Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Pambudi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
TA3688
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jogjani Imam Pambudi
"ABSTRAK
I. Pokok permasalahan :
Pelaksanaan pengadaan barang untuk Proyek Pemerintah melalui perjanjian jual beli dengan pihak Swasta pada hakekatnya masuk didalam bidang Hukum Perdata.
Ternyata proses pelaksanaan pengadaan barang tersebut di atur didalam beberapa peraturan per Undang-undangan, dan peraturan peraturan pelaksanaan lainnya sebagai berikut :
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW)
2. Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (ICW)
3. KEPPRES Nomor 29 Tahun I984
4. Peraturan-peraturan pelaksanaan dari KEPPRES Nomor 29 Tahun 1984.
Dalam rangka pengadaan barang, cara penunjukan pelaksanaan pekerjaan dilakukan melalui :
1. pelelangan umum
2. pelelangan terbatas
3. penunjukan langsung
4. pengadaan langsung.
Selanjutnya proses pelaksanaan pengadaan barang sampai selesai melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pengumuman /melalui iklan untuk pelelangan umum.
2. Pembelian Dokumen Lelang /Rencana Kerja dan Syarat-syarat.
3. Anwijzing (Penjelasan Lelang).
4. Penyerahan contoh barang untuk dinilai.
5. Pengumuman lulus contoh barang.
6. Pemasukan Surat Penawaran Harga.
7. Pembukaan Surat Penawaran Harga.
8. Pengumuman pemenang.
9. Pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK).
10. Pembuatan Surat Perjanjian (kontrak).
11. Pelaksanaan prestasi /penyerahan barang.
12. Pembuatan Berita Acara Permintaan Pembayaran Pembangunan dan lampiran-lampirannya sebagai bukti-bukti.
14. Pengujian bukti-bukti oleh Kantor Perbendaharaan Negara.
15. Pembayaran oleh Kantar Kas Negara kepada pihak Swasta (rekanan).
Yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah dasar hukum dari proses pelaksanaan pengadaan barang sampai selesai tersebut diatas telah mencerminkan kepastian hukum dan apakah peraturan-pe raturan yang mendasari proses tersebut tidak bertentangan satu sama lainnya ?
II. Metode penelitian :
Metode penelitian yang dipergunakan mencakup studi kepustakaan /studi dokumen dan wauancara.
Dldalam studi kepustakaan /dokumen, sebagai alat penelitian dipergunakan :
a. Dokumen Surat Perjanjian Pengadaan Peralatan Olah Raga Sekolah Dasar antara Proyek Penyediaan Peralatan Olah Raga Sekolah Dasar (inpres Mo, 6 Tahun 1984) Departemen P dan K dengan P.T, Duii Puri Karya (Surat Perjanjian tgl. 26-7-1985 No. 194.6.P3DR-5D.Set. VII.85).
b. Dokumen-dokumen pertinggal Surat Perintah Membayar pada Kantor Perbendaharaan Negara (KPN).
c. Buku - buku.
d. Peraturan per-Undang-undangan dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Wawancara dilakukan terhadap :
a. Para pengusahaha Swasta
b. Para karyawan Proyek Pemerintah
c. Para Pejabat dan Karyawan pelaksanaan pada Kantor Perbendaharaan Negara (KPN).
III. Hal-hal yang ditemukan :
1. Didalam Lampiran I KEPPRES RI Nomor 29 Tahun 1984, tidak dicantumkan dengan jelas kapan Surat Perjanjian dibuat, sehingga pembuatan Surat Perjanjian yang berlarut-larut dapat mengakibatkan kerugian pada pihak Swasta (rekanan) karena Surat Perjanjian merupakan syarat. untuk menerima prestasi berupa pembayaran.
2. Kelambatan dalam pelaksanaan pembayaran sebagai akibat terlambatnya Pihak Proyek Pemerintah mengajukan Surat Permintaan Pembayaran kepada Kantor Perbendaharaan Negara.
3. Pemerintah tidak dapat, dikenakan ganti rugi berdasarkan KEPPRES RI Nomor 29 Tahun 1984 dan Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (ICW).
4. Perjanjian yang dibuat menyimpang dari pasal 1266 KUH Per. karena pihak pemerintah dapat menghentikan pelaksanaan perjanjian secara sepihak tanpa melalui proses Pengadilan.
