Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Mei Susanto
"
ABSTRACTNomor 2-3/PUU-V/2007 selain menjadi dasar konstitusionalitas pidana mati, juga memberikan jalan tengah (moderasi) terhadap perdebatan antara kelompok yang ingin mempertahankan (retensionis) dan yang ingin menghapus (abolisionis) pidana mati. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kebijakan moderasi pidana mati dalam putusan a quo dikaitkan dengan teori pemidanaan dan hak asasi manusia dan bagaimana kebijakan moderasi pidana mati dalam RKUHP tahun 2015 dikaitkan dengan putusan a quo. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal, dengan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, berupa peraturan perundang-undangan, literatur, dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan objek penelitian. Penelitian menyimpulkan, pertama, putusan a quo yang memuat kebijakan moderasi pidana mati telah sesuai dengan teori pemidanaan khususnya teori integratif dan teori hak asasi manusia di Indonesia di mana hak hidup tetap dibatasi oleh kewajiban asasi yang diatur dengan undang-undang. Kedua, model kebijakan moderasi pidana mati dalam RKUHP tahun 2015 beberapa di antaranya telah mengakomodasi amanat putusan a quo, seperti penentuan pidana mati di luar pidana pokok, penundaan pidana mati, kemungkinan pengubahan pidana mati menjadi pidana seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun. Selain itu masih menimbulkan persoalan berkaitan dengan lembaga yang memberikan pengubahan pidana mati, persoalan grasi, lamanya penundaan pelaksanaan pidana mati, dan jenis pidana apa saja yang dapat diancamkan pidana mati."
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2017
353 JY 10:2 (2017)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Mei Susanto
"
ABSTRAKPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 menguji konstitusionalitas obyek hak angket DPR terhadap KPK menimbulkan permasalahan dan perdebatan hukum, khususnya dapat tidaknya penggunaan hak angket DPR terhadap KPK sebagai lembaga negara independen. Permasalahan dalam penelitian adalah apakah pertimbangan Hakim Konstitusi dalam Putusan a quo telah tepat menempatkan KPK sebagai obyek hak angket DPR? Bagaimana implikasi Putusan a quo berkaitan penggunaan hak angket DPR kepada KPK terhadap pemberantasan korupsi? Penelitian doctrinal ini menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, berupa peraturan perundang-undangan, literatur dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan objek penelitian. Penelitian menyimpulkan, pertama, pertimbangan Hakim Konstitusi khususnya pertimbangan 5 Hakim Konstitusi yang menjadi dasar Putusan a quo tidak tepat menempatkan KPK sebagai obyek hak angket DPR dikarenakan pertimbangannya tidak memiliki konsistensi terhadap makna independen yang dimiliki KPK bahwa posisi KPK berada di ranah eksekutif, sehingga tidak berarti membuat KPK tidak independen dan terbebas dari pengaruh manapun. Pertimbangan yang tidak konsisten dibarengi tidak dibedahnya makna "hal penting, strategis, dan berdampak luas" sebagai kriteria dipergunakannya hak angket DPR. Kedua, implikasi putusan a quo terhadap penggunaan hak angket DPR terhadap KPK adalah dapat terganggunya status independensi KPK. Penggunaan hak angket DPR terhadap KPK secara eksesif dapat merintangi, mempolitisasi kasus pemberantasan korupsi yang ditangani KPK. Diperlukan penegasan pembatasan penggunaan hak angket DPR khususnya kepada tugas KPK dalam bidang yudisial, serta pengekangan diri panitia angket DPR untuk tidak memasuki batas-batas yang ditentukan hukum."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2018
364 INTG 4:2 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library