana
yang diperankan oleh polisi, jaksa, dan hakim pada umumnya
baik. Penilaian korban yang demikian itu dipengaruhi oleh
pengalamannya berhubungan dengan aparat penegak hukum yang
berhasil membawa terdakwa ke sidang pengadilan dan berakhir
dengan penjatuhan pidana. Terhadap hal-hal yang bersifat
umum dalam penyelenggaraan peradilan pidana, pada umumnya
korban menilai bahwa serangkaian proses peradilan belum
sepenuhnya mewakili atau memenuhi keinginan dan kepentingan
kor ban. Peradilan pidana di masa mendatang perlu ditempatkan
sebagai media atau alternatif terakhir dalam penyelesaian
perkara pidana. Sebelum perkara masuk ke pengadilan, perlu
diseleksi dan ditempuh upaya antara lain cara perdamaian
atau mediasi melalui lembaga-lembaga yang oleh masyarakat
sering dijadikan sebagai sarana/tempat menyelesaikan perkara
(mediator). Demikian juga penegak hukum polisi dan jaksa,
seberapa jauh untuk menggunakan hak-hak yang diberikan oleh
undang-undang (misalnya, penghentian penyidikan, penghentian
penuntutan, penyampingan perkara atau deponer) sebagai
sarana penyaring (filter) perkara pidana sebelum masuk ke
pengadilan."
1992
T36434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mudzakkir
"Korban kejahatan, setelah menjadi korban kejahatan, harus menghadapi suatu problem hukum yang krusiai yang menyebabkan dirinya mengalami viktlmlsasi sekunder (secondary victimization) karena adanya penolakan secara sistematis oleh sistem peradilan pidana. Sebagal pihak yang menderita dan dirugikan akibat pelanggaran hukum pidana yang sedang diperiksa, korban kejahatan tidak dillbatkan dalam proses peradilan pidana (atau out sidet), keouali hanya sebagai saksi, dan semua reaksi terhadap pelanggar dimonopoli oleh negara (polisi dan jaksa). Hubungan hukum antara korban kejahatan di satu pihak dengan pelanggar hukum pidana dan negara (polisi dan jaksa) di lain pihak tidak diatur secara jelas. Masalah posisi hukum korban ini menjadi problem hukum yang mendasar karena menyangkut keberadaannya dalam hukum pidana secara menyeluruh.
Disertasi ini mengkaji tentang posisi hukum korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana yang diatur dalam hukum positif (ius constitum) dan pengaturannya di masa datang (ius constituendum) melalui kajian peraturan perundang-undangan, yurisprudensi MARI, dan telaah pustaka serta dilengkapi dengan kajian hukum pidana Belanda sebagai contoh atau bahan analisis pengaturan korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana.
Nilai keadilan yang menjadi pangkal tolak pengaturan korban kejahatan dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana adalah keadilan retributif (retributive Justice) dan keadilan restoratif (restorative Justice). Kedua konsep Ini memiliki sejumlah perbedaan dalam memahami konsep dasar dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana dan posisi hukum korban. Sebagai elemen fiiosofis dari suatu sistem hukum (pidana) perbedaan ini adalah mendasar — atau perbedaan paradigmatik — yang mempengaruhi elemen substantif lainnya. Perkembangan pemikiran hukum pidana hingga sekarang menunjukkan adanya pergeseran perspektif dari retributive Justice kepada restorative Justice. Pengaturan korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana melalui pembaruan hukum pidana Tahun 1981 (UU. No. 8 Tahun 1981, tentang KUHAP) secara umum telah mengubah elemen filosofis dan asas-asas hukum sebagai landasan filosofis peraturan hukum dari undang-undang sebelumnya (HIR), tetapi sejauh mengenai pengaturan korban kejahatan perubahan tersebut tidak sampai mengubah elemen filosofis dan asas-asas hukumnya. Masuknya 'hak-hak korban kejahatan' dalam KUHAP tidak diperkuat oleh landasan filosofis dan teori hukum yang mengakibatkan korban kejahatan tetap tidak diakui eksistensi dan posisi hukumnya sebagai korban dari pelanggaran hukum pidana yang menjadi baglan dari hukum pidana. Kelemahan aspek pengaturan korban ini berlanjut dalam praktek hukum yakni tidak dikembangkannya metode penemuan hukum yang inovatif untuk mendukung keadilan bagi korban kejahatan. Yurisprudensi MARI cenderung mempersempit (restriksi) dalam melakukan penafsiran hukum tentang penegakan hak-hak korban. Sesuai dengan dasar falsafah Pancasila dan konsep hukum pengayoman, kebijakan pembaruan hukum pidana yang beroiientasi kepada korban kejahatan (victim oriented) yang bertitik-tolak pada keadilan restoratif (restorative justice) diperlukan sebagai kebljakan penyeimbang (balance) pembaruan hukum sebelumnya yang berorlentasi kepada peianggar (offender oriented), atau sebagai kebijakan yang parity bukan priority, dikuatkan oleh kenyataan praktek hukum sehari-hari (aspek empirik), perkembangan teori hukum pidana (aspek teoretik), ketentuan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan pokok serta kecenderungan masyarakat