Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Mossadeq Bahri
"Sebagai studi awal didapatkan temuan bahwa penanaman modal asing Jepang yang bersifat langsung di Asia Tenggara sangat ditentukan oleh bentuk dan sifat dari masyarakat, sistem politik, sistem ekonomi dan jugs tingkat pendidikan dari negara penerima modal asing Jepang tadi. Sebagai contoh, PMA Jepang di Singapura banyak berkonsentrasi pada usaha yang sifatnya 'capital intensive', sedangkan PMA Jepang di Indonesia, lebih banyak yang berkonsentrasi dalam sektor 'labor intensive' pada bidang pengeboran minyak dan gas bumi. Sedangkan bagi PMA Jepang yang beroperasi di Malaysia, Thailand dan Philipina cenderung menggabungkan keduanya.
Selain itu, PMA Jepang juga membedakan bentuk dan skala dari berbagai perusahaannya yang menanamkan modalnya di negara dunia ketiga. Untuk bidang usaha yang sifatnya 'capital intensive', penanganannya diberikan pada perusahaan yang berskala besar, dan bentuknya lebih berupa bisnis perbankan. Untuk menangani bidang usaha yang berorientasi pada 'labor intensive', maka pemerintah Jepang menyerahkannya pada perusahaan mereka yang skalanya kecil, menengah, dan besar, bentuk usahanya adalah pengeboran minyak dan penyulingan gas bumi, karat, batubara dan sebagainya.
Dari literatur yang berhasil dikumpulkan didapat bahwa masuknya modal asing Jepang ke negara dunia ketiga bisa dikategorikan kedalam tiga gelombang besar. Gelombang pertama terjadi sejak awal tahun 1950, ketika perusahaan Jepang mulai melakukan investasinya di luar negeri, gelombang ini mencapai puncaknya pada tahun 1973. Gelombang kedua dimulai dengan beroperasinya perusahaan raksasa Jepang dalam bisnis di negara dunia ketiga, gelombang kedua ini berlangsung sampai akhir 1970an. Sedangkan gelombang ketiga berlangsung sejak awal 1980an, dan pada fase ini sektor usaha industri jasa dan perbankan menjadi sasaran utama perusahaan Jepang."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998
LP 98 43
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
"ABSTRAK
Untuk saat ini, karena Jepang telah diterima dan diakui sebagai salah satu anggota dari kelompok negara adidaya dan maju, maka adalah penting baginya untuk terlibat dan bersaing dengan negara adidaya lain dalam kerangka dunia yang dikuasai dan diperintah oleh aturan dari negara-negara Barat. Oleh karena itu, sebagai partisipan baru dalam masyarakat internasional (setelah 1952, perjanjian San Fransisco) Jepang harus banyak belajar dari Barat dalam menjalankan kebijakan hubungan budaya antar bangsanya, terlebih lagi pada akhirnya, menciptakan gaya dan caranya sendiri.
Sepanjang menyangkut hubungan budaya antar bangsa yang Jepang jalankan, kita melihat bahwa strategi yang diambil adalah menjalankan kebijakan hubungan budaya antar bangsa yang menyeluruh sifatnya. Dalam hal ini, wilayah yang tercakup adalah menyebar untuk seluruh penjuru dunia. Meskipun. demikian, Jepang tetap juga menjadi daerah Asia Timur, Asia Tenggara, Amerika Utara dan Eropa Barat sebagai tempat strategis bagi program hubungan budaya antar bangsanya. Hal ini bisa dimengerti, sebab wilayah ini merupakan partner dagang Jepang yang paling utama.
Ide dari berbagai program dan kegiatan yang dijalankan Jepang dalam hubungan budaya antar bangsa ini pada dasarnya bisa dilihat dari Laporan Akhir Komite Penasehat Hubungan Budaya Antar Bangsa pada bulan Mei 1989. Laporan final inilah yang menjadi rambu atau pedoman bagi Jepang dalam menciptakan kebijakan guna menjalankan hubungan budaya antar bangsa. Dengan demikian, bagi Jepang, hubungan budaya antar bangsa merupakan aktifitas yang diakui sebagai alat untuk mempertahankan keberadaan nasionalnya. Hubungan budaya antar bangsa yang tercipta ini beroperasi dalam berbagai cara, seperti jaringan uang, jaringan barang dan jaringan informasi.

