Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kusmardi
Abstrak :
ABSTRAK Ruang lingkup dan Cara penelitian : Pemberian interleukin-2 (IL-2) pada sel killer tidak selalu menghasilkan peningkatan daya sitotoksiknya terhadap sel tumor. Keberhasilan aktivasi IL-2 in vitro sangat dipengaruhi oleh sifat intrinsik balk sel killer sebagai sel efektor imunologik maupun sel tumor sebagai sel sasaran. Untuk melihat pengaruh beberapa faktor seperti pengayaan limfosit T, asal sel efektor dan perbedaan sifat genetik yang terkait pada sal killer akibat pemberian IL-2, pada penelitian ini digunakan 2 strain mencit yaitu C3H dan GR sebagai sumber limfosit dan sel tumor kelenjar susu, baik dalam kombinasi sigenik maupun alogenik. Efektor imun yang dipakai berasal dari limpa dan kelenjar getah bening (KGB) mencit normal dan bertumor baik terlebih dahulu mengalami pengayaan limfosit T dengan nylon-wool maupun tidak sebelum mengalami aktivasi dengan rIL-2. Aktivasi limfosit dengan IL-2 rekombinan (rIL-2) dilakukan dengan menambahkan 250 UI/ml, 1000 UI/ml, 1500 UI/ml rIL-2 pada kultur sel efektor dan diinkubasi dalam inkubator CO2 selama 72 jam. Sedangkan sel sasaran yang dipakai dalam kombinasi singenik dan alogenik untuk menguji daya sitotoksik sel killer, berupa biakan in vitro sel tumor kelenjar susu. Pengukuran daya sitotoksik dilakukan dengan menghitung persentase sel hidup dari sekurang-kurangnya 200 sel menggunakan pewarna eksklusi trypan blue. Daya sitotoksik absolut merupakan perbandingan antara selisih persentase sel hidup dalam mikrowell kontrol dan mikrowell sampei dengan persentase sel hidup dalam mikrowell kontrol, sedangkan daya sitotoksik relatif merupakan perbandingan antara selisih persentase sel sasaran hidup pada efektor mencit normal dan bertumor dengan persentase sel sasaran hidup pada efektor mencit normal. Hasil dan kesimpulan: Daya sitotoksik sel killer teraktivasi rIL-2 berasal dari organ limpa berbeda bermakna dengan efektor berasal dari kelenjar getah bening. Dengan menggunakan sel sasaran singenik, daya sitotoksik efektor berasal dari kelenjar getah bening mencit C3H yang tidak mengalami pengayaan, lebih tinggi dibandingkan efektor berasal dari limpa. Pada mencit GR terjadi sebaliknya, dengan kondisi yang sama, efektor berasal dari KGB lebih rendah daya sitotoksiknya dibandingkan efektor berasal dari limpa. Sedangkan daya sitotoksik, efektor berasal dari KGB terhadap sel sasaran alogenik tetap lebih tinggi dibandingkan efektor berasal dari limpa pada mencit C3H, dan hampir sama pada mencit GR. Pengayaan limfosit T, tidak menunjukkan pengaruh terhadap daya sitotoksik sel killer baik berasal dari limpa maupun KGB mencit C3H kecuali daya sitotoksik efektor berasal dari KGB terhadap sel sasaran alogenik. Sebaliknya pada efektor berasal dari mencit GR, pengayaan limfosit T berpengaruh baik terhadap sel sasaran singenik maupun alogenik. Penelitian ini juga menunjukkan pengaruh rIL-2 terhadap daya sitotoksik sel killer yang tinggi, umumnya dicapai dengan dosis pemberian 1000 UI/ml dengan pengujian FJT 2511 dan 50/1. Pemberian rIL-2 dengan dosis 250 UI/ml dan 1500 UI/ml juga dapat meningkatkan daya sitotoksik sel killer baik efektor berasal dari limpa maupun KGB mencit C3H dan GR terhadap sel sasaran singenik dan alogenik.
