Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairil Anwar
"Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Jakarta II adalah institusi yang menghasilkan tenaga kesehatan di bidang radiografi. Seiring dengan perkembangan ilmu, teknologi dan globalisasi, lulusannya dituntut mempunyai kualitas yang memadai. Lulusannya sebagai output dari sistem pendidikan yang diselenggarakan institusi ini tentunya berhubungan dengan komponen input dan proses. Salah satu aspek pada komponen proses adalah pelayanan proses pembelajaran. Peningkatan pelayanan proses pembelajaran secara terus menerus harus dilakukan agar kualitas lulusan juga meningkat. Langkah awal untuk melakukan perbaikan kualitas tersebut adalah melakukan pengukuran dan evaluasi kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan yang diselenggarakan. Penilaian kepuasan mahasiswa merupakan salah satu bentuk pemantauan mutu proses pembelajaran (Wijono, 1999). Mutu proses pembelajaran dapat dikatakan baik jika mahasiswa merasa puas (Tampubolon, 2000).
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kepuasan mahasiswa terhadap pelayanan proses pembelajaran dan aspek pelayanan proses pembelajaran yang menjadi prioritas utama untuk diperbaiki pada Jurusan Teknik Radiodiagnostik Politeknik Kesehatan Jakarta 11, menggunakan desain cross sectional, dengan analisis diagram kartesius.
Hasil penelitian menunjukkan Kepuasan mahasiswa tertinggi adalah terhadap keharmonisan penampilan dosen ketika mengajar (84,5 %). Sedangkan ketidakpuasan tertinggi adalah terhadap kebersihan di laboratorium (47,8 %).
Hasil analisis diagram kartesius menunjukkan aspek pelayanan yang paling banyak mempunyai prioritas utama untuk perbaikan adalah pada pelayanan administrasi, paling banyak dipertahankan adalah pada pelayanan perpustakaan, mempunyai paling banyak prioritas rendah untuk diperbaiki adalah pada pelayanan dosen dan paling banyak aspek pelayanan yang tidak efisien adalah pada pelayanan laboratorium.
Daftar bacaan : 40 (1976 - 2002)

Relationship Between Student's Characteristics and Satisfaction on Learning Process Services in Department of Radiodiagnostics and Radiotherapy Technique in Jakarta Health Polytechnic II year 2003Department of Radiodiagnostics and Radiotherapy Technique in Jakarta Health Polytechnic II is an institution producing health personnel in radiography area. in accordance to science and technology development as well as globalization, quality of the graduates is to be improved. As an output of education system, the graduates are closely related to input and process components. One aspect within the process component is learning process services, which should be enhanced continuously as to improve the quality of graduates. First step to be taken is to conduct measurement of and evaluate student's satisfaction rate regarding the service. Assessment of student's satisfaction rate is one form of quality monitoring of learning process (Wijono, 1999). Learning process quality could be graded as good if students are satisfied (Tampubolon, 2000).
This study discussed the relationship between student's characteristics and satisfaction towards learning process service; using cross sectional design, employing chi-square test and multiple logistic regressions enter method as statistical analysis tools.
The study showed that only 5.9% students who satisfied with the administrative service; 73% were satisfied with lecturers' service; 6.8% were satisfied with laboratory service; and 6.4% were satisfied with library service. Overall, there were only 5.9% of students who satisfied with learning process services.
Statistical analysis found significant relationship between gender and satisfaction towards library service (p=0.02) and towards overall services (p=0.04); between grade and satisfaction towards administrative service (p--0.00), towards lecturers (p-0.00), towards laboratory (p=0.00), towards library (p=0.00), and towards overall services (p=0.00); and between study achievement and satisfaction towards overall services (p=0.04).
The multiple logistic regressions showed that grade was independent variable with strongest relationship with satisfaction towards administrative process (p).02), towards lecturers' service (p=0.00), towards laboratory service (p=0,00), towards library service (p--0.01), and towards overall learning process services (p-O.OO).
It is suggested to (l) conduct continuous evaluation and satisfaction measurement to know the quality of learning process services organized by the department, (2) to refresh and to train human resources in their working areas, (3) to implement monitoring and evaluation of administrative personnel and lecturers in providing services, (4) to re-arrange the situation and accessories of library considering more the needs of students and (5) to conduct meeting between department's management and students of all grades in the beginning of new academic year.
References: 38 (1980-2002).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairil Anwar
"Paradigma baru pemerintahan menuntut fungsi pemerintah mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Karena itu, kinerja pemerintah daerah harus diarahkan pada upaya untuk memberikan kepuasan kepada warganya. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 salah satu somber dana bagi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Dan Retribusi Daerah, salah satu jenis pajak daerah adalah Pajak Reklame.
