Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indang Trihandini
Jakarta: UI-Press, 2016
PGB 0499
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Trihandini
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Trihandini
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Trihandini
Abstrak :
Laporan Sidang Dunia Kedua tentang Lanjut Usia (2002) memperkirakan jumlah lansia di Indonesia menempati urutan ke empat terbesar di dunia dalam abad 21. SKRT 2001 menunjukan angka disabilitas 88,9% lansia, termasuk disabilitas ringan, yang merupakan masalah besar bagi Indonesia. Di Amerika layanan kesehatan telah menurunkan angka disabilitas lansia dari 22,1% pada tahun 1984 menjadi 16% pada tahun 2002 (DHHS, 2003). Studi menggunakan data Indonesian Family Life Survey (SAKERTI) yang didisain panel di 13 provinsi dari tahun 1993 - 2000, dengan tiga kali pengambilan data. Studi bertujuan membuktikan hubungan antara medical check-up dengan pemeliharaan aktifitas fisik dasar pada lansia. Populasi dan sampel adalah pra-lansia aktif (aktif fisik dasar lansia) yang berusia 55 tahun atau lebih pada tahun 1993. Analisis yang digunakan adalah regresi logitik multi-level. Hasil studi didapatkan bahwa dari 1541 pra-lansia (pada tahun 1993), 1464 (89,54%) lansia masih dapat melakukan aktifitas fisik dasar pada tahun 2000. Angka insiden kejadian limitasi aktifitas fisik dasar sebesar 3,2/tahun, yang berarti dari 100 lansia sekitar 3 - 4 lansia akan mengalami disabilitas (memiliki limitasi aktifitas fisik dasar) setiap tahunnya. Hasil analisis mendapatkan bahwa rasio odds peran medical check-up terhadap aktifitas fisik dasar sebesar 1,85 ( 95% CI= 1,64 - 2,13) berarti lansia yang tidak melakukan medical check-up teratur berisiko mengalami disabilitas 1,85 kali dibandingkan dengan lansia yang melakukan medical check-up dengan teratur.
The Effect of Medical Check-up and Basic Physical Activities Daily Living: Panel Study on among Indoesian Elderly 1993-2000. In the 21st Century, Indonesia becomes the fourth biggest ageing country in the World as reported by the Second World Assembly on Ageing (2002). The Indonesian Household Health Survey (2001) reported 88,9% of the elderly suffered from disability (including mild disability). In the US health services, medical check-up had significantly reduced disability from 22,1% in 1984 to 16% in 2002 (DHHS, 2003).The study has aims to confirm the relationship between medical check-up and basic physical activities daily living among elderly in Indonesia. Data used the Indonesian Family Life Survey. Those who were 55 years or older and active in 1993 were included for the study. In total, 1,541 were sampled. Multilevel logistic regression analyses were applied for modeling basic physical activities daily living. Among the sample, there were 1464 (89,54 %) in 2000 still active on basic physical activities daily living, and giving an incidence rate of 3.2% per year for limitation on basic physical activities daily living. This rate indicates that in a year, out of every 100 active elderly in Indonesia, between three and four elderly would have developed limited physical activity. The multivariate analysis showed that there were significant effects of medical check-up on maintaining in basic physical activities daily living among elderly (OR=1,85; 95% CI: 1,64 - 2,13). This suggests that elderly with routine medical check-up would have a chance to maintain their ability to perform daily activity almost twice compared to those who did not receive routine medical check-up.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Trihandini
Abstrak :
Hubungan antara Merokok sebagai Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi dari berbagai Komplikasi Kronis pada Lansia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2. Merokok dikenal sebagai variabel yang dapat diubah melalui aktifitas intervensi yang spesifik. Saat ini di Indonesia belum terdapat penelitian mengenai komplikasi kronis di antara para lansia penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari risiko dari aktifitas merokok terhadap komplikasi kronis di antara para lansia penderita DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2007. Sebanyak 1.565 lansia (usia 60++ tahun) penderita DM tipe 2 dipilih secara acak. Sebanyak 70-80% dari para lansia tersebut memiliki komplikasi kronis, dan 32,11% sampel penelitian adalah perokok. Para lansia yang merokok lebih dari 24 batang per hari memiliki risiko 2,5 (95% CI, 1,54-3,97), sementara itu lansia yang merokok 1-12 batang per hari, dan yang merokok 13-24 batang per hari memiliki risiko masing-masing setinggi 1,3 dan 1,6 untuk terserang komplikasi kronis dibandingkan mereka tidak merokok, terkontrol secara usia, tingkat obesitas, dan aktifitas fisik. Persentase perokok di antara para lansia penderita DM tipe 2 cukup tinggi. Sebagian besar dari mereka memiliki tingkat pendidikan, tingkat status sosioekonomi, aktifitas fisik, serta tingkat konsumsi buah dan sayur yang rendah. Mereka pun kurang memiliki akses terhadap layanan kesehatan. Merokok meningkatkan risiko komplikasi kronis DM tipe 2.
