Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indarti
"ABSTRAK
Jambu air (Eugenia aguea Burm. f.) banyak dijumpai di sekitar pabrik semen kawasan industri Cibinong-Citeureup Bogor Jawa Barat. Untuk mengetahui pengaruh debu terhadap daun E. aguea di kawasan tersebut, terutama pengaruhnya pada kiorofil a dan b ser'ta hubungannya dengan indeks luas daun, maka dilakukan penelitian pendahuluan di lokasi kontrol dan lokasi yang berjarak 500 m, 1500 m, 2500 m, 3500 m dan pusat surnber emisi. Berat debu pada daun E. aguea ditentukan menurut metode Smith, kadar kiorofil a dan b ditentukan menurut metode Arnon, dan . indeks luas daun dItentukan rnenurut metode Krebs. Berat debu rata-rata yang tertinggi dan yang terendah (4,8373; 0,1091 mg/cm 2 ) terdapat pada lokasi 500 m dan kontrol. Kadar kiorofil a dan b rata-rata yang tentinggi dan yang terendah (0,5842 dan 0,3520; 0,4711 dan 0,2695 rng/g daun) terdapat pada lokasi kontrol dan 500 rn. Indeks luas daun yang tertinggi dan yang terendah (0,903; 0,447) terdapat pada lokasi kontrol dan 500 m. Uji korelasi peringkat Spearman menunjukkan, bahwa makin banyak debu pada daun E. aguea makin menurun kadar kiorofil a dan b serta indeks luas daun dari daun tersebut. Debu selain berpengaruh pada kadar kiorofil a dan b daun E. aguea, secara tidak langsung berpengaruh juga pada indeks luas daun E. aguea."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efi Indarti
"SP3 yang berjalan selama ini belum menghasilkan data/informasi program kesehatan yang lengkap, cepat dan keakurasiannya masih diragukan, oleh karenanya pemanfaatan hasil luaran SP3 oleh pengelola program di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten belum optimal.
SP3 bukan merupakan satu-satunya pelaporan yang harus dibuat oleh Puskesmas, tetapi masih terdapat laporan lain dari para pengelola program Dinas Kesehatan. Hal ini disamping menjadi beban bagi Puskesmas, juga menyebabkan pelaporan tidak lengkap, tidak tepat waktu dan adanya duplikasi data antra pengelola program dengan data pada pengelola SP3. Hal lain yaitu tidak berjalannya mekanisme umpan balik dari tingkat Dinas Kesehatan kepada Puskesmas.
Sejalan dengan era desentralisasi, maka Dinas Kesehatan Kabupaten mempunyai kewenangan dalam pengembangan Sistem Kesehatan di tingkat Kabupaten maupun dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatannya. Kebijakan organisasi dan komitmen yang tinggi dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang beserta jajarannya, serta dukungan sumber daya yang memadai dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatan di wilayahnya. Sistem Informasi Program Kesehatan (SIPK) berbasis data Puskesmas merupakan pengembangan dari SP3, yang diharapkan menghasilkan data/informasi mengenai program kesehatan di Puskesmas sehingga dapat mendukung pelaksanaan manajemen program kesehatan di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten, baik perencanaan, monitoring dan evaluasi program.
Pengembangan SIPK berbasis data Puskesmas ini, dimulai dengan menetapkan informasi, indikator dan data yang dibutuhkan, mendesain sistem pengumpulan, pengolahan dan penyajian data, mendesain format input dan output laporan, serta perancangan program aplikasinya. Kebijaksanaan satu pintu keluar-masuk data pada Sub Bagian Perencanaan, yang mempunyai tugas dan fungsi dalam pengelolaan data program kesehatan, serta pelaksanaan mekanisme umpan balik akan lebih mengoptimalkan pelaksanaan sistem ini dalam menghasilkan data/informasi program kesehatan yang berkualitas.

The existing Public Health Center Recording and Reporting System has not yet sufficient and satisfy our need to gather a complete health program data and information, in fact the speed and accuracy is still questionable. Therefore the output utilization by the Program Manager in the Health Office Tangerang District is far from optimum.
