Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
L. Budi Triadi
Abstrak :
ABSTRAK
Drainage construction for plantations development on peatlands often caused controversy. Drainage construction will be followed by subsidence of peatland . To be able to extend the chance to get profit in the plantation business subsidence prevention efforts are needed. Setting water level and the prevention of excessive drainage is one of the efforts to reduce the rate of subsidence of the peat.This study is based on literature review by collecting information from various sources and then comparing and analyzing it so that information is obtained on a comprehensive subject matter. Literature review include: monitoring parameters, types of equipment for monitoring, pattern placement monitoring equipment, the range and the frequency of monitoring. From the study concluded that the water level necessary to measure on land and channels using dipwell and staff gauges. Observations were made with a combination of automated recording device and manual recording. Both are quite accurate, but the use of automatic registers in remote locations saves time, and if an automatic device is installed in an area that has the potential to have large water level fluctuations and runs quickly, it will provide more accurate data. Observations on dams for water level control are installed at every 20 cm drop in hidraulic head.
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018
627 JTHID 9:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
L. Budi Triadi
Abstrak :
ABSTRAK
Pembukaan lahan gambut yang didahului dengan pembuatan saluran‐saluran (drainase) akan menyebabkan turunnya muka air tanah, hal ini akan memacu laju dekomposisi bahan organik dan pada akhirnya gambut menjadi rentan terbakar dan teremisi. Oleh karena itu pengetahuan laju emisi carbon sangat penting untuk perencanaan sistem drainase, dalam rangka memelihara kelestarian gambut. Metode ilmiah yang digunakan meliputi: perhitungan sebaran ketebalan/kedalaman gambut, volume gambut kering, volume gambut teroksidasi, berat C gambut kering dan CO2 equivalent. Laju emisi karbon (C) dihitung berdasarkan emisi karbon (C) dan waktu subsiden. Selanjutnya laju emisi C (Mton CO2/tahun) dihitung berdasarkan 4 (empat) buah konsep pemodelan/skenario, yaitu: kondisi aktual/eksisting, perkebunan, bendung (canal blocking), bendung (canal blocking) dan dengan penghutanan kembali. Kegiatan ini dilakukan di Sei Ahas, Kapuas, Kalimantan Tengah dan Sungai Buluh, Tanjung Jabung Timur, Jambi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa perubahan tata guna lahan akan sangat berpengaruh terhadap perubahan elevasi muka air tanah gambut yang turut serta memacu peningkatan emisi C ke atmosfer.
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018
551 JSDA 14:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
L. Budi Triadi
Abstrak :
Pengembangan lahan rawa pasang surut saat ini masih diarahkan untuk budidaya padi. Budidaya ini memerlukan dukungan pelayanan pengelolaan air secara memadai. Akan tetapi saat ini sistem tata air pada lahan yang telah lama dibuka kurang berfungsi optimal. Beberapa upaya pernah dilakukan untuk mengatasi masalah, tetapi belum memberikan hasil yang memuaskan. Sejatinya masalah tersebut dapat diatasi melalui jaringan tata air yang baik. Untuk itu dilakukan penelitian ini dengan menggunakan simulasi numerik hidraulik 1 dimensi dengan metode Beda Hingga. Dalam penelitian disajikan dua opsi pengembanganjaringan tata air,yaitujaringan dengan pintu sekat dan kombinasi pintu sekat dan pintu ayun pada saluran Tersier. Dari studi ini diperoleh pembuktian bahwa penggunaan pintu sekat dapat mempertahankan muka air di saluran Tersier; pintu ayun menciptakan sirkulasi air; fungsi drainasi dapat dipenuhi dan saluran Primer serta Sekunder dapat digunakan sebagai alur pelayaran. Sebagai kesimpulan khusus dapat dikatakan bahwa sistem tata air yang dilengkapi pintu air mampu menghasilkan kinerja jaringan tata air yang optimum. Semen tara itu secara umum dapat disimpulkan bahwa opsi prasarana hidraulikyang tepat dapat mengatasi masalah sistem tata air di unit irigasi rawa pasang surut
