Psikotropika merupakan zat/bahan baku atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku Dalam distribusi obat golongan psikotropika, Pedagang Besar Farmasi memiliki peran penting dan menjadi satu-satunya instansi yang memiliki kewenangan untuk mendistribusikan obat psikotropika. Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF seperti Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 3 menlakukan kegiatan pengelolaan obat golongan psikotropika berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan Pedoman CDOB Tahun 2020. Pengelolaan obat golongan psikotropika yang dilakukan KFTD Jakarta 3 antara lain kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, pemusnahan, serta pencatatan dan pelaporan obat psikotropika. Dalam laporan ini, akan dilakukan evaluasi pengelolaan obat psikotropika di PT Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 3 dengan menggunakan skala guttman. Secara keseluruhan evaluasi pengelolaan obat psikotropika di PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 3 termasuk dalam kategori “baik” dengan rata-rata persentase 97%. ......Psychotropics are substances/raw materials or drugs, both natural and synthetic, non-narcotics, which have psychoactive properties through a selective effect on the central nervous system which causes specific changes in mental activity and behavior. In the distribution of psychotropic class drugs, Pharmaceutical Wholesalers have an important role and become the only the only agency that has the authority to distribute psychotropic drugs. Pharmaceutical Wholesalers (PBF) are companies in the form of legal entities that have permits for the procurement, storage, distribution of drugs and/or medicinal ingredients in large quantities in accordance with statutory provisions. PBF, such as Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 3, manages psychotropic drugs based on Law No. 3 of 2015 concerning Circulation, Storage, Destruction and Reporting of Narcotics, Psychotropics and Pharmacy Precursors and the 2020 CDOB Guidelines. Management of psychotropic drugs carried out by KFTD Jakarta 3 included procurement, storage, distribution, destruction, as well as recording and reporting of psychotropic drugs. In this report, an evaluation of the management of psychotropic drugs at PT Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 3 will be carried out using the guttman scale. Overall the evaluation of the management of psychotropic drugs at PT Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 3 is included in the "good" category with an average percentage of 97%.
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan kegiatan yang dilakukan apoteker untuk memastikan terapi obat yang diberikan pasien aman, efektif dan rasional. Tujuan dilakukan kegiatan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan menurunkan risiko terjadinya Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), meminimalkan biaya pengobatan serta menghormati pilihan pasien. Dengan dilakukannya kegiatan PTO, diharapkan terapi obat yang diberikan kepada pasien dapat terhindar dari risiko klinik dan meningkatkan efektivitas biaya terapi pada pasien. Beberapa kriteria pasien yang diprioritaskan untuk dilakukannya kegiatan PTO adalah pasien dengan multi penyakit yang menerima polifarmasi serta pasien dengan gangguan fungsi organ seperti hati dan ginjal. Contoh kasus yang perlu dilakukannya PTO adalah pasien Tn. IZN yang didiagnosis utama gagal jantung kongestif dan penyakit ginjal kronis serta diagnosis penyerta hiperplasia prostat yang dirawat inap di Ruang Anggrek RSUD Tarakan. Setelah dilakukannya PTO, ditemukan beberapa masalah terkait obat yang dapat diidentifikasi berdasarkan panduan PCNE dan metode Hepler and Strand yaitu indikasi tanpa terapi, interaksi obat, dosis obat berlebih, dan kesalahan pemilihan obat pada pengobatan yang diterima pasien Tn. IZN. Masalah terkait obat yang muncul dapat direkomendasikan penyelesaian berupa pemberian obat yang sesuai, pemantauan efek terapi obat melalui hasil laboratorium dan gejala yang timbulkan, pemberian jeda konsumsi obat, dan penyeseuiaan dosis sesuai tatalaksana dan kondisi pasien. ......Drug Therapy Monitoring (PTO) is an activity carried out by pharmacists to ensure drug therapy given to patients is safe, effective and rational. The purpose of PTO activities is to increase the effectiveness of therapy and reduce the risk of unwanted drug reactions (ROTD), minimize medical costs and respect patient choices. By carrying out PTO activities, it is hoped that drug therapy given to patients can avoid clinical risks and increase the cost-effectiveness of therapy for patients. Some of the criteria for prioritized patients for carrying out PTO activities are patients with multiple diseases who receive polypharmacy and patients with impaired organ function such as the liver and kidneys. An example of a case where PTO needs to be done is the patient Mr. IZN who was diagnosed primarily with congestive heart failure and chronic kidney disease as well as a concomitant diagnosis of prostatic hyperplasia who was hospitalized in the Orchid Room of Tarakan General Hospital. After the PTO was carried out, several drug-related problems were found which could be identified based on the PCNE guidelines and the Hepler and Strand method, namely indications for no therapy, drug interactions, drug overdosage, and drug selection errors in the treatment Tn's patient received. IZN. Drug-related problems that arise can be recommended for solutions in the form of administering appropriate drugs, monitoring the effects of drug therapy through laboratory results and the symptoms they cause, giving pauses in drug consumption, and adjusting doses according to the management and condition of the patient.