The major problem of Public Health Center Recording and Reporting System is on its data collection, in which it is not the only report should prepared by the Public Health Center, but there are many other reports required by the Program Manager in the Health Department as well. It is more often becoming an additional workload to them and resulting incomplete reports made and not submitted on time. It is also containing data duplications between the report received by the Program Manager in the Health Department with another one delivered to the Recording and Reporting System Manager. Another problem is the inaccuracy information will affect the feedback mechanism from Chief Executive of Health District Office to the Public Health Center. Along with decentralization era, the Health District Office has an authority to develop the health system in the level of district and to develop the health information system as necessary. Policy and strong commitments of the organization supported by adequate human resources to maintain the development of health information system in the District.
The Health Program Information System is an outcome of Public Health Center Recording and Reporting System development. The expectation is to produce data and information concerning health program in the Public Health Center, and to have the ability to support managing the health program management in the Health Office Tangerang District. The development of Health Program System Information begins with verifying the information, data and indicator required, designing the collection system, processing and data presentation, designing the output and input format of reports, and application program design.
The one gate policy of data in the Planning Section which has task and function in handling health program data, and maintaining a feedback mechanism which will optimizing the system achievement to produce high quality health program data and information.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T3023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Indarti
"Metode scan statistic yang dikembangkan oleh Kulldorf merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi cluster dengan menggunakan scanning window dalam satu atau dua dimensi, yang membutuhkan asumsi underlying distribution dari daerah yang akan diteliti, misalnya Bernoulli, Poisson, atau Normal. Dalam tugas akhir ini akan membahas suatu metode untuk mendeteksi cluster jika underlying distribution dari daerah yang akan diteliti tidak diketahui. Metode ini disebut metode semi-parametrik. Metode semi-parametrik menggunakan model rasio densitas semi-parametrik yang dinyatakan sebagai fungsi dari tilt function. Untuk menentukan kandidat cluster, dilakukan pembentukkan scanning window yang berbentuk lingkaran. Scanning window memisahkan daerah yang diteliti menjadi dua bagian, yaitu daerah di dalam dan di luar scanning window. Model rasio densitas digunakan untuk menguji kesamaan distribusi dua populasi, yaitu populasi di dalam dan di luar scanning window. Dalam mendeteksi cluster, setiap scanning window dihitung rasio likelihood-nya setelah pemilihan tilt function. Setiap scanning window berkaitan dengan suatu statistik uji (rasio likelihood). Hal ini menyebabkan multiple testing problem. Untuk mengatasi hal ini digunakan Bonferroni correction."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S27705
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Junita Indarti
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
P-Pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Indarti
"Sepanjang masa pemerintahan Hindia Belanda masalah Islam merupa_kan persoalan sosial yang cukup pelik yang harus dihadapi oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah sebenarnya kurang menguasai masalah-masalah Islam oleh sebab itu mereka selalu kuatir terhadap kekuatan gerakan Islam. Mereka mempunyai pendapat bahwa golongan Islam selalu ingin memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Sehubungan dengan masalah itu saya terdorong untuk menulis skrip_si yang berjudul Partai Islam Indonesia (1938-1942), karena meskipun Partai ini adalah Partai Islam tetapi mempunyai haluan ko-operasi jadi tidak seperti partai Islam pada umumnya yang berhaluan non-kooperasi.
Selain itu yang menarik perhatian saya adalah para anggota yang duduk di dalam kepengurusan Partai terdiri dari 2 golongan Islam, yang mendapat pendidikan Barat, dimana mereka itu semuanya dapat bersatu dalam PII.