Pajak reklame saat ini mendapat perhatian dari masyarakat, Permasalahan pajak reklame di DKI Jakarta terkait dengan permasalahan pengelolaan reklame yang sangat kompleks, seperti birokrasi yang berbelitbelit, pengawasan yang kurang optimal, pemasangan rekiame yang belum memenuhi norma 7K (Keindahan, Keagamaan, Kesopanan, Ketertiban, Kesusilaan, Keamanan dan Kesehatan) dan sebagainya. Permasalahan tersebut memiliki dampak terhadap kinerja pemungutan pajak rekiame yang berdampak kurang optimalnya penerimaan pendapatan asli daerah di Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini mengangkat tiga permasalahan, yang menyangkut efisiensi pemungutan pajak reklame, efektivitas pemungutan pajak rekiame dan pelayanan pajak reklame. Tujuannya menjelaskan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak rekiame dan pelayanan pajak rekiame di Dipenda Propinsi DKI Jakarta. Penelitian menggunakan metode deskriptif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam terhadap beberapa orang yang terpilih, yakni orang-orang yang sehari-hari bertugas mengelola administrasi pajak reklame serta beberapa orang yang berkedudukan sebagai wajib pajak reklame, baik perorangan, badan maupun biro reklame. Sedang data sekunder dikumpulkan dengan teknik analisis dokumen, dengan menggunakan alat-alat analisis kinerja administrasi pajak daerah, yakni CCER, TPI dan persentase kontribusi pajak reklame terhadap APBD.
Penelitian menghasilkan beberapa temuan. Pertama, efisiensi biaya pemungutan pajak reklame yang diukur dengan. Cost of Collection Efficiency Ratio (CCER) menunjukkan bahwa pemungutan pajak reklame bervariasi dari tahun ke tahun, dengan rasio CCER terendah 2,99 pada tahun 1998/1999 dan tertinggi 15,12 pada tahun 2000. Kedua, efektivitas pemungutan pajak reklame yang diukur dengan ratio Tax Performance Index (TPI) menunjukkan bahwa efektivitas pemungutan pajak reklame baik dilihat dari segi rencana penerimaan maupun realisasi penerimaan cukup. stabil, Ketiga, diterbitkannya SK.Gub. DKI Jakarta No. 37 Thn 2000 pada satu sisi dapat memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak reklame namun pada sisi lain membuat prosedur penerbitan izin reklame sangat lama dan birokrasinya berbelit-belit. Tidak adanya one roof system dalam pelayanan membuat pengambilan keputusan pemberian iziin menjadi lama karena masing-masing instansi terkait menjalankan prosedur sendiri-sendiri sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Kondisi tersebut membuat pelayanan pajak reklame menurun dan memberikan citra buruk, sehingga mempengaruhi penerimaan pajak reklame.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka direkomendasikan: Pertama, perlunya peningkatan sistem pelaporan pajak reklame yang baik, konsisten dan dapat dibandingkan, sehingga tingkat efisiensi administrasi pajak reklame dapat dipantau secara terus menerus agar dapat melakukan tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan sebelum suatu gejala penurunan efiesiensi terjadi dengan demikian efisiensi pemungutan pajak reklame dapat terus ditingkatkan. Kedua, perlu dikaji secara mendalam mengenai penetapan rencana penerimaan agar lebih tepat dan sesuai dengan potensinya. Ketiga, untuk meningkatan kualitas pelayanan kepada pemohon reklame sebaiknya dipertimbangkan kembali pembentukan sistem manajemen satu atap (one roof system) semacam TPTPR, karena keberadaannya dapat memberi kepastian dan percepatan permohonan izin pemasangan reklame. Keempat, besarnya kontribusi penerimaan pajak reklame terhadap anggaran pendapatan belanja daerah seharusnya dapat dipertahankan dan apabila memungkinkan harus Iebih ditingkatkan. Peningkatan ini dapat dilaksanakan dengan lebih mengintensifkan penerapan administrasi pajak reklame baik dengan cara melakukan pengawasan yang lebih ketat dan penerapan sanksi. Dengan demikian wajib pajak timbul kesadaran atas kewajibannya membayar pajak reklame yang akhirnya berdampak terhadap upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairil Anwar
"Algorithmic trading (AT) sebagai fenomena mutakhir di pasar keuangan, khususnya pasar di Amerika dan wilayah Eropa, masih menjadi kontroversi. Ada yang menganggap (dan menunjukkan) AT memberi pengaruh positif terhadap market quality, ada juga yang menunjukkan hal sebaliknya. Menggunakan proxy aktivitas perdagangan, penelitian ini mengidentifikasi tren penggunaan AT dan dampaknya terhadap market quality di BEI. Adanya peningkatan aktivitas perdagangan (trading) yang dibarengi perubahan strategi perdagangan (nature of trading) menjadi petunjuk kuat tren penggunaan AT di BEI, meskipun dengan intensitas yang relatif lebih rendah dibandingkan pada pasar-pasar negara maju. Secara umum AT meningkatkan bid-ask spreads dan effective spreads, menurunkan bid-ask depth, serta mengurangi volatilitas harga saham. Hal ini menjadi indikasi bahwa AT memberi dampak negatif dengan menurunkan likuiditas pasar namun di saat yang sama justru memberi dampak positif dengan mengurangi volatilitas harga saham di BEI.