Bandung: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014
627 JTHID 5:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
L. Budi Triadi
Abstrak :
Degradasi di lahan rawa gambut umumnya diakibatkan oleh alih fungsi lahan menjadi lahan dengan komoditas ekonomi skala besar yang dapat menyebabkan kerusakan lahan gambut, apapun komoditas ekonomi yang ditanam. Alih fungsi lahan yang disertai dengan pembuatan drainase menyebabkan lahan menjadi kering, mudah terbakar, subsiden, banjir, emisi CO2 dan permasalahan sosial-ekonomi. Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur terkait persoalan dan solusi pemulihan lahan gambut terdegradasi melalui restorasi hidrologi dengan metode sekat kanal dan penanaman jenis tanaman yang tidak membutuhkan drainase (paludikultur). Terdapat empat tipe sekat yang biasa digunakan, yaitu sekat papan, sekat isi, sekat plastik, dan sekat geser. Pemilihan tipe sekat sangat tergantung kepada kondisi biofisik, dimensi kanal, topografi gambut, ketersediaan material dan aksesibilitas ke lokasi penabatan. Dari studi pustaka ini diketahui adanya korelasi yang kuat antara keberadaan sekat terhadap penambahan ketinggian muka air tanah, dimana sekat bermanfaat untuk menaikkan muka air tanah dan melembabkan tanah. Penerapan paludikultur di gambut tropis Indonesia, diketahui bahwa komoditas tertentu lebih tahan terhadap genangan namun tetap memiliki nilai ekonomi seperti: Metroxylon spp, Nypa fruticans Wurmb, Alseodaphne spp., Nothaphoebe spp., dan Shorea spp. Agar dapat bertahan hidup jenis-jenis tanaman tersebut harus dipilih, disesuaikan dengan ketinggian air yang terdapat di lahan gambut dan terutama berpotensi merestorasi lahan yang telah terdegradasi.
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
551 JSDA 16:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
L. Budi Triadi
Abstrak :
Degradasi di lahan rawa gambut umumnya diakibatkan oleh alih fungsi lahan menjadi lahan dengan komoditas ekonomi skala besar yang dapat menyebabkan kerusakan lahan gambut, apapun komoditas ekonomi yang ditanam. Alih fungsi lahan yang disertai dengan pembuatan drainase menyebabkan lahan menjadi kering, mudah terbakar, subsiden, banjir, emisi CO2 dan permasalahan sosial-ekonomi. Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur terkait persoalan dan solusi pemulihan lahan gambut terdegradasi melalui restorasi hidrologi dengan metode sekat kanal dan penanaman jenis tanaman yang tidak membutuhkan drainase (paludikultur). Terdapat empat tipe sekat yang biasa digunakan, yaitu sekat papan, sekat isi, sekat plastik, dan sekat geser. Pemilihan tipe sekat sangat tergantung kepada kondisi biofisik, dimensi kanal, topografi gambut, ketersediaan material dan aksesibilitas ke lokasi penabatan. Dari studi pustaka ini diketahui adanya korelasi yang kuat antara keberadaan sekat terhadap penambahan ketinggian muka air tanah, dimana sekat bermanfaat untuk menaikkan muka air tanah dan melembabkan tanah. Penerapan paludikultur di gambut tropis Indonesia, diketahui bahwa komoditas tertentu lebih tahan terhadap genangan namun tetap memiliki nilai ekonomi seperti: Metroxylon spp, Nypa fruticans Wurmb, Alseodaphne spp., Nothaphoebe spp., dan Shorea spp. Agar dapat bertahan hidup jenis-jenis tanaman tersebut harus dipilih, disesuaikan dengan ketinggian air yang terdapat di lahan gambut dan terutama berpotensi merestorasi lahan yang telah terdegradasi.
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
551 JSDA 16:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library