Di dalam studi sejarah masih sedikit sekali masalah mengenai PII ini dibahas., memang ada beberapa tulisan yang membahas mengenai PII teta_pi hanya dibahas secara sekilas lintas seperti misalnya yang ditulis oleh J.M. Pluvier, A.K. Pringgodigdo dan Deliar Noer. Jadi tidak secara..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S12418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Indarti
"ABSTRAK
Untuk mengetahui pengaruh kolkisin terhadaP hasil per-tananian tomat ( Lycopersicum esculentum (L.) Mill.) varietas Ratna, dilakukan perendanian akar keoambah tanainan tomat berumur 21 hari dalam berbagai konsentrasi kolkisin yaitu 0, 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm selaina 3 dan 6 jam. Kecambah tersebut kemudian ditanam dalam kantung piastik polietilen hitain. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok. Hasil pengujian nonparametrik Friedman pada taraf nyata a 0,01 inenunjukkàn konsentrasi kolkisin pada perendaman akar kecambah 3 jam tidak berpengaruh terhadap jumlah buah/tanainan, jümlah biji/buah, danberat basah buah. Konsentrasi kolkisin pada perendaman akar kecambah 6 jam berpengaruh pada berat basah buah. Berat basah tertinggi terdapat pada perlakuan kolkisin 50 ppm, yaitu 33,43 g dan terendah terdapat pada kontrol yaitu 22,16 g. Uji perbandingan berganda Newman Keuls terhadap berat basah buah inenunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan kolkisin 50 ppm dengan kontrol dan 100 ppm, dan antara 150 ppm dengan 250 ppm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destarina Sari Indarti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S7730
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Junita Indarti
"Tujuan Untuk mengidentifikasi faktor-faktor prediksi dan biomarker dalam perkembangan lesi prakanker leher rahim atau neoplasia serviks intraepitel (CIN).
Metode Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2007 hingga September 2008. Desain penelitian adalah kasus-kontrol dengan stratifikasi uji respons dosis. Kasus adalah penderita dengan CIN. Kontrol adalah pasien non CIN. Dilakukan analisis bivariat diikuti dengan analisis multivariat.
Hasil Ada 130 pasien, yang terdiri dari 124 pasien yaitu CIN 1, CIN 2 dan CIN 3, dengan jumlah masing-masing 30, 41,33, dan 26 pasien non CIN. Analisis bivariat menunjukkan bahwa umur <41 tahun, pendidikan ≥ 13 tahun, mitra seksual ≥ 2, hubungan HPV DNA positif, ekspresi p16INK4a, Ki-67, MCM5 dan Survivin tinggi merupakan variabel independen untuk terjadinya CIN dengan nilai P <0,05. Namun demikian, hasil analisis multivariat, menunjukkan bahwa variabel independen yang ditemukan adalah umur, pendidikan ≥ 13 tahun, ≥ 2 orang mitra seksual, HPV DNA positif, dan ekspresi berlebih p16INK4a, Ki-67 dan Survivin yang menunjukkan nilai P <0,005. Kesimpulan Usia muda, pendidikan usia ≥ 13 tahun, mitra seksual ≥ 2 orang, HPV DNA positif, ekspresi p16INK4a,Ki-67 dan Survivin tinggi merupakan faktor risiko untuk terjadinya peningkatan CIN, dan digunakan dalam persamaan untuk memprediksi peningkatan lesi prakanker serviks.

Aim To identify the predictive factors and biomarkers in the progression of cervical precancer lesion or Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN).
Methods The study was conducted from August 2007 to September 2008. Design of the study was case-control with stratifications of test dose response. The cases were patients with CIN. Control patients were non CIN patients. Bivariate analysis followed by multivariate analysis was conducted.
Results There were 130 patients, consisting of 124 CIN patients divided into CIN 1, CIN 2 and CIN 3, with the following numbers of patients: 30, 41, and 33, respectively and 26 patients without CIN (non CIN). Bivariate analysis showed that age < 41 years, education ≥ 13 years, sexual partner ≥ 2, fi rst sexual relationship at age < 22 years, smoking, the presence of sexuallly transmitted infections, positive HPV DNA, high p16INK4a, Ki-67, MCM5 and Survivin expression constituted independent variables for the occurrence of CIN with P value of < 0.05. However, on multivariate analysis, independent variables that emerged were age, education ≥ 13 years, sexual partner ≥ 2 persons, positive HPV DNA, and over expression of p16INK4a, Ki-67 and Survivin that showed a P value of < 0.005. Conclusion Younger ages, education age ≥ 13 years, sexual partner ≥ 2 persons, positive HPV DNA, high p16INK4a,Ki-67 and Survivin expression constituted the risk factors for the occurrence of the progress of CIN, and was used in the equation to predict the progress of cervical precancer lesion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hardini Tri Indarti
"ABSTRAK
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun yang
mengakibatkan peradangan di banyak organ. Prevalensi LES terus meningkat dan
angka mortalitasnya pun tinggi. Etiologi LES sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Namun, beberapa faktor risiko yang diduga dapat mempengaruhi
kejadian LES. Salah satunya adalah riwayat alergi obat, terutama antibiotik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan riwayat alergi antibiotik
dengan kejadian LES setelah dikontrol oleh variabel kovariat berupa riwayat
keluarga menderita LES, riwayat menderita penyakit autoimun lain, usia
menarche, dan perilaku merokok di RSUP Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung.
