Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Maulana
"ABSTRAK
Perkembangan industri media massa khususnya industri film membuat film menjadi komoditas bisnis yang erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Dalam menyikapi fenomena tersebut, film Silariang: Cinta yang (Tak) Direstui yang merupakan film panjang bioskop berbahasa daerah melakukan upaya untuk meraih profit sebesar-besarnya dengan cara menerapkan marketing public relations dengan memasarkan filmnya kepada masyarakat. Penerapan marketing public relation yang dilakukan oleh film Silariang: Cinta yang (Tak) Direstui menggunakan beberapa tools marketing public relations yaitu publikasi, identitas media, event, dan berita. Penggunaan tools marketing public relations pada film Silariang: Cinta yang (Tak) Direstui dapat meningkatkan awareness sehingga menarik masyarakat untuk menonton dan berdampak pada meningkatnya jumlah penjualan tiket film tersebut.

ABSTRACT
The development of the mass media industry, especially the film industry makes film a business commodity that is closely related to economic activities. In addressing this phenomenon, the film Silariang: Cinta yang (Tak) Direstui which is regional language film made an effort to achieve the maximum profit by implementing marketing public relations by marketing the film to the public. The application of marketing public relations carried out by the film Silariang: Cinta yang (Tak) Direstui uses several marketing public relations tools, namely publication, media identity, events, and news. The use of marketing public relations tools in the film Silariang: Cinta yang (Tak) Direstui can increase awareness so that it attracts the public to watch and has an impact on increasing the number of ticket sales for the film."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Maulana
"Mulai tahun 2010, Pemerintah Kota Bogor menerbitkan Peraturan Daerah No. 12 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tahun 2009. Namun setelah 2 tahun berjalan hasil pengamatan menunjukan, masih banyak perokok di kawasan yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Studi berjenis kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Sampel adalah rumah tangga di seluruh wilayah Kota Bogor, diambil dengan metode multistage cluster random sampling. Jumlah sampel sebanyak 300 rumah tangga. Hasilnya, masyarakat Kota Bogor menilai implementasi KTR di tatanan tempat-tempat umum belum efektif. Analisis menunjukkan banyaknya perokok di tempat-tempat umum berhubungan dengan pajanan penyuluhan KTR, tiadanya teguran dari orang lain, pengawasan petugas, keberadaan iklan rokok, dan keberadaan penjual rokok (p <0,05).
Untuk lebih mengefektifkan Peraturan daerah tersebut dibutuhkan prioritas berbeda dalam implementasinya di setiap tempat yang menjadi KTR.

In 2009, the Government published the Bogor Area Regulations No. 12 about the area Without Smoking (KTR). Based on observations, there are still many smokers in the area set out in the regulatory area. Study of a quantitative approach with cross-sectional. The samples are households in the whole area of the city, which was taken by the method of multistage cluster random sampling. The number of samples as much as 300 households. As a result, society Bogor City looked at the implementation of KTR at public places order has not been effective. Analysis showed the number of smokers in public places associated with exposure illumination KTR, lack of rebuke from others, supervision officers, the presence of advertising cigarettes, and the existence of a seller of cigarettes (p <0,05). To be more makes effective regional regulation would require priorities different in its implementations in every place into KTR."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S44619
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Maulana
"Landreform pada tahun 1960-1965 merupakan salah satu agenda revolusi Indonesia selama pemerintahan Soekarno. Landreform hadir sebagai kebijakan reforma agraria yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 mengintensifkan penggunaan lahan melalui pendistribusian lahan kepada petani penggarap dengan membatasi kepemilikan tanah individu. Dalam penerapannya, Landreform memunculkan konflik nasional dan lokal di tengah Pembebasan Irian Barat dan Konfrontasi Malaysia. Partai politik saat itu, PKI, PNI, dan NU menjadi aktor dibalik manipulasi, terlibat aksi sepihak, dan alasan terhambatnya penelesaian Landreform. Ketika kemudian terjadi Gerakan 30 September 1965, pelaksanaan Landreform mecapai kebuntuan. Banyak kemudian penelitian mengangkat aksi sepihak sebagai bagian tidak terlepaskan selama pelaksanaan Landreform. Aksi sepihak menguat pada tahun 1964 menampakan konflik horizontal di pedesaan Jawa, terutama Jawa Timur yang memiliki pedesaan luas dengan mayoritas kepemilikan lahan individu, tanah wakaf, dan pesantren. Dari banyak penelitian mengenai aksi sepihak dan Landreform di Jawa Timur, ditemukan lebih menekankan PKI dan PNI sebagai lakon utama, menyisihkan NU. Padahal NU menjadi partai paling kuat secara politik pada Pemilu 1955, serta memiliki jaringan pesantren yang membentuk kultur Islam Tradisional di Jawa Timur. Untuk itu penelitian ini bertujuan memberikan perspektif lain mengenai konflik yang terjadi selama pelaksanaan Landreform di Jawa Timur yang menempatkan NU dan PKI sebagai lakon yang memiliki benturan kepentingan, serta pihak yang berperan dalam kekerasan yang terjadi selama aksi sepihak di Jawa Timur.

Land reform in 1960-1965 was one of the agendas of the Indonesian revolution during the Soekarno's Era. Land reform comes as an agrarian reform policy stipulated under the Basic Agrarian Law of 1960 intensifying land use through the distribution of land to sharecroppers by restricting individual land ownership. In its application, land reforms gave rise to national and local conflicts in the midst of the West Irian Confrontation and the Malaysian Confrontation. Political parties at that time, the PKI, PNI, and NU were the actors behind the manipulation, aksi sepihak, and the reasons for hampering the completion of the land reform. When the 30 September 1965 Movement then took place, the implementation of the land reform reached a deadlock. Much later research raised aksi sepihak as an inseparable part during the implementation of land reform. The Aksi Sepihak strengthened in 1964, revealing horizontal conflicts in rural Java, especially East Java, which has large villages with the majority of ownership of individual land, waqf land, and pesantren. From many studies on aksi sepihak and land reforms in East Java, it was found to emphasize the PKI and PNI as the main actors, setting aside NU. Though NU became the most politically powerful party in the 1955 Election and had a network of pesantren that formed the traditional Islamic culture in East Java. For this reason, this research aims to provide another perspective on the conflicts that occurred during the implementation of land reforms in East Java, which placed NU and PKI as actors with conflicts of interest, as well as those who played a role in the violence that occurred during aksi sepihak in East Java."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library