Internasional atau PBB (aspek yuridik/normatif). Keadilan restoratif (restorative Justice) dijadlkan kerangka dasar pengaturan korban kejahatan menuntut adanya perubahan pemahaman mengenal beberapa konsep dasar dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana, yaitu kejahatan atau pelanggaran hukum pidana adalah utamanya melanggar hak korban kejahatan, di samping melanggar kepentingan masyarakat dan negara; pengakuan eksistensi dan posisi hukum korban kejahatan; sistem peradilan pidana sebagai sistem penyelesalan konflik; dan restitusi dan kompensasi sebagai baglan dari hukum pidana dan pemidanaan. Strategi kebijakan terhadap korban kejahatan dilakukan; pertama, memberi perspektif baru (restorative Justice) dalam penyelenggaraan peradilan pidana tanpa campur tangan legislatif dan, kedua, kemudian mengubah peraturan hukum. Dalam penataan sistem peradllan pidana, pertama, mendampingkan penyelesaian perkara pidana menurut konsep restorative Justice dengan sistem peradilan yang berlaku sekarang sebagai sarana penyaring masuknya perkara ke pengadilan dan mencangkokkan restorative Justice ke dalam sistem peradllan pidana sekarang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
D1783
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jusuf Mudzakkir
"Salah satu strategi pokok pembangunan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Republik Indonesia (GBHN RI) 1993 adalah pentingnya upaya peningkatan kualitas pendidikan kejuruan untuk memenuhi tuntutan pasar tenaga kerja yang berkembang secara dinamis.
Peningkatan kualitas pendidikan kejuruan, justru sangat tergantung dari besarnya peranan guru dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini kemampuan dan motivasi guru memiliki posisi kunci yang tidak dapat diabaikan dalam menciptakan prestasi belajar siswa.
Pada kasus rendahnya prestasi belajar siswa yang dicerminkan oleh rendahnya rata-rata NEM Siswa SMEA Negeri di DKI Jakarta sebesar 6,98 pada tahun 1994/1995 sudah tentu merupakan indikasi rendahnya kemampuan dan motivasi guru dalam proses belajar mengajar.
Atas dasar hal tersebut, dalam penelitian ini akan diketahui :
(1) Apakah kemampuan dan motivasi guru berpengaruh positif terhadap NEM Siswa SMEA Negeri di DKI Jakarta.
(2) Variabel apakah yang dominan pengaruhnya terhadap NEM Siswa SMEA Negeri di DKI Jakarta.
Berkaitan dengan tujuan penelitian di atas, diduga secara statistik akan terbukti keberartiannya. Oleh karena itu alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linier berganda.
Temuan hasil dari wawancara dengan 138 responden menunjukkan kesimpulan sebagai berikut :
(1) Hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa kemampuan guru, motivasi profesional guru, kesesuaian waktu yang digunakan dalam proses belajar mengajar dan kesesuaian keahlian dengan beban tugas, berpengaruh positif terhadap NEM Siswa SMEA Negeri di DKI Jakarta, ternyata dapat diterima dengan sangat nyata yaitu dengan besar pengaruh 90,31%.
(2) Faktor kemampuan guru merupakan faktor yang dominan berpengaruh terhadap NEM Siswa SMEA Negeri di DKI Jakarta.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disarankan sebagai berikut :
(1) Pada upaya peningkatan kemampuan guru, perlu memperhatikan faktor kemampuan dasar, kemampuan profesional dan kemampuan sosial yang dimiliki guru, dengan jalan pola pembinaan dan pengembangan kemampuan.
(2) Walaupun faktor-faktor motivasi profesional, kesesuaian waktu dengan tugas dan faktor kesesuaian keahlian dengan beban tugas, bukan merupakan faktor yang dominan tetapi perlu juga mendapat perhatian perbaikan yang serius sehubungan dengan pengaruhnya yang sangat penting terhadap penciptaan prestasi belajar siswa.
xiii + 119 halaman + 19 tabel + 3 Gambar + 13 lampiran
Daftar Pustaka : 41 buku, 6 artikel, 18 lain-lain."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Mudzakkir
"This article discusses the experience of Muslim migrants in the Netherlands in terms of the majority-minority relations. In the wider context, regional and global changes have been worked to reconstruct the politics of identity, especially in dealing with Islamic imagination within the western society. The position of Muslim migrants in the Netherlands has been historically constructed in academical narrative and power relations represented in policies and public opinions. In this sense, the idea on multiculturalism is contested with more coercive views in terms of integration policies. The active respons to these changing intellectually come from the Muslim migrant communities themselves that negotiated their position within the Dutch society."
2007
JKWE-3-3-2007-36
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Mudzakkir
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2022
305.42 AMI f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library