ABSTRACT
Because Japan in contemporary history was accepted and admitted as a member of powerful and advanced industrialized countries, it was important for her to get involved and to compete with other powers in a situation wherein the rules were established by the Western industrialized countries. Therefore, as a new participant in the international community she had to learn the way to conduct cultural relations and eventually develop her own approach.
As far as cultural relations between Japan and other countries is concerned, we note that the strategy of her cultural relations was its wide-ranging geographical area coverage. However, Japan have choosen to focus on the strength of her cultural relations towards certain regions that serve her economic interests, namely, Southeast Asia, Western Europe, North America and East Asia. This situation can readily be understood because these regions are part of the major trading partners for Japan.
The idea that culture is important for Japan's foreign policy can be seen from the policy statements of the Advisory Group on International Cultural Exchange in May 1989. The Committee issued its final report describing a guide-line Japan is expected to follow in promoting her international cultural relations. Therefore, for Japan, international cultural relations is an activity that is recognised to sustain its national well-being. The exchanges in operating cultural relations are composed of various flows, e.g. flow of goods, money, and the flows of information."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
"Sebagai studi awal didapatkan temuan bahwa penanaman modal asing Jepang yang bersifat langsung di Asia Tenggara sangat ditentukan oleh bentuk dan sifat dari masyarakat, sistem politik, sistem ekonomi dan juga tingkat pendidikan dari negara penerima modal asing Jepang tadi. Sebagai contoh, PMA Jepang di Singapura banyak berkonsentrasi pada usaha yang sifatnya 'capital intensive', sedangkan PMA Jepang di Indonesia, lebih banyak yang berkonsentrasi dalam sektor 'labour intensive' pada bidang pengeboran minyak dan gas bumi. Sedangkan bagi PMA Jepang yang beroperasi di Malaysia, Thailand dan Philipina cenderung menggabungkan keduanya. Selain itu, PMA Jepang juga membedakan bentuk dan skala dari berbagai perusahaannya yang menanamkan modalnya di negara dunia ketiga. Untuk bidang usaha yang sifatnya 'capital intensive', penanganannya diberikan pada perusahaan yang berskala besar, dan bentuknya lebih berupa bisnis perbankan. Untuk menangani bidang usaha yang berorientasi pada 'labour intensive', maka pemerintah Jepang menyerahkannya pada perusahaan mereka yang skalanya kecil, menengah, dan besar, bentuk usahanya adalah pengeboran minyak dan penyulingan gas bumi, karat, batubara dan sebagainya.
Dari literatur yang berhasil dikumpulkan didapat bahwa masuknya modal asing Jepang ke negara dunia ketiga bisa dikategorikan kedalam tiga gelombang besar. Gelombang pertama terjadi sejak awal tahun 1950, ketika perusahaan Jepang mulai melakukan investasinya di luar negeri, gelombang ini mencapai puncaknya pada tahun 1973. Gelombang kedua dimulai dengan beroperasinya perusahaan raksasa Jepang dalam bisnis di negara dunia ketiga, gelombang kedua ini berlangsung sampai akhir 1970an. Sedangkan gelombang ketiga berlangsung sejak awal 1980an, dan pada fase ini sektor usaha industri jasa dan perbankan menjadi sasaran utama perusahaan Jepang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
"International cultural relations have become an important tool for western advanced industrialized countries in carying out their foreign policies.Conducting cultural programs,including educational activities abroad , has helped these countries to maintain their political and economic hegemony over cultural relations, their main aim is similar,to develop abroad positive images of their national in pursuit of international co-operation and strategic and economic benefit for the sending nation .Japan is new to its present position in the world community.It is also a relative new-comer to recognizing the benefits of extensive cultural diplomacy those western powerful countries such as the US,Great Britain france and germany have pursued for many decades.Thus,it was pursuit of Japan's national interest, not pure altruism and interest in culture that motivated Japan to follow these precedent set by western countries with a policy on cultural diplomacy.In this study I argue that the that the Japanese government has pursued and still does pursue,cultural relations with neigbour seeking foremost political and economic benefit fo for Japan benefit foe other are a secondary concern."
2005
MJJS-1-1-August2005-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
"Bantuan Luar Negeri Untuk Pembangunan, atau lebih dikenal dengan nama ODA (Overseas Development Assistance), merupakan salah satu tiang penyangga terpenting dari kebijakan luar negeri Jepang. Melalui bantuan yang diberikannya, Jepang tidak saja mendapat keuntungan secara politik, ekonomi, militer dan budaya, tapi juga mampu mempertahankan laju dan kestabilan ekonominya. Oleh karena itu, maka kebijakan untuk terus menyalurkan bantuan luar negerinya ke negara-negara dunia ketiga akan tetap dipertahankan Jepang.

This Paper examines at a general level the utility of Japanese Official Development Assistance (ODA) program, where it is dispatched to, and its consequences to the recipient countries. In this paper special attention is given to Japanese ODA to Indonesia. In this paper I argue that the Japanese government has pursued, and still does pursue, aid relations with its neighbour seeking foremost political and economic benefit for Japan. Benefits for other are a secondary concern."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
"ABSTRAK
Setiap negara dewasa ini pasti merpunyai konstitusi yang menjadi syarat agar kehidupan negara bisa diatur, se_bagaimana diutarakan oleh Wheare (1978:1} bahwa konstitusi itu merupakan seperangkat peraturan yang mengatur De:nerin_tahan suatu negara.
Sepanjang sejarahnya, Jepang mempunyai dua-buah kons_titusi. Kedua konstitusi ini jika dilihat dari kurun waktu berlakunya dapat dibagi atas dua kurun waktu, masa sebelum Perang Dunia II dan sesudahnya. Konstitusi yang berlaku sebelum Perang Dunia II adalah Konstitusi Kekaisaran Je_pang Raya (Dai Nippon Teikoku Kenpo), yang lebih dikenal dengan nama Konstitusi Meiji. Sedangkan sebutan bagi kons_titusi yang berlaku setelah Perang Dunia II adalah Konsti_tusi Baru Jepang 1946, sering juga dinamakan Konstitusi Negara Jepang (Nippon Koku Kenpo).
Konstitusi Baru Jepang 1946 yang menantikan keduduk_an Konstitusi Meiji sebagai pedoman yang melandasi proses pemerintahan negara Jepang, lahir sebagai akibat Perang Dunia II...

"
1985
S13736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>