ABSTRACT Analysis Of Interleukin-2 Activated Killer Cells Cytotoxicity Of C3H And Gr Mice Against Syngenic and Allogenic Mice Mammary Tumor CellsScope and methods of study: Interleukin-2 (IL-2) treatment on killer cells has not always result in increased cytotoxicity against tumor cells. The result of IL-2 in vitro activation is influenced by an intrinsic factor, both the killer cells as immunological effector and the tumor cells as target cells. In order to analyze the effect of several factors namely T lymphocytes enrichment, the origin of effector cells and the major histocompatibility complex (MHC) restriction, in this study we use two strains of mice, C3H and GR as the source of effector cells and mammary tumor cells, both in syngenic and allogenic combination. The immune effector used were both spleen cells and lymph node cells derived from normal and tumor-bearing mice, with or without T lymphocytes enrichment through nylon-wool column, prior activation by recombinant IL-2 (A-2). Lymphocytes were activated by 250, 1000 and 1500 IU/ml rIL-2 for 72 hours in CO2 incubator. In vitro culture of mammary tumor cells were used as target cells for testing the killer cells cytotoxicity both in syngenic and allogenic combination. The cytotoxicity was assesed by counting the reduction of living cells enumerated from at least 200 cells using trypan blue exclusion method. The absolute cytotoxicity was determined by the ratio between the difference of the percentage of living target cells in control and sample with percentage of living target cells in control. While the relative cytotoxicity was determined by the ratio between the difference the percentage living target cells in normal and tumor-bearing mice effector cells with the percentage of living target cells in normal mice effector cells. Result and conclusion: The cytotoxicity of IL-2 activated killer cells derived from spleen showed a significant difference from the killer cells derived from lymph node. The cytotoxicity against singenic target cells of C3H mice effector derived from lymph node without T lymphocytes enrichment was higher than the effector derived from the spleen. In contrast, the cytotoxicity of effector cells derived from GR mice lymph node showed a lower cytotoxicity than effector cells derived from the spleen. While the cytotoxicity against allogenic combinations, effector derived from the lymph node remained higher as compared to the effector derived from the spleen of C3H mice, almost similar with the GR mice. T lymphocytes enrichment did not influence the cytotoxicity of killer cells both derived from spleen and lymph node against allogenic target cells. On the other hand, T lymphocytes enrichment of effector derived from GR mice caused elevation of the cytotoxicity both in syngenic or allogenic combination. This study also showed the effect of IL-2 in increasing the cytotoxicity of killer cells, which was usually achieved by the 1000 IU/ml dosage in E/T 25/1 and 50/1 ratio. However the 250 and 1500 IU/ml dosage also showed the effect of IL-2 in increasing the cytotoxicity of killer cells derived from spleen or lymph node of C3H and GR mice against both syngenic and allogenic target cells.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmardi
Abstrak :
Produksi penisilin secara alamiah dan biosintesis memerlukan seleksi galur mikroorganisme penghasil penisilin (Penicillium chrysogenum dan P. notatum) berdasarkan aktivitas antibiotiknya. Penelitian ini bertujuan membandingkan aktivitas antiobiotik galur P. chrysogenum ATCC 9480, CBS Engel, dan hasil isolasi dari daun pisang. Tiap-tiap galur yang diuji aktivitas antibiotiknya ditumbuhkan pada medium Potato Dextrose Broth, tanpa pengocokan, dengan suhu inkubasi 30 0C. Uji aktivitas antibiotik dilakukan dengan menggunakan ?cylinder assay method? terhadap bakteri penguji Bacillus subtilis UICC B-11, Escherichia coli UICC B-15, dan Staphylococcus aureus UICC B-28. Aktivitas antibiotik tiap-tiap galur P. chrysogenum diketahui dengan mengukur diameter zona bening yang terjadi dikurangi diameter terluar silinder kaca (8 mm). Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa aktivitas antibiotik galur P. chrysogenum ATCC 9480 dan hasil isolasi dari daun pisang lebih besar dari CBS Engel terhadap P. subtilis dan S. aureus, tetapi aktivitas antibiotik semua galur terhadap E. coli sama.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kusmardi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
PGB-pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmardi
Abstrak :