5. Perjanjian yang dibuat merupakan perjanjian standar yang dibuat secara sepihak oleh Pihak Proyek Pemerintah.
6. Sampai saat tulisan ini dibuat Tim Pengendali Pengadaan Barang /Peralatan Pemerintah (TPPBPP) belum menetapkan suatu standar Surat Perjanjian (kontrak) untuk berbagai pemborongan /pembelian yang berlaku secara nasional.
7. Cara penyelesaian sengketa didalam Surat. Perjanjiam pada umumnya dilakukan dengan musyawarah, jika tidak dapat. diselesaikan dengan musyawarah , para pihak meneruskannya ke Pengadilan Negeri. Menurut hemat penulis, cara penyelesaian sengketa seperti ini dapat berlarut-larut.
IV. Kesimpulan dan Saran.
Menurut pengamatan penulis, pelaksanaan pengadaan barang untuk keperluan Proyek Pemerintah melalui Perjanjian Jual beli dengan pihak Swasta belum seluruhnya mencerminkan kepastian hukum.
Dalam hal ini berdasarkan KEPPRES RI Nomor 29 Tahun 1984 (pasal 20 ayat 3) Tim Pengendali Pengadaan Barang /Peralatan Pemerintah (IPPBPP) perlu segera menetapkan standar Surat Perjanjian kontrak untuk berbagai pemborongan /pembelian yang mencerminkan keadilan yang berlaku secara nasional demi tercapainya kepastian hukum.
Selain dari pada itu perlu dibuat suatu Undang-undang Hukum Perikatan yang berlaku secara nasional untuk menggantikarr ketentuan ketentuan yang tersebar.
Namun demikian sambil menunggu Undang-undang Hukum Perikatan Pelaksanaan
yang baru, perlu ditinjau kembali peraturan-peraturah per Undang undangan yang ada dan peraturan-peraturan pelaksanaannya apakah telah menjamin tercapainya kepastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seana Imam Pambudi
"Co-working space atau kantor bersama merupakan kategori tempat kerja yang ditujukan untuk aktivitas pekerja profesional yang menyediakan fasilitas esensial untuk menunjang pekerjaan atau kegiatan berusaha. Pada tahun 2020, terjadi peningkatan jumlah co-working space secara global tidak terkecuali Indonesia. Namun, hingga saat ini, peraturan di Indonesia masih belum sepenuhnya mengakomodir penggunaan co- working space. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan penyedia co-working space yang memiliki izin usaha yang berbeda-beda. Meskipun telah ada Surat Edaran DKI Jakarta dan PMK Tahun 2017 yang memberikan izin dan definisi terhadap penggunaan co-working space, akan tetapi mengenai peraturan lanjutan terkait perpajakan dan klasifikasi co-working space masih belum diatur lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana klasifikasi co-working space pada sistem perpajakan dan pengenaan pajak penghasilan atas co-working space. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan data diperoleh melalui studi dokumen peraturan perundang-undangan, literatur dan wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kegiatan usaha co-working space belum diatur lebih lanjut pada Klasifikasi Lapangan Usaha dan penghasilan dari sewa menyewa co-working space dapat dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2). Adapun mengenai jasa alamat bisnis dan jasa manajemen atas co-working space dapat dikenakan PPh Pasal 23 berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tentang Pajak Penghasilan.

Co-working spaces, or shared offices, represent a category of workplaces designed for professional worker activities, providing essential facilities to support work or entrepreneurial endeavors. In 2020, there was an increase in the number of co-working spaces globally, including Indonesia. However, Indonesian regulations have not fully accommodated the use of co-working spaces. This has resulted in many co-working space providers having different types of business licenses. Although there are the Surat Edaran DKI Jakarta and the PMK 2017, which provide permits and definitions for the use of co-working space, further regulations related to taxation and classification of co- working spaces have not yet been elaborated. This study aims to identify how co- working spaces are classified in the tax system and the imposition of income tax on co- working spaces. The method used in this study is juridical-normative with data obtained through the study of legal regulations, literature, and interviews. The conclusion of this study is that business activities of co-working spaces are not yet further regulated in the Business Field Classification and the income from leasing co-working spaces can be subject to income tax under Article 4 paragraph (2). Furthermore, business address services and management services for co-working spaces can be subject to income tax under Article 23, based on the provisions of Law Number 36 concerning Income Tax."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library