Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kesuma Wardhana
"Dalam peraturan hukum Indonesia, program komputer dianggap sebagai suatu Ciptaan yang dilindungi dengan Hukum Hak Cipta. Pengaturan tersebut terdapat pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang telah mengakomodasi program komputer sebagai Ciptaan unik yang membutuhkan bentuk perlindungan tersendiri. Undang-undang tersebut sayangnya tidak luput dari kekurangan-kekurangan yang pada akhirnya menyebabkan perlindungan yang kurang sempurna karena tidak dinyatakan dengan jelas elemen-elemen apa yang sebenarnya dilindungi dari Ciptaan program komputer. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan prinsip de minimis sebagai tolak ukur pembatasan dan pendekatan yang bisa digunakan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hak cipta program komputer serta membangun peraturan yang lebih baik untuk perlindungan terhadap program komputer.

Based on Indonesia's current law, computer program is considered as a copyrightable works in accordance to Act No. 28/2014, which has accommodated computer program as a unique works that needs its own kind of protection. The act in question, unfortunately, is far from perfect, and has its own shortcomings, particularly because it doesn't regulate nor state what elements it's supposed to protect. This research therefor hopes to create boundaries and approaches that can be used both on a copyright infringement cases and to create a better legislation concerning the protection of computer program by the use of the de minimis principle."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kesuma Wardhana
"Abstrak
Dalam peraturan hukum Indonesia, program komputer dianggap sebagai suatu Ciptaan yang dilindungi dengan Hukum Hak Cipta. Pengaturan tersebut terdapat pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang telah mengakomodasi program komputer sebagai Ciptaan unik yang membutuhkan bentuk perlindungan tersendiri. Undang-undang tersebut sayangnya tidak luput dari kekurangan-kekurangan yang pada akhirnya menyebabkan perlindungan yang kurang sempurna karena tidak dinyatakan dengan jelas elemen-elemen apa yang sebenarnya dilindungi dari Ciptaan program komputer. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan prinsip de minimis sebagai tolak ukur pembatasan dan pendekatan yang bisa digunakan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hak cipta program komputer serta membangun peraturan yang lebih baik untuk perlindungan terhadap program komputer."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2017
340 JHP 47:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Farha Nuraqyla Kesuma Wardhana
"Terdapat fenomena yang umum terjadi pada karyawan generasi Z, yaitu job hopping atau sering berpindah-pindah pekerjaan. Fenomena job hopping ini mencerminkan kurangnya komitmen afektif yang dimiliki oleh karyawan, di mana karyawan tidak memiliki keterikatan emosi, identifikasi, dan keterlibatan yang cukup dengan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran moderasi persepsi dukungan atasan dalam hubungan antara pekerjaan layak dan komitmen afektif sebagai usaha untuk menghadapi fenomena tersebut. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah 346 orang karyawan generasi Z berusia 20-29 tahun, berwarga negara Indonesia, sudah bekerja selama minimal 3 bulan, berstatus karyawan tetap, dan memiliki atasan langsung di tempat kerja. Uji moderasi Hayes menghasilkan temuan bahwa persepsi dukungan atasan terbukti secara signifikan memoderasi hubungan antara pekerjaan layak dan komitmen afektif (t = 2.665, p = 0.008 < 0.05). Dalam hal ini, persepsi dukungan atasan berperan dalam memperkuat hubungan antara pekerjaan layak dan komitmen afektif. Implikasi penelitian ini menyoroti pentingnya persepsi dukungan atasan untuk meningkatkan komitmen afektif karyawan generasi Z. Selain itu, pekerjaan layak juga berperan penting untuk mengembangkan komitmen afektif yang dimiliki. Melalui usaha ini, diharapkan fenomena job hopping pada karyawan generasi Z dapat diatasi

