Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inadia Putri Chairista
"Penyakit jamur paru (mikosis) adalah gangguan paru yang disebabkan infeksi atau kolonisasi jamur atau reaksi hipersensitif terhadap jamur. Selama ini permasalahan jamur paru masih terabaikan sehingga data mengenai infeksi jamur paru sangat terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil jamur yang diisolasi dari saluran pernapasan pasien tersangka mikosis paru sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang lebih baik.
Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional. Data diambil dari hasil pemeriksaan mikologi Laboratorium Parasitologi FKUI RSCM dari Januari 2010 hingga Januari 2011.
Hasil yang didapatkan dari 60 sampel yang memenuhi kriteria inklusi, sampel paling banyak adalah laki-laki pada 63,3%, dengan rentang umur terbanyak berkisar antara 30-39 tahun sebesar 30%. Rumah sakit pengirim terbanyak berasal dari Rumah Sakit Persahabatan sebesar 48.3%.Bahan klinis yang paling banyak diperiksa adalah sputum langsung sebesar 78,3%. Hasil pemeriksaan sputum langsung mendapatkan hasil positif terdapat elemen jamur sebesar 63,3% dan pemeriksaan biakan pada 60 pasien yang sama mendapatkan hasil positif lebih tinggi, sebesar 81,7%, yang menunjukkan angka prevalensi keberadaan jamur di paru atau saluran napas pasien tersangka mikosis paru. Spesies terbanyak adalah Candida albicans berjumlah 40,8%,diikuti oleh Candida spp. pada sebesar 32,6%, dan Aspergillus spp. sebesar 6,1%.
Disimpulkan bahwa kasus yang dicurigai mikosis paru terbanyak pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan pada rentang usia 30-39 tahun. Kasus terbanyak dari RSP. Bahan klinis yang paling banyak diperiksa adalah sputum langsung. Prevalensi keberadaan jamur di paru atau saluran napas pasien tersangka mikosis paru sebesar 81,7%. Spesies terbanyak yang ditemukan berdasarkan hasil biakan yaitu Candida albicans.

Lung mycoses is lung disease which caused by fungal infection or colonization or hypersensitivity reaction to fungi. So far, the problem of pulmonary mycosis is still neglected thus data regarding this diseases is limited. Aim. To know the fungal profile that was isolated from respiratory tract of patients suspected of pulmonary mycosis thus better treatment can be achieved. This research use the cross sectional design.
Data is taken from Parasitology Lab FMUI-RSCM examination from January 2010- January 2011.
The result obtained from 60 samples that met the inclusion criteria, the samples mostly come frome men, 63,3%; the age group mostly affected is the 30-39 years group, 30%; most of the samples came from Persahabatan Hospital, 48,3%; the type of clinical samples mostly examined is direct sputum examination, 78,3%. Direct microscopic examination for sputum smear was positive in 63,3% samples, and culture yield 81,7% positive result from the same 60 patients, showing the prevalence of fungal existence in lung or respiratory tract of patients suspected with pulmonary mycosis. The species mostly encountered is Candida albicans, 40,8%, followed by Candida spp 32,6%, and Aspergillus spp, 6,1%.
Patients suspected with pulmonary mycosis are mostly men, with age range around 30-39 years old. Most cases were sent from Persahabatan Hospital. The clinical samples that is mostly being examined is direct sputum examination. The prevalence of fungi in lung or respiratory tract of patients suspected with pulmonary mycosis is 81.7%. The species mostly found is Candida albicans.
"
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Inadia Putri Chairista
"Latar Belakang: Skrining kanker kulit dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan akibat kanker kulit. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan salah satu kanker kulit yang paling sering ditemukan. KSB berpigmen seringkali menunjukkan fitur klinis yang menyerupai melanoma, sehingga kriteria klinis ABCDE diduga dapat menjadi salah satu pilihan dalam membantu penegakan diagnosis.
Tujuan: Mengevaluasi kriteria klinis ABCDE sebagai alat bantu skrining KSB berpigmen dibandingkan dengan baku emas histopatologik.