Smoking is known as a variable that can be changed through a specific intervention activity. Recently in Indonesia, research related to chronic complication among elderly with type 2 Diabetes Mellitus (DM) was not available. This research has objective in exploring the risk of smoking towards chronic complication among elderly with type 2 DM. This research was using Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) in 2007. Riskesdas is a representative Indonesia Health Survey. 1,565 elderly (aged 60++ years) with type 2 DM have selected by random. 70-80% of the elderly have Chronic Complications and 32.11% of the sample is smokers. The elderly who smoke more than 24 cigarettes per day have risk 2.5 (95% CI, 1.54-3.97), smoker 1-12 cigarettes per day, and smoker 13-24 cigarettes per day have risk 1.3 and 1.6 respectively to get chronic complication compared with those who do not smoke, controlled by age, obesity, and physical activity. The proportion of smokers among elderly with type 2 DM is high, most of them are low education, low socioeconomic status, lack of access to the health services, low of physical activity, and low consume vegetables and fruit. Smoking increases the risk of chronic complication of type 2 DM.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Trihandini
Abstrak :
Smoking is known as a variable that can be changed through a specific intervention activity. Recently in Indonesia, research related to chronic complication among elderly with type 2 Diabetes Mellitus (DM) was not available. This research has objective in exploring the risk of smoking towards chronic complication among elderly with type 2 DM. This research was using Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) in 2007. Riskesdas is a representative Indonesia Health Survey. 1,565 elderly (aged 60++ years) with type 2 DM have selected by random. 70-80% of the elderly have Chronic Complications and 32.11% of the sample is smokers. The elderly who smoke more than 24 cigarettes per day have risk 2.5 (95% CI, 1.54-3.97), smoker 1-12 cigarettes per day, and smoker 13-24 cigarettes per day have risk 1.3 and 1.6 respectively to get chronic complication compared with those who do not smoke, controlled by age, obesity, and physical activity. The proportion of smokers among elderly with type 2 DM is high, most of them are low education, low socioeconomic status, lack of access to the health services, low of physical activity, and low consume vegetables and fruit. Smoking increases the risk of chronic complication of type 2 DM.