There is a common phenomenon among Generation Z employees, known as job hopping or frequently changing jobs. This job hopping phenomenon reflects the lack of affective commitment possessed by employees, where employees do not have sufficient emotional attachment, identification, and involvement with the company. This research aims to examine the moderating role of perceived superior support in the relationship between decent work and affective commitment as an effort to deal with this phenomenon. In this research, the participants involved were 346 generation Z employees aged 20-29 years, Indonesian citizens, had worked for at least 3 months, had permanent employee status, and had a direct supervisor at work. The Hayes moderation test resulted in the finding that perceived superior support was proven to significantly moderate the relationship between decent work and affective commitment (t = 2.665, p = 0.008 < 0.05). In this case, perceived supervisory support plays a role in strengthening the relationship between decent work and affective commitment. The implications of this research highlight the importance of perceived superior support in increasing the affective commitment of generation Z employees. Additionally, decent work also plays an important role in developing their affective commitment. Through this effort, it is hoped that the job hopping phenomenon among generation Z employees can be overcome."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah Saniyya Kesuma Wardhana
"

Ketentuan dalam Pasal 1175 KUH Perdata telah membatasi objek jaminan hipotek, yakni hanya diperuntukkan atas benda-benda yang sudah ada sehingga menjadi permasalahan apabila debitur memberikan jaminan berupa kapal sedang dibangun. Kreditur selaku penerima hipotek merupakan pihak yang semestinya memperoleh perlindungan hukum jika sewaktu-waktu debitur cidera janji, terlebih jaminan hipotek atas kapal yang diberikan sedang dibangun. Oleh karena penelitian ini membutuhkan bahan-bahan hukum tertulis yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan, maka Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dilengkapi dengan wawancara kepada pihak terkait. Berdasarkan metode penelitian yang digunakan oleh Penulis, diperoleh hasil bahwa dalam hukum positif telah memperbolehkan pembebanan hipotek atas kapal yang sedang dibangun, mengacu pada Pasal 314 ayat (3) KUH Dagang yang merupakan konsideran dari Pasal 14 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 39 Tahun 2017. Kapal yang sedang dibangun dikatergorikan sebagai benda yang sudah ada apabila kapal tersebut sudah terdaftar dan pembangunan kapal paling sedikit secara fisik telah mencapai tahap penyelesaian bangunan lambung, geladak utama, dan seluruh bangunan atas. Meskipun telah diatur dalam hukum positif, dalam prakteknya kurang memberikan perlindungan hukum kepada kreditur jika mengharuskan eksekusi benda jaminan mengingat kapal bukan merupakan benda yang likuid sehingga tidak mudah untuk dicairkan. Rendahnya nilai jaminan berupa kapal yang sedang dibangun dan adanya hak retensi yang dimiliki oleh galangan kapal juga merupakan hal yang harus dipertimbangkan kreditur ketika akan memberikan fasilitas kredit kepada debitur. 


Article 1175 of the Civil Code limits the object of collateral mortgage, that is only for existing objects therefore it becomes a problem if the debtor provides collateral in the form of an under-construction vessel. The creditor as the recipient of the mortgage is the party that should get legal protection if at any time the debtor breaches the contract, especially when the collateral mortgage is on an under-construction vessel. Because this research requires written legal materials that refer to legal norms in legislation, the author uses normative juridical research method equipped with interviews with related parties. Based on the research method used by the author, the results show that positive laws have allowed the imposition of mortgages on under-construction vessel, referring to Article 314 paragraph (3) of the Commercial Code which is a consideration of Article 14 of the Regulation of The Minister of Transportation Number 39 of 2017. Under-construction vessel is categorized as an existing object if the ship has been registered and construction of the ship has at least physically reached the completion stage of the hull, main deck, and the entire upper structure. Although it has been regulated in positive law, in practice it doesn’t provide enough legal protection to creditors if it requires the execution of collateral objects considering the ship is not a liquid object so it’s not easy to be disbursed. The low value of collateral in the form of an under-construction vessel and the existence of retention rights owned by shipyards is also a matter that must be considered by creditors when providing credit facilities to debtors.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library