Metode: Penelitian potong lintang analitik ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2023 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM). Pasien dengan lesi tumor kulit berpigmen dari tahun 2017 sampai dengan 2022 yang mempunyai data klinis, histopatologis, dan foto dokumentasi yang lengkap direkrut ke dalam penelitian secara konsekutif. Kriteria eksklusi mencakup lesi berukuran lebih dari 2 cm, ras kulit putih (tipe kulit Fitzpatrick 1-3), serta hasil pembacaan histopatologis lesi tumor sesuai dengan penyakit prakanker dan kanker kulit lainnya. Data diolah secara statistik menggunakan perangkat lunak Stata versi 16 (StataCorpTM) dan Medcalc diagnostic evaluation test calculator.
Hasil: Sebanyak 84 pasien direkrut ke dalam penelitian dengan total 95 lesi yang mencakup 61 lesi KSB dan 34 lesi non-KSB. Median usia subjek KSB lebih tua dibandingkan dengan usia subjek non-KSB (p<0,001). Median ukuran lesi KSB lebih besar dibandingkan dengan ukuran lesi non-KSB (p<0,001). Lesi pada subjek KSB lebih banyak di wajah dibandingkan dengan subjek non-KSB (p=0,005). Proporsi kepositivan KSB berdasarkan kriteria klinis ABCDE adalah 87,5%. Kriteria klinis ABCDE menunjukkan sensitivitas 57,4% (interval kepercayaan [IK] 95% 44,0%–70,0%); spesifisitas 85,3% (IK 95% 68,9%–95,0%); nilai duga positif 87,5% (IK 95% 75,2%–94,2%); nilai duga negatif 52,7% (IK 95% 44,7%–60,6%); dan akurasi 67,4% (IK 95% 57,0%–76,6%) dalam mendiagnosis KSB berpigmen.
Kesimpulan: Kriteria klinis ABCDE secara lengkap mempunyai nilai diagnostik yang kurang baik sebagai alat bantu skrining KSB berpigmen.

Background: Skin cancer screening is performed as an effort to reduce the morbidity and mortality caused by skin cancer. Basal cell carcinoma (BCC) is one of the most common skin cancers. Pigmented BCC often shows clinical features resembling melanoma, so that ABCDE clinical criteria are thought to be a potential modality to help establishing the diagnosis of pigmented BCC.
Objective: To evaluate the ABCDE clinical criteria for the screening of pigmented BCC compared to histopathological examination as the gold standard examination.
Method: This analytical cross-sectional study was performed from January to June 2023 in dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (RSUPNCM). Subjects with pigmented skin lesions visiting RSUPNCM from 2017 to 2022 whose clinical data, histopathological data, and photographs were documented completely were recruited to the study consecutively. Exclusion criteria included lesion’s size more than 2 cm, light skin (Fitzpatrick skin type 1-3), and histopathological diagnosis in line with precancerous lesion or other skin cancer. Data were analyzed with Stata software version 16 (StataCorpTM) and Medcalc diagnostic evaluation test calculator.
Results: A total of 84 subjects were recruited to the study with a total of 95 lesions consisting of 61 BCC lesions and 35 non-BCC lesions. Median age of the BCC subjects was older than that of non-BCC subjects (p<0.001). Median lesion’s size of the BCC lesions was larger than that of non-BCC lesions (p<0.001). The lesion location in BCC subjects was significantly prevalent on the face (p=0.005). The proportion of BCC positivity based on ABCDE clinical criteria was 87.5%. ABCDE criteria had sensitivity of 57.4% (95% Confidence Interval [CI] 44.0%–70.0%); specificity of 85.3% (95% CI 68.9%–95.0%); PPV of 87.5% (95% CI 75.2%–94.2%); NPV of 52.7% (95% CI 44.7%–60.6%); and accuracy of 67.4% (95% CI 57.0%–76.6%) in diagnosing pigmented BCC.
Conclusion: Fulfilling all ABCDE clinical criteria had poor diagnostic value for the screening of pigmented BCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library