Banyak penelitian mengenal upaya pengobatan kanker yang telah dilakukan, namun cara pengobatan dengan bedah, radioterapi dan kemoterapi dewasa ini masih memerlukan biaya tinggi yang sering tidak terjangkau oleh penderita dari galongan masyarakat menengah dan bawah. Walaupun berbagai kemajuan telah dicapai, namun hasil pengobatan umumnya kebanyakan kasus di Indonesia, sudah ada pada stadium lanjut, masih kurang memuaskan yang ditunjukkan dengan survival rate yang masih rendah. Oleh karena itu senantiasa dicari cara yang lebih baru untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dengan biaya yang secara ekonomis lebih rendah. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan jalan menggali dan memanfaatkan sumber daya alam nabati. - karoten merupakan salah satu pilihan yang bisa diambil. - karoten banyak terdapat sebagai pigmen oranye yang ada pada tumbuhan dan hewan terutama pada mentega, telur, ubi merah, wortel, keiapa sawit, dan sebagainya. Kandungan - karoten di dalam minyak kelapa sawit sekitar 600.000 µg/kg, Ekstrak minyak kelapa sawit (EMKS) selain mengandung karoten yang sangat tinggi juga mengandung vitamin E. Latar belakang Walaupun penyebab timbulnya kanker sampai saat ini masih banyak lagi yang belum diketahui secara pasti, namun menurut beberapa peneliti kebiasaan makan atau diet dapat menyebabkan timbulnya kanker, seperti di Amerika Serikat yang golongan makanannya hanya bahan nabati (vegetarian) ternyata menunjukkan insides kanker payudara lebih rendah bila dibandingkan dengan golongan lain yang banyak makan daging. Hal itu juga didukung oleh peneliti lain yang menyatakan bahwa rendahnya pemakaian (jumlah yang masuk ke dalam tubuh) sayuran, buah-buahan, β -karoten secara kansisten berkaitan dengan risiko mendapatkan kanker paru, baik yang dibuktikan melalui studi retrospektif maupun prospektif. Juga dibuktikan bahwa rendahnya kadar β -karaten dalam plasma atau serum selalu berkaitan dengan timbulnya kanker paru. Hai ini terjadi karena β -karoten bersifat protektif dan agaknya tidak perlu dikonversi ke vitamin A.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
LP 1998 65
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmardi
Abstrak :
Menurut beberapa peneliti salah satu faktor penyebab timbulnya kanker, adalah terapi dengan betaestradiol dosis tinggi, atau dosis adekuat yang tidak terkontrol. Terapi ini telah digunakan selama 30 tahun terakhir terutama kaitannya dengan menopause prematur, hysterektomi total, salpingo-ooforektomi, kontrasepsi, dll. Namun demikian tidak mudah melakukan penilaian keuntungan yang diperoleh serta efek sampingnya. Terlebih lagi bila pemanfaatan estradiol dilakukan pada penderita kanker payudara. Sehingga perlu dicari dosis yang masih aman pada keadaan tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah implantasi estradiol sekali selama penelitian dengan dosis 7 mg berpengaruh terhadap perangai pertumbuhan sel tumor transpiantabel kelenjar susu mencit GR, serta terhadap imunitas humoral mencit tersebut. Mencit yang digunakan adalah mencit betina yang pada awal penelitian berumur 6 bulan dan ditumbuhi (diinokulasi) sel tumor kelenjar susu. Mencit dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok kelola yang terdiri atas mencit bertumor kelenjar susu tidak diimplantasi estradiol dan kelompok perlakuan yang diimplantasi estradiol. Dengan menganalisa data volume tumor pada saat tumor berumur 1 minggu dan 2 minggu, diketahui bahwa implantasi estradiol tidak meningkatkan pertumbuhan tumor. Sedangkan dari analisa kadar imunoglobulin diketahui bahwa tidak ada pengaruh implantasi estradiol terhadap kadar Ig G dalam serum mencit. Sebaliknya transplantasi tumor ada pengaruhnya terhadap kadar Ig G serum mencit. Pengaruh implantasi estradiol terhadap kadar Ig A pada serum mencit juga tidak bermakna. Tetapi transplantasi sel tumor justru menurunkan kadar Ig A dalam serum mencit. Kadar Ig M serum tidak dipengaruhi baik oleh implantasi estradiol maupun transplantasi sel tumor.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmardi
Abstrak :
Daun Johar (DJ) (Cassia siamea Lamk.) telah dilaporkan memiliki potensi untuk merangsang respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol DJ terhadap aktivitas dan kapasitas makrofag. Duapuluh empat ekor mencit Swiss dibagi ke dalam 6 kelompok. Kelompok kontrol pertama (Group I) mendapatkan akuades, kontrol kedua (group II) mendapatkan CMC Na 0,5%, kontrol ketiga (group III) mendapatkan phytohemaglutinin. Sedangkan kelompok perlakuan: group IV mendapatkan 23,78 mg ekstrak etanol DJ/20 g BB, group V 47,56 mg/20 BB dan dan group VI 95,13 mg/20 g BB. Ekstrak diberikan sejak hari pertama hingga ketujuh. Pada hari kedelapan, kepada masing-masing mencit diinjeksikan intraperitoneal bakteri Staphylococcus aureus (SA). Aktivitas dan kapasitas sel makrofag dihitung dari sediaaan apus cairan peritonium dengan menghitung persentase fagosit yang melakukan fagositosis dari 100 fagosit. Kapasitas fagositosis ditetapkan berdasarkan jumlah SA yang difagositosis oleh 50 fagosit aktif. Aktivitas fagositosis meningkat seiring dengan peningkatan dosis ekstrak etanol DJ. Aktivitas dan kapasitas tertinggi dicapai oleh dosis ekstrak etanol DJ tertinggi dan kontrol positif PHA. Sedangkan aktivitas dan kapasitas terendah adalah kelompok akuades (369,5±18,1384) diikuti oleh kelompok CMC Na 0,5% (378,5±13,1783), kelompok EEDJ dosis 23,78 mg/20gBB (466,75±9,4296), dosis 47,56 mg/20 g BB (557±30,2324).
