Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Henson Mulianto Salim
Abstrak :
ABSTRAK

Perkembangan teknologi dan pembangunan bangunan-bangunan gedung maupun infrastruktur di perkotaan telah mengakibatkan terbatasnya ruang dan tanah yang tersedia. Fenomena ini menjelaskan betapa pentingnya pengaturan akan ruang di atas tanah yang sistematis dan komprehensif. Ruang di atas tanah dalam UndangUndang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 disebut sebagai ruang angkasa adalah ruang di atas bumi dan air. Pengaturan hukum Indonesia terhadap penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah memiliki kaitan erat dengan hak atas tanah, dimana kewenangan penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah bersumber dari Hak Menguasai Negara yang diatur Pasal 2 Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan sebagai akibat hukum dari hak atas tanah sebagaimana diatur Pasal 4 Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Pelaksanaan penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah di Indonesia dapat dilihat dalam praktik stasiun-stasiun layang dan jalan-jalan rel layang Prasarana MRT Jakarta, Jembatan Multiguna Senen dan Jembatan Pondok Indah Mal yang melintasi prasarana dan/atau sarana umum di DKI Jakarta yang didasari pada Izin Mendirikan Bangunan. Penelitian dilakukan dengan cara menganalisis peraturan perundang-undangan nasional yang ada dan membandingkan pengaturan akan ruang dalam Hukum Belanda dan Hukum Singapura dengan cara menelaah pengaturan yang ada serta menganalisis dalam perspektif Hukum Indonesia. Penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah merupakan tindakan hukum menguasai ruang di atas tanah dengan batas-batas yang ditentukan dalam penataan ruang dan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.


ABSTRACT


Technological developments and the construction of buildings and infrastructure in urban areas have resulted in limited available space and land. This phenomenon explains the importance of systematic and comprehensive regulation of airspace. Airspace in the Agrarian Basic Law No. 5 of 1960 are referred as space which are above earth and water. Indonesian regulation on control and utilization of airspace has a close connection with land rights, where the authority to control and utilization of airspace comes from the State Ownership Rights which are regulated in Article 2 of the Agrarian Basic Law No. 5 of 1960 and as a legal consequence of land rights as stipulated in Article 4 of the Agrarian Basic Law No. 5 of 1960. The implementation of control and utilization of airspace in Indonesia can be seen in the practice of elevated stations and elevated railroad tracks of the Jakarta MRT Infrastructure, Senen Multipurpose Bridge and Pondok Indah Mall Bridge which cross above infrastructure and/or public facilities in DKI Jakarta which are based on Building Construction Permits. This study analyzed national legislation and compared the regulations of airspace in Netherlands Law and Singapore Law by examining existing regulations and analyzes in the perspective of Indonesian Law. This study explains the need for regulation of a new land rights in the form of air space rights.

2019
T54056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henson Mulianto Salim
Abstrak :
Warga Jalan Enggano Sisi Utara Sebelah Timur, Jakarta Utara, Jakarta, berada dalam keadaan yang tidak tentram dengan dilakukannya beberapa kali percobaan perampasan tanah warga yang dilakukan oleh PT Pelindo II. Warga yang telah menduduki tanah tersebut sejak tahun 1948 berada pada posisi hukum yang kurang kuat dibandingkan dengan PT Pelindo II yang memegang sertipikat Hak Pengelolaan No. 1/Tanjung Priok. Penelitan ini menganalisis proses penerbitan dari sertipikat Hak Pengelolaan No. 1/Tanjung Priok. Penelitian ini merujuk pada yurisprudensi yang berkaitan dengan kasus penelitian dan peraturan perundang-undangan yang terkait. ......Residents of East side of Northern Enggano Road, North Jakarta, Jakarta, is in a state of unease where there have been several attempts of land eviction by PT Pelindo II. Residents who have occupied the land since 1948 is in the position of being less powerful in law than the PT Pelindo II, which holds the Hak Pengelolaan No. 1/Tanjung Priok land certificate. This researchanalyzes the process of land registration of Hak Pengelolaan No. 1/Tanjung Priok. Thisresearch relates the case with the jurisprudence of related issues and laws related to the case.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64364
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library