Algorithmic trading (AT) as a fairly new phenomenon in financial markets, especially in the American and European markets, still have controversy and discourse with respect to its impact on market quality. Using normalized measure of Indonesia Stock Exchange (IDX) electronic message traffic as proxy for AT, this paper investigates AT and its impact on market quality in IDX. Significant increase in trading activity as well as change of trading strategy have become evidence of an increase in the use of AT in IDX, with relatively lower than both US and European markets. In general, AT wide bid-ask spreads and effective spreads, reduces bid-ask depth, as well as reduces volatility. These findings indicate that AT has negative impact on liquidity and positive impact on volatility in IDX."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T32250
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khairil Anwar
"Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tentang desentralisasi asimetris di Indonesia pasca reformasi berupa bagaimana penerapannya dan bagaimana bentuk ideal yang seharusnya diterapkan. Teori yang digunakan adalah teori Agus Brotosusilo yang bersumber dari Pancasila yang barasal dari hukum adat nusantara berupa dominannya sikap komunal dari individual, spiritual daripada materialisme dan romatisme dari rasionalisme. Selain itu digunakan juga teori lainnya berupa teori konflik Dahrendorf. Hasil penelitian ini mengungkap terjadi resentralisasi dari daerah ke pusat berupa diambilnya kewenangan pada UU Ciptakerja untuk keseluruhan daerah dan perubahan Otsus Papua, Papua Barat dan Aceh bagi daerah asimetris. UU Sapu jagat didapati resentralisasi; pertama, perizinan usaha ditentukan dan dimiliki pusat, kedua, wewenang penataan ruang terpusat, ketiga, amdal dipermudah, keempat, sanksi dimiliki pusat dan dipermudah, dan kelima, pajak ditarik pusat. Sedangkan pada perubahan Otsus Papua didapati; pemekaran Papua dipermudah, perubahan UU otsus tidak perlu persetujuan DPRP dan MRP, pengawasan domain pusat, pendirian parpol oleh Orang Papua dihilangkan dan kewajiban konsultasi parpol ke MRP dan DPRP disunat, dan jabatan wagub dapat diisi. Sementara pada Aceh tidak dipenuhinya Pengatutan lambang Aceh dan pengaturan suku bunga. Tidak terdapat harmonisasi sebagaimana teori Agus Brotosusilo karena pusat sangat mendominasi dengan terjadinya resentralisasi sehingga daerah merasa tidak dimanusiakan. Preskriptif yang ditawarkan adalah mewujudkan harmonisasi dan memperluas penerapan desentralisasi asimetris. Kesimpulannya adalah dari skema tujuan desentralisasi terdapat kemiripan antara orde baru dengan masa kini yaitu menguatnya resentralisasi.

This study aims to answer about asymmetric decentralization in post-reform Indonesia in terms of how it is implemented and how the ideal form should be implemented. The theory used is Agus Brotosusilo's theory which comes from Pancasila which comes from the customary law of the archipelago in the form of the dominant communal attitude of the individual, spiritual rather than materialism and romanticism from rationalism. In addition, other theories are also used in the form of Dahrendorf's conflict theory. The results of this study reveal that there has been recentralization from the regions to the center in the form of the taking of authority in the Job Creation Law for the entire region and changes to the Special Autonomy for Papua, West Papua and Aceh for asymmetric regions. The Sweeping Universe Law is found to be recentralized; first, business licenses are determined and owned by the center, second, the authority for spatial planning is centralized, third, amdal is facilitated, fourth, sanctions are owned and facilitated by the center, and fifth, taxes are levied by the center. Meanwhile, in the changes to the Special Autonomy for Papua, it was found; The expansion of Papua was facilitated, changes to the Special Autonomy Law did not require the approval of the DPRP and MRP, central domain supervision, the establishment of political parties by Papuans was eliminated and the obligation to consult political parties to the MRP and DPRP was circumcised, and the position of deputy governor could be filled. Meanwhile, in Aceh, the acknowledgment of the Aceh symbol and interest rate arrangements was not fulfilled. There is no harmonization like Agus Brotosusilo's theory because the center dominates with the recentralization so that the regions feel they are not being humanized. The prescriptive offered is to realize harmonization and expand the application of asymmetric decentralization. The conclusion is that from the scheme for the purpose of decentralization, there are similarities between the new order and the present, namely the strengthening of recentralization."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library