Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Masitah
"ABSTRAK
Integritas merupakan kekuatan karakter yang mempengaruhi kesehatan mental, kesejahteraan psikologis dan keefektifan hubungan interpersonal. Integritas sangat dibutuhkan dalam dunia pekerjaan terutama dalam hal promosi. Namun, penelitian mengenai integritas masih kurang mendapat perhatian. Alat ukur integritas lebih banyak dikembangkan di luar negeri sehingga kurang sesuai dengan konteks masyarakat Indonesia. Selain itu, umumnya alat ukur integritas dikembangkan menggunakan pendekatan klasik yang memiliki beberapa kelemahan.
Penelitian ini mengembangkan alat ukur integritas menggunakan pendekatan polytomous Item Response Theory (IRT) dengan menerapkan Rating Scale Model (RSM). Alat ukur integritas yang dikembangkan dalam penelitian ini melibatkan 1210 pekerja di Indonesia. Hasil uji coba menunjukkan bahwa alat ukur integritas (26 item) terbukti reliabel (α=0.94) dan valid. Hasil uji coba juga menunjukkan bahwa alat ukur integritas ini memenuhi asumsi unidimensionalitas.
Hasil pengujian dengan menerapkan RSM menunjukkan bahwa alat ukur integritas ini memiliki model yang fit. Dari 26 item, terdapat satu item yang tidak fit, sehingga item tersebut dikeluarkan. Hasil pengujian kembali terhadap 25 item menunjukkan bahwa model fit, dan seluruh item fit mengukur integritas. Analisis menggunakan differential item functioning (DIF) menunjukkan 1 item memiliki bias respon berdasarkan jenis kelamin. Dengan demikian, item yang dipertahankan dalam alat ukur integritas ini berjumlah 24 item.

ABSTRACT
Integrity is a strength of character that affects mental health, psychological well-being and improve interpersonal relationships. Various studies have shown that integrity is essential in the job environment, particularly with regard to their promotion issue. Unfortunately, research on integrity still received little attention and there is no standardized measurement for it. Integrity scale was developed overseas and has not adapted to the Indonesian cultural context. Moreover, the scale development is generally performed with classical theory approach, which has some drawbacks.Therefore, this study develops an integrity scale using polytomous Item Response Theory approach (IRT) by applying the Rating Scale Model (RSM). This study involving 1210 workers in Indonesia.
The pilot study results showed that the integrity scale (with 26 items) is a reliable measure (α = 0.94) and valid. The pilot study results also showed that the integrity scale satisfies unidimensionality assumptions.
The test results using the RSM showed that the integrity scale had a fit model. Of the 26 items, there is one item that does not fit, so the item was issued. The second test results for the remaining 25 items showed that they fit the model and all the items were fit to measure integrity. Analysis using differential item functioning (DIF) showed one items have a response bias based on gender. Thus, there are 24 items remaining in the scale."
2012
T30775
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Masitah
"Dalam era globalisasi kondisi persaingan makin ketat. Perusahaan-perusahaan harus bisa tetap bertahan dan tetap berperan aktif dalam memenangkan persaingan. Meyer, et al (1998) menyebutkan bahwa salah satu Cara agar perusahaan mampu bertahan. perusahaan harus memiliki tenaga kerja yang berpengetahuan luas, bermotivasi tinggi dan berkomitmen.
Timbul beberapa pertanyaan; bagaimana cara mendapatkan pegawai yang berpengetahuan luas, mempunyai motivasi tinggi namun juga berkomitmen terhadap organisasi? Mengapa komitmen organisasi itu penting? Dan apakah pengertian dari komitmen organisasi? Salah satu cara mendapatkan pegawai yang berpengetahuan luas, mempunyai motivasi tinggi namun juga berkomitmen terhadap organisasi dijawab melalui penelitian yang dilakukan oleh Bartlett pada tahun 2001. Bartlett melakukan penelitian yang menyelidiki hubungan antara pelatihan dan motivasi belajar dengan komitmen organisasi. Penelitiannya berlandaskan kekhawatiran terhadap kontribusi pelatihan pada outcome untuk organisasi seperti yang diharapkan. Hubungan antara pelatihan dengan komitmen organisasi diselidiki karena adanya suatu kekhawatiran bahwa pegawai yang telah dilatih, akan dengan mudah berpindah ke perusahaan lain yang menawarkan imbalan yang lebih. Berdasarkan penelitian North Nottinghamshire TTEC (dalam Jones, 1996) pada 250 perusahaan di Inggris, kekhawatiran tersebut merupakan alasan utama perusahaan tidak memberikan pelatihan pada pegawainya.
Disatu sisi. pelatihan sangat penting untuk membekali pegawai dengan pengetahuan yang luas guna menghadapi persaingan di dunia usaha. Namun ada kekhawatiran jika pegawai telah dibekali pelatihan kemudian pindah ke perusahaan lain, maka investasi perusahaan akan sia-sia. Diantara kedua pernyataan tersebut, manakah yang lebih benar? Apakah pelatihan hanya akan membuat pegawai dengan mudah berpindah ke tempat lain atau pelatihan ji stru akan membuat komitmen organisasi pegawai meningkat?