Hubungan antara Merokok sebagai Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi dari berbagai Komplikasi Kronis pada Lansia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2. Merokok dikenal sebagai variabel yang dapat diubah melalui aktifitas intervensi yang spesifik. Saat ini di Indonesia belum terdapat penelitian mengenai komplikasi kronis di antara para lansia penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari risiko dari aktifitas merokok terhadap komplikasi kronis di antara para lansia penderita DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2007. Sebanyak 1.565 lansia (usia 60++ tahun) penderita DM tipe 2 dipilih secara acak. Sebanyak 70-80% dari para lansia tersebut memiliki komplikasi kronis, dan 32,11% sampel penelitian adalah perokok. Para lansia yang merokok lebih dari 24 batang per hari memiliki risiko 2,5 (95% CI, 1,54-3,97), sementara itu lansia yang merokok 1-12 batang per hari, dan yang merokok 13-24 batang per hari memiliki risiko masing-masing setinggi 1,3 dan 1,6 untuk terserang komplikasi kronis dibandingkan mereka tidak merokok, terkontrol secara usia, tingkat obesitas, dan aktifitas fisik. Persentase perokok di antara para lansia penderita DM tipe 2 cukup tinggi. Sebagian besar dari mereka memiliki tingkat pendidikan, tingkat status sosioekonomi, aktifitas fisik, serta tingkat konsumsi buah dan sayur yang rendah. Mereka pun kurang memiliki akses terhadap layanan kesehatan. Merokok meningkatkan risiko komplikasi kronis DM tipe 2.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Trihandini
Abstrak :
Kanker ovarium merupakan salah satu penyebab utama kematian wanita. Dalam kasus kanker, jumlah serum albumin adalah indikator prognostik bertahan hidup yang penting, sementara probabilitas global pasien kanker ovarium dengan serum albumin ≥ 3,6 g/dL dan ≤ 3,5 g/dL untuk bertahan hidup lima tahun masing-masing 23% and 10%. Namun di Indonesia, keta- hanan hidup pasien-pasien kanker ovarium epithelial belum diteliti secara intensif. Penelitian yang dilaporkan ini bertujuan untuk menentukan proba- bilitas ketahanan hidup pasien-pasien kanker ovarium epithelial menurut tingkat serum albumin tertentu. Dengan menggunakan rancangan studi ko- hort retrospektif dan analisis ketahanan hidup, 48 orang pasien Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta diamati sejak pertama kali mereka didiag- nosis kanker ovarium epithelial sampai sembuh, meninggal atau tidak da- pat ditindaklanjuti lagi. Ditemukan bahwa selama tahun 1996-2004, secara umum probabilitas pasien dengan bertahan hidup lima tahun adalah 26,2%. Secara spesifik, probabilitas pasien dengan serum albumin ≥ 3,6 mg/dL dan < 3,6 mg/dL untuk bertahan hidup lima tahun masing-masing 36,1% dan 15,7%. Jika dikontrol dengan stadium kanker, kadar asite dan hemoglobin, risiko mati pasien karena kanker ovarium epithelial dengan kadar serum al- bumin < 3,6 mg/dL ternyata 2,077 kali lipat daripada pasien dengan serum albumin ≥ 3,6 mg/dL. Disimpulkan bahwa di Indonesia ketahanan hidup li- ma tahun pasien-pasien kanker ovarium epithelial lebih tinggi daripada tingkat global.

Ovarian cancer is one of the largest causes of death in women. In cancer, albumin serum level is an important prognostic indicator of survival, where- as globally the probability of ovarian cancer patient with serum albumin ≥ 3,6 g/dL and ≤ 3,5 g/dL to survive for five years is 23% and 10%, respec- tively. In Indonesia, however, the survival of epithelial ovarian cancer patient with respect to serum albumin level has not been investigated intensively. The present study was to determine the probability of epithelial ovarian can- cer patients to survive for five years at particular level of serum albumin. Using retrospective cohort design with survival analysis, 48 patients of the Dharmais Cancer Hospital Jakarta were observed from the time when the epithelial ovarian cancer was first diagnosed until they were cured, death, or lost to follow up. The results showed that during 1996-2004 the overall probability of five-year survival was 26,2%. Specifically, the probability of pa- tients to survive for five years at serum albumin level ≥ 3,6 mg/dL and < 3,6 mg/dL was 36,1% and 15,7%, respectively. When the cancer stages, as- cites, and hemoglobin level were controlled, risk of death from epithelial ovarian cancer of the patients with an albumin level of < 3,6 mg/dL was 2,077 fold higher than those with an albumin level of ≥ 3,6 mg/dL. It is con- cluded that in Indonesia the five-year survival probability of epithelial ovari- an cancer patients is higher than that the global rate.
Universitas Indonesia, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library