The Effect of Ethanol Extract of Daun Johar (Cassia siamea Lamk.) on the Macropages Activities and Capacyties. Daun Johar (DJ) (Cassia siamea Lamk.) has already been reported to stimulate the immune response. The current study investigates the role of DJ on mice macrophages activities and capacyties. Twenty four Swiss mice were divided into 6 equal groups. The first control group (Group I), re ceived aquadest. The second con trol group (Group II), was given CMC Na 0,5% . The third con trol group (Group III), was given phytohemaglutinin. The case group: group IV received 23,78 mg ethanol extract of DJ/20 g BW, group V received 47,56 mg/20 BW, and group VI received 95,13 mg/20 g BW. These were injected orally on day 1 until 7. On day 8, Staphylococcus aureus (SA) were injected intraperitoneally. The macrophages activities and capacyties were counted on slide smears of mice peritoneal fluid. According to enhancement of dose, either the macrophages activities or capacyties were found. The lowest activity encounter on the negative control (369,5±18,1384) followed by CMC Na 0,5% (378,5±13,1783), doses of 23,78 mg/20gBW (466,75±9,4296), doses of 47,56 mg/20 g BW (557±30,2324), positive control/PHA (670,5±10,0830) and doses of 95,13 mg/20 g BW (683,5±12,1244).
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmardi
Abstrak :
Ketepeng Cina (KC) (Cassia alata L.) telah dilaporkan memiliki potensi untuk merangsang respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol KC terhadap aktivitas dan kapasitas makrofag. Duapuluh empat ekor mencit Swiss dibagi ke dalam 6 kelompok. Kelompok kontrol pertama (Group I) mendapatkan phytohemaglutinin, kontrol kedua (group II) mendapatkan CMC Na 0,5%, kontrol ketiga (group III) mendapatkan akuades. Sedangkan kelompok perlakuan: group IV mendapatkan 42 mg ekstrak etanol KC/20 g BB, group V 84 mg/20 BB dan dan group VI 168 mg/20 g BB. Ekstrak diberikan sejak hari pertama hingga ketujuh. Pada hari kedelapan, kepada masing-masing mencit diinjeksikan intraperitoneal bakteri Staphylococcus aureus (SA). Aktivitas dan kapasitas sel makrofag dihitung dari sediaan apus cairan peritoneum dengan menghitung persentase fagosit yang melakukan fagositosis dari 100 fagosit. Kapasitas fagositosis ditetapkan berdasarkan jumlah SA yang difagositosis oleh 50 fagosit aktif. Aktivitas fagositosis meningkat seiring dengan peningkatan dosis ekstrak etanol KC. Aktivitas dan kapasitas terendah terjadi pada kelompok kontrol (Kelompok II dan III), meningkat pada kelompok IV, V, kontrol positif (Kelompok I) dan Kelompok VI.
The Effect of Ethanol Extract of Ketepeng Cina (Cassia alata L.) on the Macropages Activities and Capacyties. Ketepeng cina (KC) (Cassia alata L.) has already been reported to stimulate the immune response. The current study investigates the role of KC on mice macrophages activities and capacyties. Twenty four Swiss mice were divided into 6 equal groups. The first control group (Group I), received phytohemaglutinin. The second control group (Group II), was given CMC Na 0,5%. The third control group (Group III), was given aquadest. The cases group: group IV received 42 mg ethanol extract of KC/20 g BW, group V received 84 mg/20 BW, and group VI received 168 mg/20 g BW. These were admonished orally on day 1 until 7. On day 8, Staphylococcus aureus (SA) were injected intraperitoneally. The macrophages activities and capacyties were counted on slide smears of mice peritoneal fluid. According to enhancement of dose, either the macrophages activities or capacyties were found. The lowest activity encounter on the negative control (group II and III) followed by Group IV, V, positive control (group I) and group VI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library