Pertanyaan tersebutlah yang menjadi salah satu latar belakang penelitian ini. Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Bartlett namun dengan menyempurnakan kelernahan dalam penelitiannya. Hal ini dilakukan karena penelitian hubungan antara sikap terhadap pelatihan dan motivasi belajar dengan komitmen organisasi masih berada pada tahap awal sehingga penelitian yang sama dengan subyek yang berbeda perlu terus dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian yang telah ada.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah komponen komitmen organisasi yang diutarakan oleh Allen dan Meyer. Komponen komitmen organisasi tersebut adalah komitmen afektif, komitmen kontinuan dan komitmen normatif. Kemudian. variabel bebas pertama penelitian ini adalah sikap terhadap pelatihan. Sikap terhadap pelatihan merupakan faktor penting dalam keberhasilan suatu program pelatihan. Sikap terhadap pelatihan juga merupakan faktor penting karena dalam penelitian Bartlett ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan komitmen afektif dan komitmen normatif . Sikap terhadap pelatihan diukur melalui pendapat pegawai akan akses untuk mengikuti pelatihan, pendapat akan dukungan sosial untuk pelatihan dan pendapat akan keuntungan dari pelatihan. Ketiga sub-variabel tersebut merupakan bagian dari faktor yang menentukan keberhasilan suatu pelatihan. Lalu variabel bebas terakhir yang diselidiki adalah motivasi belajar. Motivasi belajar jugs merupakan bagian dari faktor yang menentukan keberhasilan suatu pelatihan. Menurut Goldstein (dalam Dunnette & Hough, 2002), motivasi belajar menjadi prasyarat keberhasilan suatu pelatihan dan dalam penelitian Bartlett juga ditemukan hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan komitmen afektif dan komitmen normatif.
Penelitian ini juga berusaha menyempurnakan kelemahan penelitian Bartlett dengan niengikutsertakan kerangka penelitian yang lebih luas yang menangkap sikap pegawai akan pelatihan dan motivasi belajar dari tingkatan pegawai PT X yang terendah sampai yang tertinggi, di pusat maupun di daerah. Kuestioner yang dapat diolah berjumlah 158. Pengolahan data menunjukkan bahwa komitmen afektif dan komitmen normatif pada,pegawai PT X berada pada derajat tinggi sedangkan komitmen normatif berada pada derajat sedang. Kemudian basil perhitungan menggunakan pearson correlation dan dibantu dengan program SPSS, ditemukan hubungan yang signifikan antara sikap terhadap pelatihan dengan komitmen afektif (r= 0.604) dan komitmen normatif (r = 0.572). Hubungan yang signifikan juga ditemukan antara motivasi belajar dengan komitmen afektif (r = 0.511) dan komitmen normatif (r=0.400). Hal tersebut tentunya akan menjawab kekhawatiran perusahaan yang takut memberikan pelatihan pada pegawainya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18619
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Masitah
"Bagaimana ideologi Oksidentalisme sebagai pengimbang (counter knowledge) bagi ideologi dominan Orientalisme tampil dalam teks Silver Sister dan Love and Vertigo merupakan obyek dari penelitian ini. Konstruksi identitas yang diperoleh melalui teori representasi, ternyata menghasilkan representasi yang sangat problematik mengenai Barat dan Timur. Kedua teks dinarasikan oleh para subyek perempuan Timur yang mengalami opresi dalam wilayah patriarki. Opresi yang mereka alami dan perjalanan mereka ke Barat menghasilkan representasi yang bias mengenai kebudayaan Timur dan Barat. Timur melalui para tokoh, kota-kota dan institusi perkawinan, keluarga dan tradisi direpresentasikan sangat stereotipik sebagaimana yang telah dikonstruksi dalam wacana dominan Orientalisme. Sebaliknya Barat melalui wilayah tujuan imigrasi, yaitu Australia serta institusi pendidikan, agama dan teknologinya direpresentasikan lebih ideal daripada Timur. Namun, representasi Barat yang ideal tersebut juga problematik mengingat para subyek Timur di dalam teks merupakan masyarakat imigran Cina yang sangat tertutup di Australia. Minimnya bahkan hampir tidak ada kontak antara imigran Cina dengan masyarakat dominan Australia dalam teks secara tidak langsung kembali merepresentasikan Timur sebagai kelompok marjinal di dalam masyarakat dominan Australia. Dui venelusuran sejarah yang juga menjadi bagian penting dalam pnelitian ini, ternyata kedudukan masyarakat imigran Cina memang masih diperlakukan secara rasis oleh kelompok anti-multikultural Australia. Akhirnya, melalui representasi dan konstruksi identitas yang dihasilkannya, penulis sampai pada kesimpulan bahwa ideologi Oksidentalisme melalui kedua teks di atas, belum mampu menjadi pengimbang (counter knowledge) bagi ideologi dominan Orientalisme yang demikian hegemonik"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T37362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library