Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Khairul Imam
"Penelitian ini membahas mengenai dinamika yang dialami oleh kandidat, masyarakat, dan peran agen lain dalam membentuk dan menentukan proses kontestasi dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain eksplanatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konversi kapital para kandidat sebagai agen sosial, sangat dipengaruhi oleh strategi yang mereka gunakan. Dimana pada saat yang sama, masyarakat juga melakukan kalkulasi dan pada akhrinya berdinamika berdasarkan strategi kandidat tersebut. Namun sikap politik masyarakat itu nyatanya juga dipengaruhi kuat oleh keberadaan agen lain, media massa yang ternyata begitu otoritatif terhadap sikap dan pilihan masyarakat.
The focus of this study is the social dynamics that happened in Jakarta Governor Election 2012, among candidats as social agent, people, and other agen that creating and determining how the contestation going. As a qualitative researche with explanative purpose, this study show that capital conversion used by candidat is determined by how their strategy, and the strugle among people as a practice of habitus that they have. One important poin to note is that people choice in this proces is influenced by how the mass media creating it’s reality, by the means of their symbolic capital."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54618
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairul Imam
"ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai pengaruh status sosial ekonomi terhadap pola gaya hidup traveling mahasiswa reguler FISIP UI. Pada studi-studi sebelumnya memperlihatkan bahwa pola gaya hidup tertentu dimasyarakat secara tidak langsung menggambarkan kelas sosial tertentu. Dalam hal ini, tiap-tiap kelas sosial memiliki gaya hidup yang berbeda satu sama lain. Perbedaan gaya hidup tersebut disebabkan karena perbedaan pendapatan yang dimiliki oleh tiap kelas sosial. Terdapat dua kelemahan dari pandangan tersebut yaitu 1 kelas sosial yang berbeda dapat memiliki gaya hidup yang sama dan 2 perbedaan gaya hidup tersebut tidak selalu disebabkan oleh perbedaan pendapatan yang dimiliki oleh tiap kelas sosial. Penulis berargumen bahwa gaya hidup traveling tidak hanya dimiliki oleh kelas menengah-atas tetapi juga oleh kelas menengah-bawah. Meskipun dalam melakukan traveling membutuhkan biaya yang tidak sedikit, menabung dapat menjadi sebuah solusi bagi masyarakat kelas menengah-bawah. Studi ini melihat pada kasus mahasiswa di FISIP UI, dimana selain melakukan kegiatan perkuliahan, traveling menjadi suatu gaya hidup yang masih dilakukan oleh sebagian mahasiswa reguler FISIP UI. Penulis ingin mengetahui, apakah gaya hidup traveling mahasiswa FISIP UI tersebut hanya menggambarkan kelas menengah-atas. Penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan April sampai akhir Mei 2017. Dalam hal ini, penulis akan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik penarikan sampel, simple random sampling untuk mengetahui hal tersebut.

ABSTRACT
This article discusses the influence of socio economic status on lifestyle patterns of traveling on FISIP UI regular students. Previous studies have shown that certain lifestyle patterns in the community indirectly describe a particular social class. In this case, each social class has a different lifestyle. The difference in lifestyle is due to the difference in income that each social class has. There are two disadvantages to this view 1 different social classes can have the same lifestyle and 2 the lifestyle differences are not always due to the different incomes that each social class has. The author argues that the lifestyle of traveling is not only owned by the upper middle classes but also by the middle lower classes. Although traveling does require a lot of money, saving can be a solution for middle lower class society. This study looks at the case of students at FISIP UI, where in addition to lecturing activities, traveling becomes a lifestyle that is still done by some regular students FISIP UI. The author wants to know, whether the lifestyle of traveling students FISIP UI is only describes the upper middle class. This research was conducted in early April until the end of May 2017. In this case, the writer will use quantitative approach with sampling technique, simple random sampling to know it."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khairul Imam
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis representasi kelas sosial dalam big data di Indonesia. Penelitian ini berargumen bahwa persoalan pengaplikasian big data terletak pada bias yang disebabkan tidak reprsentatifnya data yang diproduksi. Berdasarkan konteks struktural pada masyarakat Indonesia, dimana secara kuantitatif melalui analisis terhadap data Susenas 2016 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kelas sosial, konteks sosial desa-kota, dan konteks spasial terhadap akses internet dalam proses transformasi struktur sosial kedalam masyarakat jaringan yang berimplikasi terhadap produksi data. Dimana terdapat kecenderungan menghilangkan representasi kelas bawah di Indonesia.

