Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
Lysia Sabrina Annisa Putri
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh negara dalam membuat akta-akta autentik, salah satunya akta hibah. Pelaksanaan atas pemberian hibah dapat menimbulkan sengketa, terutama menyangkut pembagian harta warisan yang ditinggalkan. Terhadap hibah yang objeknya merupakan harta bersama dibuat tanpa persetujuan ahli waris dapat dimintakan pembatalan akta. Oleh karena itu, pemberian hibah terhadap harta bersama yang belum dibagi, sebaiknya atas persetujuan ahli waris. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum dari pembatalan akta hibah karena tidak adanya persetujuan ahli waris dan tanggung jawab PPAT akibat pembuatan akta hibah yang dibatalkan oleh putusan pengadilan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Adapun tipe penelitian ini bersifat preskriptif yaitu penelitian yang memiliki tujuan untuk memberikan solusi maupun saran untuk mengatasi suatu permasalahan. Hasil Penelitian menunjukkan akibat hukum yang ditimbulkan terhadap pembatalan akta hibah yaitu harta hibah kembali menjadi milik pemberi hibah dan sertipikat yang sudah dibalik nama menjadi batal demi hukum. Bentuk tanggung jawab PPAT terhadap akta yang dibatalkan terkait kasus dalam penelitian ini meliputi sanksi perdata dan sanksi administratif. Sanksi perdata yang dijatuhkan karena melakukan Perbuatan Melawan Hukum yaitu melanggar Pasal 1365 KUHPerdata maka terhadap PPAT dijatuhkan hukuman ganti kerugian. Sanksi administratif yang dijatuhkan karena melanggar Pasal 3 Kode Etik Ikatan PPAT maka terhadap PPAT dapat dijatuhkan schorsing (pemecatan sementara).
Land Deed Officials (PPAT) are public officials who are authorized by the state to make authentic deeds, one of which is grant deeds. The implementation of grants can lead to disputes, especially regarding the distribution of the inheritance left behind. For a grant whose object is a joint property made without the consent of the heirs, the cancellation of the deed may be requested. Therefore, the granting of shared assets that have not been divided, preferably with the approval of the heirs. The problems raised in this study are regarding the legal consequences of canceling the grant deed due to the absence of heir approval and PPAT's responsibility due to the making of the grant deed which was canceled by a court decision. To answer these problems, a normative juridical research method with a qualitative approach is used. The type of this research is prescriptive, namely research that has the aim of providing solutions and suggestions to overcome a problem. The results of the study show that the legal consequences that arise are that the assets of the grant return to the property of the grantor and the certificate that has been reversed becomes null and void. The form of PPAT's responsibility for the canceled deed related to the case in this study includes administrative sanctions and civil sanctions. Civil sanctions imposed for committing an unlawful act, namely violating Article 1365 of the Civil Code, then the PPAT is sentenced to compensation. Administrative sanctions imposed for violating Article 3 of the Code of Ethics for the PPAT Association can result in schorsing (temporary dismissal). "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library