Penelitian ini dilakukan bulan April-Juli 2014 dengan menggunakan desain kasus
kontrol. Kasus adalah pasien LES wanita yang berobat ke Poli Rematologi RSUP
Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung. Kontrol merupakan pasien wanita yang berobat
ke Poli Penyakit Dalam dengan dilakukan individual matching dengan kasus pada
usia (rentang 3 tahun), dan asal daerah. Data dianalisis dengan analisis univariat,
bivariat, dan multivariat dengan uji regresi logistik conditional. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa riwayat alergi antibiotik cenderung meningkatkan risiko
kejadian LES sebesar 2,34 kali (OR=2,34, 95% CI 0,66-8,22) setelah dikontrol
oleh riwayat keluarga LES, riwayat autoimun, dan perilaku merokok. Untuk kelas
antibiotik penisilin/sefalosporin, risiko meningkat menjadi 2,75 kali (OR=2,75,
95% CI 0,65-11,59).

ABSTRACT
Systemic Lupus Erythematosus ( SLE ) is an autoimmune disease that results in
inflammation in many organs. The prevalenceof SLE is increasing and the
mortality rate was high. Etiology of SLE has not known. However , several risk
factors could be expected to affect the incidence of SLE . One of them is a history
of drug allergies, especially antibiotics. This study aimed to determine the
relationship between antibiotic allergy history and SLE after controlled by family
history,other autoimmune disease, age of menarche, and smoking behavior in Dr.
Hasan Sadikin Hospital Bandung. This study was conducted from April to July
2014 using case-control design. Cases were women SLE patients who went to
Rheumatology Department Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung. Control were a
female patient who went to Internist Department with individually matched at the
age ( 3 years range ), and region. Data were analyzed with univariate, bivariate ,
and multivariate conditional logistic regression. The results showed that a history
of antibiotic allergy tends to increase the incidence of SLE for 2.34 times ( OR =
2.34 , 95 % CI 0.66 to 8.22 ) after controlled by SLE family history, history of
autoimmune, and smoking behavior. For the class of penicillin/cephalosporin, the
risk increased to 2.75 times ( OR = 2.75 , 95 % CI 0.65 to 11.59) ."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T43364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Febi Indarti
"[Tujuan: Untuk mengetahui profil pasien kanker rektum di Departemen Radioterapi RSCM.
Metode: Dilakukan penelitian restrospektif deskriptif analitik terhadap 144 pasien kanker
rektum yang menjalani radiasi di Departemen Radioterapi RSCM periode Januari 2009Januari
2014, dilihat karakteristik pasien dan tumor. Respons radiasi dinilai menggunakan
metode RECIST 1.1. Hubungan antara OTT dan DTT dengan respons radiasi dinilai dengan
korelasi Spearman dan analisis kesintasan dihitung dengan kurva Kaplan Meier.
Hasil: Pasien laki-laki sebesar 65.9%, median usia 53 (23-81) tahun dengan mayoritas berada
pada kelompok usia 50-59 tahun. Tipe histopatologi terbanyak adalah adenokarsinoma
(88.8%) dan pasien paling banyak datang dengan stadium IIIB (25.0%). Kemoradiasi
dilakukan pada 29.8% pasien, dengan toksisitas radiasi akut terbanyak adalah pada kulit
(derajat I) sebesar 20.1%. Respons radiasi yang dinilai dengan metode RECIST 1.1
menunjukkan respons terbanyak adalah stabil (71.4%). Tidak ditemukan korelasi antara OTT
dan DTT dengan respons radiasi. Dari 118 pasien, didapatkan analisis kesintasan keseluruhan
3 dan 5 tahun masing-masing adalah 65% dan 45% dengan median survival 59 bulan. Pada
kelompok pasien yang menjalani radiasi panjang, analisis kesintasan keseluruhan 3 dan 5
tahun masing-masing adalah masing-masing 91% dan 78%.
