Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Maharani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Neuropati perifer merupakan komplikasi neurologis tersering pada pasien HIV. Stavudin, yang dikaitkan dengan risiko neuropati perifer, mulai ditinggalkan sebagai pilihan pertama terapi antiretroviral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian neuropati pada pasien HIV dalam terapi antiretroviral non stavudin menggunakan multimodalitas pemeriksaan, dan faktor risiko yang berhubungan.
Metode Penelitian: Penelitian berdesain potong lintang menggunakan data sekunder dari penelitian JakCCANDO ditambah dengan data primer dari pasien HIV dalam terapi antiretroviral non stavudin minimal 12 bulan yang berobat di Unit Pelayanan Tepadu (UPT) HIV Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM). Anamnesis dan penelusuran data faktor risiko, skrining klinis Brief Peripheral Neuropathy Screen (BPNS), elektroneurografi, dan Stimulated Skin Wrinkling (SSW) dengan krim lidokain:prilokain 5% dilakukan pada setiap subjek penelitian. Data dianalisis dengan SPSS 17.0.
Hasil: Angka kejadian polineuropati simetris distal (PSD) pada 68 subjek penelitian berdasarkan BPNS, elektroneurografi, SSW, dan kombinasi ketiga modalitas ialah 16,2%, 25%, 29,4%, dan 52,9%. Subjek dengan CD4 nadir kurang dari 50 sel/l memiliki risiko PSD sebesar 2,85 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok subjek dengan CD4 nadir yang lebih tinggi (IK 95% 1,99-8,29). Subjek yang memiliki tinggi badan lebih dari sama dengan 170 cm (p<0,03) dan viral load lebih dari sama dengan 35.000 kopi/ml (p<0,05) memiliki rerata kecepatan hantar saraf sensorik tungkai bawah lebih rendah dibandingkan subjek dengan tinggi badan dan viral load yang lebih rendah.
Kesimpulan: Angka kejadian neuropati perifer pada pasien HIV masih cukup tinggi yaitu 52,9% dari subjek penelitian, meskipun stavudin tidak lagi digunakan. Penggunaan multimodalitas pemeriksaan memberikan kemampuan deteksi neuropati lebih banyak dibandingkan modalitas pemeriksaan tunggal. Subjek dengan CD4 nadir kurang dari 50 sel/l, 2,85 kali lebih berisiko mengalami PSD. Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara tinggi badan lebih dari sama dengan 170 cm dan viral load lebih dari sama 35.000 kopi/ml terhadap abnormalitas parameter elektroneurografi saraf sensorik tungkai bawah.

ABSTRACT
Background: Peripheral neuropathy was a common neurologic complications in HIV patients. Stavudine, which was often associated with neuropathy risk, is no longer used as first line HAART. This study was aimed to determine prevalence of neuropathy in HIV patients receving HAART without stavudine using multi modalities examination, and associated risk factors.
Materials and Method: A cross-sectional study was undertaken using secondary data from JakCCANDO study subjects and primary data from HIV patients receiving antiretroviral therapy without stavudine for minimum 12 months in Integrated HIV Outpatient Clinics of Cipto Mangunkusumo General Hospital. All subjects were performed history taking, Brief Peripheral Neuropathy Screen (BPNS), electroneurography, and Stimulated Skin Wrinkling (SSW) using lidocaine:prilocaine 5% cream. Data analysis was done using SPSS 17.0.
Results:Prevalence of symmetric distal polyneuropathy (DSP) from 68 study subjects based on BPNS, electroneurography, SSW, and combination of three modalities were 16,2%, 25%, 29,4%, and 52,9%. Subjects with nadir CD4 less than 50 cells/l were at increased risk of DSP 2,85 times larger than subjects with higher nadir CD4 (CI 95% 1,99-8,29). Subjects with a height of equal or more than 170 cm (p<0,03) and viral load of equal or more than 35.000 copies/ml (p<0,05) had significantly decrease mean of lower extremities sensory nerve conduction velocities based on electroneurography compared to subjects with lower height and viral load.
Conclusions: Peripheral neuropathy remained a numerous neurological complication, as much as 52,9% of study subjects, even when stavudine was no longer used. Multiple diagnostic tools used in this study gave higher neuropathy number compared to single diagnostic modality. Subjects with nadir CD4 less than 50 cells/l had 2,85 times higher risk of having DSP. There were also correlation between height equal or more than 170 cm and viral load equal or more than 35.000 copies/ml with electroneurographic parameter abnormalities of sensory nerve in lower extremities.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bulan Kartika Maharani
"Skripsi ini membahas pengaruh hubungan sosial anak dengan keluarga, teman, dan lingkungan sekitar terhadap kesejahteraan subjektif anak di Indonesia, menggunakan dua skala, yaitu CW-SWBS dan CW-DBSWBS. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan data sekunder dari ISCWeB 3rd wave. Sampel penelitian ini merupakan anak-anak kelompok usia 10 dan 12 tahun (N=11.406). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif anak. Hubungan sosial dengan keluarga dan teman memiliki pengaruh lebih besar terhadap kesejahteraan subjektif anak di Indonesia pada skala CW-DBSWBS, sedangkan hubungan dengan lingkungan ditemukan lebih berpengaruh pada skala CW-SWBS. Lokasi tempat tinggal anak, baik di kota maupun desa, tidak memiliki pengaruh signifikan secara keseluruhan pada kesejahteraan subjektif anak. Namun, hubungan sosial anak dengan keluarga dan teman, pada kedua skala, memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kesejahteraan anak di perkotaan dibandingkan di pedesaan. Terakhir, hubungan anak dengan lingkungan sekitar berpengaruh lebih besar di kota dalam skala CW-SWBS, tetapi berpengaruh lebih besar di desa dalam skala CW-DBSWBS. Dengan demikian, konteks lokasi tempat tinggal, baik perkotaan maupun pedesaan, memainkan peran penting dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif anak, menunjukkan pentingnya dukungan sosial positif dalam keluarga dan lingkungan sekitar untuk kesejahteraan anak-anak Indonesia.

This thesis discusses the influence of children's social relationships with family, friends, and the neighborhood on their subjective well-being in Indonesia using two scales, CW-SWBS and CW-DBSWBS. This research is quantitative and based on secondary data from the ISCWeB 3rd wave. The sample consisted of children aged 10 and 12 years (N=11,406). The results showed that social relationships have a significant impact on children's subjective well-being. Social relationships with family and friends had a greater influence on children's subjective well-being in Indonesia on the CW- DBSWBS scale, while relationships with the neighborhood had a greater influence on the CW-SWBS scale. Where children live, whether urban or rural, did not have a significant overall impact on children's subjective well-being. However, children's social relationships with family and friends had a greater influence on their well-being in urban areas than in rural areas on both scales. Lastly, children's relationships with the neighborhood had a greater effect in urban areas on the CW-SWBS scale but a greater effect in rural areas on the CW-DBSWBS scale. Thus, the context of residential location, both urban and rural, plays an important role in determining factors influencing children's subjective well-being, highlighting the importance of positive social support within the family and neighborhood for the well-being of Indonesian children."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library