Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutajulu, Puji Sarah
"Kehilangan gigi Molar pertama bawah memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan gigi Molar pertama bawah merupakan gigi tetap yang pertama kali erupsi sekitar umur 6 - 7 tahun sehingga jika dilihat dari jangka waktu penggunaan, gigi ini adalah gigi yang paling sering rusak karena karies ( 70% ) dan paling sering direstorasi. Salah satu dampak dari pencabutan gigi Molar pertama bawah yang akan diteliti adalah migrasi dari gigi tetangga yaitu terjadinya pergerakan gigi Premolar kedua bawah. Pergerakan ini terdiri dari kemiringan ke arah distal dan rotasi gigi Premolar kedua bawah. Kemiringan gigi ke arah distal dan rotasi adalah suatu istilah yang digunakan baik untuk fenomena fisiologis migrasi gigi-geligi maupun untuk kejadian dimana terdapat kehilangan gigi dan terjadi pergerakan ke arah diastema tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lama kehilangan gigi Molar pertama bawah terhadap pergerakan gigi Premolar kedua bawah. Penelitian ini menggunakan enam belas model studi dan kuesioner dari mahasiswa FKG UI angkatan 2003 - 2007 dengan sembilan belas kasus pergerakan gigi Premolar kedua bawah yang memenuhi kriteria penelitian. Analisis statistik secara univariat berupa distribusi frekuensi dari variabel usia, lama kehilangan gigi Molar pertama bawah, nilai rotasi dan kemiringan gigi Premolar kedua bawah; serta uji bivariat Pearson. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama kehilangan gigi Molar pertama bawah dengan pergerakan gigi Premolar kedua bawah. Nilai p yang didapat pada hasil penelitian menunjukkan korelasi tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sedang (p > 0,05).
Kesimpulan: Pada penelitian ini belum dapat dibuktikan adanya hubungan antara lama kehilangan gigi Molar pertama bawah dengan nilai pergerakan gigi Premolar kedua bawah pada mahasiswa FKG UI angkatan 2003-2007.

The loss of lower first Molar has a quite high prevalence. It is because the lower first molar is the first permanent teeth that erupt in age 6-7. Therefore from the duration, this tooth is the most often damaged teeth because of caries (70%) and most often restored. One of the impacts from the lower first Molar extraction that is going to be researched is adjacent tooth migration that is movement of lower second Premolar. This movement consists of distal tipping and rotation of lower second Premolar. Distal tipping and rotation is a term that is used for physiologic migration phenomenon of teeth and also for a condition where there is loss of tooth and a movement to the diastema occurred.
The purpose of this research is to identify the relationship between missing period of lower first Molar with the movement of lower second Premolar. Sixteen study models with nineteen cases of lower second Premolar movement and questioners which fulfill the criteria were taken from Dental Student of Faculty of Dentistry - University of Indonesia Class 2003-2007 as the sample. Univariate statistical analysis includes age, missing period of lower first Molar, the degree of distal tipping and rotation of lower second Premolar was done in the form of distribution of frequency. The bivariate statistical analysis was done using the Pearson?s correlation method. The result showed that there was no relationship between missing period of lower first Molar and the movement of lower second Premolar ( p > 0.05 ).
It was concluded that the relationship between missing period of lower first molar and movement of lower second Premolar on college student of faculty of Dentistry University of Indonesia couldn?t have been proven yet.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutajulu, Puji Sarah
"Pendahuluan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi estetika senyum terhadap ukuran buccal corridor antara ortodontis dan orang awam Indonesia. Metode: Ukuran buccal corridor dimodifikasi secara digital dengan perbedaan 5%, dari 0% sampai 25% buccal corridor terhadap lebar komisura dalam sehingga diperoleh enam ukuran. Persepsi estetika senyum menurut 24 ortodontis dan 24 orang awam ras deutromalayid diperoleh dengan menggunakan visual analog scale (VAS) pada 12 gambar yang terdiri dari enam ukuran buccal corridor pada gambaran wajah tampak depan saat tersenyum (GW) dan enam ukuran pada gambaran sirkumoral tampak depan saat tersenyum (GS). Hasil: Tidak terdapat perbedaan persepsi estetika senyum yang bermakna terhadap ukuran BC sebesar 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% antara ortodontis dan orang awam Indonesia pada GW dan GS kecuali ukuran BC sebesar 25%. Tidak terdapat perbedaan penilaian persepsi estetika senyum yang bermakna antara penggunaan GW dan GS. Kesimpulan: Pada GW, ortodontis dan orang awam sama-sama menganggap ukuran buccal corridor yang sempit merupakan senyum yang paling menarik. Sedangkan pada GS, ortodontis lebih menyukai ukuran buccal corridor yang sempit namun kelompok orang awam lebih menyukai ukuran buccal corridor yang sangat lebar.

Objective: The purpose of this study was to assess the difference of smile esthetics perception on buccal corridors width between Indonesian orthodontists and laypersons by means of digitally manipulated photographs, as well as compare assessments of fullface view (FFV) and close-up view of the mouth (CUVM) images. Methods: Facial photographs were taken smiling deutromalayid female, displaying first molar to first molar. Buccal corridors were modified digitally in 5% increments, from 0% to 25% buccal corridor compared with the inner commissural width. The rendered images, 6 of FFVs and 6 of CUVMs, were assessed by 24 Indonesian orthodontists and 24 Indonesian laypersons who rated the attractiveness of each smile by means of a visual analog scale (VAS). Results: There were no significant differences on smile esthetics perception of 0%, 5%, 10%, 15% and 20% BC width between Indonesian orthodontists and laypersons on FFV and CUWM except BC width of 25%. There were no significant differences in the assessment of smile esthetic perception between the use of FFV and CUVM. Conclusion: At FFV, both orthodontists and laypersons preferred narrow buccal corridor. While at CUWM, orthodontists preferred the narrow buccal corridor but laypersons preferred very wide buccal corridor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library