Kesimpulan: Karakteristik pasien rektum di Departemen Radioterapi RSCM yang berbeda
dengan berbagai studi sebelumnya hanya usia. Respons radiasi yang paling banyak dijumpai adalah stabil. Tidak ditemukan korelasi antara OTT dan DTT dengan respons radiasi.;Purpose: To obtain the profile of rectal cancer patients in Department of Radiotherapy,
National General Hospital of Cipto Mangunkusumo.
Method: A restrospective study was conducted over 144 rectal cancer patients undergone
radiation therapy in Department of Radiotherapy, National General Hospital of Cipto
Mangunkusumo during period of January 2009 to January 2014. The characteristics of
patients and tumour were assessed. The radiation response was evaluated with the RECIST
1.1 method. The correlation between OTT and DTT with radiation response was analyzed
with Spearman?s correlation and the survival analysis was determined using Kaplan-Meier
curve.
Result: The majority of patients were male (65.9%), with median age of 53 (23-81) years old
where most patients belonged to age group of 50-59 years old. The most frequent
histopathologic type found was adenocarcinoma (88.8%) with most patients were in stage
IIIB (25.0%). Chemoradiation was performed in 29.8% of patients, and grade I skin toxicity
was the most frequent acute side effect of radiation found (20.1%). Radiation response
assessed with the RECIST 1.1 method showed stable disease as the mostly seen response
(71.4%). There was no correlation found between OTT and DTT with radiation response.
Overall survival from 118 patients for 3 and 5 years were 65% and 45%, respectively, with
median survival of 59 months. In the group of patients underwent long-course radiotherapy,
the overall survival for 3 and 5 years were 91% and 78%, respectively.
Conclusion: The sole characteristic of rectal cancer patients in Department of Radiotherapy at
Cipto Mangunkusumo Hospital that is different from previous studies is the age group where
most patients were in. Stable disease is the most frequent radiation response. There was no correlation found between OTT and DTT with radiation response., Purpose: To obtain the profile of rectal cancer patients in Department of Radiotherapy,
National General Hospital of Cipto Mangunkusumo.
Method: A restrospective study was conducted over 144 rectal cancer patients undergone
radiation therapy in Department of Radiotherapy, National General Hospital of Cipto
Mangunkusumo during period of January 2009 to January 2014. The characteristics of
patients and tumour were assessed. The radiation response was evaluated with the RECIST
1.1 method. The correlation between OTT and DTT with radiation response was analyzed
with Spearman’s correlation and the survival analysis was determined using Kaplan-Meier
curve.
Result: The majority of patients were male (65.9%), with median age of 53 (23-81) years old
where most patients belonged to age group of 50-59 years old. The most frequent
histopathologic type found was adenocarcinoma (88.8%) with most patients were in stage
IIIB (25.0%). Chemoradiation was performed in 29.8% of patients, and grade I skin toxicity
was the most frequent acute side effect of radiation found (20.1%). Radiation response
assessed with the RECIST 1.1 method showed stable disease as the mostly seen response
(71.4%). There was no correlation found between OTT and DTT with radiation response.
Overall survival from 118 patients for 3 and 5 years were 65% and 45%, respectively, with
median survival of 59 months. In the group of patients underwent long-course radiotherapy,
the overall survival for 3 and 5 years were 91% and 78%, respectively.
Conclusion: The sole characteristic of rectal cancer patients in Department of Radiotherapy at
Cipto Mangunkusumo Hospital that is different from previous studies is the age group where
most patients were in. Stable disease is the most frequent radiation response. There was no correlation found between OTT and DTT with radiation response.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library