The research purposes are to study the social class representation of big data in Indonesia. This research argues that problems of big data are situated by bias in how the data are produced. Based on Indonesian socio structural context, analyzed quantitatively on Susenas 2016 data show that there is a linear statistical relationship from social class to internet access controlled by rural urban social context and spatial context. This relationship creating a significant impact on structural transformation toward network society, and how data are produced by the tendency of eliminating lower class in data generating process.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imran Khairul Imam
"ABSTRAK
Desa Cisitu di Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan sumber penghidupan sebagai petani teh.  Keberlanjutan sumber penghidupan sebagai petani teh menghadapi masalah musim kemarau yang panjang serta naik turunnya harga daun teh. Hal tersebut menyebabkan kebun teh di Desa Cisitu dimanfaatkan juga untuk ditanami jenis tanaman lain selain teh. Pengukuran keberlanjutan sumber penghidupan dilakukan dengan metode kualitatif. Keberlanjutan sumber penghidupan diukur melalui 5 aset utama yaitu aset alam, aset keuangan, aset fisik, aset manusia serta aset sosial. Aset alam diukur melalui terdapatnya lokasi perkebunan, pelayanan lingkungan serta bencana alam. Aset keuangan diukur melalui modal, aset kehidupan lain serta luas lahan pertanian. Aset fisik diukur melalui mekanisme pertanian, alat penunjang pertanian, teknologi pertanian serta aksesibilitas. Aset manusia diukur dengan kemampuan dan pengetahuan serta ketersediaan tenaga kerja. Aset sosial diukur dengan keikutsertaan dalam kelompok tani serta keterikatan dengan lembaga lain. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi petani yang mampu bertahan hanya sebagai petani teh saja. Semua petani telah memiliki sumber penghasilan lain, baik dengan mengalih fungsikan kebun tehnya maupun dari sumber bukan pertanian. Petani yang masih mengelola kebun tehnya dengan baik adalah mereka yang memiliki aset keuangan yang memadai, serta mendapatkan bantuan dari pemerintah. Profil petani menjadi kunci dari kesempatan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah.  Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa kehidupan petani teh dapat berlanjut sebagai sumber penghidupan jika ada bantuan dan bimbingan dari pemerintah yang dilakukan sesuai dengan profil petaninya.

ABSTRACT
Cisitu Village is one of the villages where tea farming is a livelihood. Tea farmers in Cisitu Village utilized their own land as a source of livelihood. The sustainability of tea farming is facing a long dry season and the unstability of tea leaves price. With this situation, farmer cultivate other kind of plant on the tea plantation land. To measure the sutainability livelihood, this research was conducted by qualitative methods. The sustainability livelihoods was measured by five assetes, namely natural assets, financial assets, physical assets, human assets, and social assets.  Natural assets were measured through the location of plantations, environmental services, and natural disasters. Financial assets were measured through capital, other life assets, and the area of their land. Physical assets were measured through farming mechanisms, agricultural supporting tools, technology, and accessibility. Human assets were measured by the ability and knowledge, and availability of labor. Social assets are measured by participation in farmer groups and collaboration with institutions.  The results shows that tea farmers could not depend on tea as their main source. All farmers has other livelihood sources, either by changing some parts of their tea plantation or other financial source different than agriculture. Farmers that well manage their tea plantation are the one that have better financial assetes, and support by the government program.  Farmer profile is the key to have the chance to the government program. The conclusion of this study shows that tea farming as livelihood could be sustain if support and guidance from the government carried out base on the farmer profile.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imran Khairul Imam
"Desa Cisitu di Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan sumber mata pencaharian sebagai petani teh. Keberlanjutan mata pencaharian sebagai petani teh menghadapi masalah musim kemarau yang panjang dan naik turunnya harga daun teh. Hal ini menyebabkan kebun teh di Desa Cisitu dimanfaatkan untuk menanam jenis tanaman lain selain teh. Pengukuran keberlanjutan mata pencaharian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Keberlanjutan penghidupan diukur melalui 5 aset utama, yaitu aset alam, aset finansial, aset fisik, aset manusia, dan aset sosial. Aset alam diukur dengan lokasi perkebunan, jasa lingkungan dan bencana alam. Aset keuangan diukur melalui modal, aset hidup lainnya dan luas lahan pertanian. Aset fisik diukur melalui mekanisme pertanian, alat pendukung pertanian, teknologi pertanian dan aksesibilitas. Aset manusia diukur dari kemampuan dan pengetahuan serta ketersediaan tenaga kerja. Aset sosial diukur dengan partisipasi dalam kelompok tani dan keterlibatan dengan lembaga lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi petani yang mampu bertahan hanya sebagai petani teh. Semua petani memiliki sumber pendapatan lain, baik dengan mengkonversi kebun teh mereka atau dari sumber non-pertanian. Petani yang masih mengelola kebun tehnya dengan baik adalah mereka yang memiliki aset keuangan yang memadai dan mendapat bantuan dari pemerintah. Profil petani menjadi kunci peluang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa kehidupan petani teh dapat berlanjut sebagai sumber penghidupan jika ada pendampingan dan pembinaan dari pemerintah yang dilakukan sesuai dengan profil petani tersebut.

Cisitu Village in Sukabumi Regency is one of the villages that still maintains a source of livelihood as tea farmers. Sustainability of livelihoods as tea farmers face the problem of a long dry season and the ups and downs of tea leaf prices. This causes the tea garden in Cisitu Village to be used to grow other types of plants besides tea. Measurement of livelihood sustainability is carried out using qualitative methods. Livelihood sustainability is measured through 5 main assets, namely natural assets, financial assets, physical assets, human assets, and social assets. Natural assets are measured by plantation location, environmental services and natural disasters. Financial assets are measured through capital, other living assets and the area of ​​agricultural land. Physical assets are measured through agricultural mechanisms, agricultural support tools, agricultural technology and accessibility. Human assets are measured by the ability and knowledge as well as the availability of labor. Social assets are measured by participation in farmer groups and involvement with other institutions. The results of this study indicate that there are no longer farmers who are able to survive only as tea farmers. All farmers have other sources of income, either by converting their tea gardens or from non-agricultural sources. Farmers who still manage their tea gardens well are those who have adequate financial assets and receive assistance from the government. Farmer profiles are the key to opportunities to get assistance from the government. The conclusion of this study shows that the life of tea farmers can continue as a source of livelihood if there is assistance and guidance from the government carried out according to the profile of the farmer."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library