Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Haykal Hafizul Arifin
Abstrak :
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ekstremitas sikap politik disokong oleh overestimasi pengetahuan (illusion of explanatory depth; IOED). Dalam paradigma IOED, ekstremitas sikap politik dapat diturunkan dengan meminta ekstremis menuliskan penjelasan mengenai mekanisme kebijakan politik yang ia dukung dengan runut dan merinci (treatment IOED). Penurunan rasa tahu yang diindusi oleh treatment IOED dihipotesiskan menyebabkan perubahan sikap yang awalnya ekstrem menjadi moderat. Permasalahannya, ekstremis memiliki karakteristik yang dapat meniadakan perubahan sikap akibat penurunan rasa tahu dikarenakan ekstremis merasa yakin bahwa pandangan mereka lebih benar dibandingkan orang lain (belief superiority). Penulis menduga ada peranan kepercayaan superioritas pada pengaruh antara treatment IOED terhadap ekstrimitas sikap. Sebanyak dua studi penulis lakukan untuk mereplikasi hipotesis dari paradigma IOED di konteks politik Indonesia. Pada studi pertama, penulis mendemonstrasikan bahwa fenomena overestimasi pengetahuan dapat memprediksi sikap oposisi ekstrem pemilih pada hasil hitung cepat Pemilu 2019. Pada studi kedua, penulis mendemonstrasikan bagaimana efek treatment IOED terhadap sikap terhadap program deradikalisasi pada partisipan yang secara aktual terpapar ideologi radikal (narapidana terorisme). Pada studi ketiga, penulis menguji peranan kepercayaan superior dengan memanipulasi umpan balik pada tulisan penjelasan yang dibuat oleh partisipan pada treatment IOED. Dua umpan balik dirancang agar partisipan merasa pengetahuan mereka superior atau inferior. Hasil studi 3 menunjukkan ada penurunan ekstremitas akibat dari tugas menulis yang diikuti dengan manipulasi umpan balik pada isu domain sosial. Diskusi hasil tiga studi ini membahas limitasi metodologi penelitian termasuk tantangan menangani ekstremitas politik melalui pendekatan metakognitif.
......Previous researches have shown that political extremity is supported by knowledge overestimation (illusion of explanatory depth; IOED). Within IOED paradigm, extreme political attitudes can be decreased through asking extremist to write detailed mechanistic explanation about political policies that they supported (IOED treatment). Decrease of subjective knowledge, induced by IOED treatment, has been hypothesized may cause attitude change from extreme attitude to moderate attitude. The problem is: due to extremist’s belief superiority nature, extremists more likely to nullify cognitive based attitude changes treatment. This lead to a question: what is role of belief superiority on the link between knowledge overestimation and political extremity? Prior to answer this question, two replication studies conducted to test hypotheses derived from IOED paradigm within Indonesian political context. In study 1, the author demonstrates how knowledge overestimation may predict extreme opposition on quick count result in 2019 Indonesian presidential election (Pemilu 2019). In study 2, the author demonstrates how IOED treatment can influence attitude toward rehabilitation on actual extremists whom exposed by radical ideologies (terrorist detainees). In study 3, the author explores the role of belief superiority by manipulating feedback on participant’s explanation esais. Two kinds of feedback designed to make whether participants feel their knowledge is superior or inferior. Results summarized from study 3 conclude that there is decrease of political extremity on social domain issue due to effect of writing task and feedback manipulation. The author discussed methodological limitation including the challenging nature of metacognitive approach on handling political extremity.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Haykal Hafizul Arifin
Abstrak :
ABSTRAK
Studi ini memiliki tujuan untuk memahami bagaimana hubungan swakaji sebagai perkembangan epistemologis mahasiswa dan pendekatan belajar serta pencapaian akademik (IPK). Swakaji (perkembangan epistemologis self-authorship) adalah kapasitas internal mahasiswa dalam mengkonstruksi dan mengevaluasi klaim pengetahuan, memahami hakikat kontekstual dari pengetahuan, dan menjadi mandiri dalam pemerolehan pengetahuan. Studi ini juga mengeksplorasi atribut epistemologis mahasiswa sebagai validasi konvergen konstruk Swakaji. Analisis structural equation modelling (confirmatory factor analysis dan path analysis) digunakan untuk menguji hubungan antar konstruk. Hasil studi ini menyatakan bahwa dari 220 mahasiswa indonesia, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara swakaji dan pencapaian akademik (IPK) (r = .051, p > .05). Terdapat pengaruh positif pendekatan belajar mendalam terhadap swakaji (β= .595, p < .05). Kedua pendekatan belajar (mendalam dan dangkal) tidak memiliki hubungan signifikan dengan pencapaian akademik (IPK). Swakaji dapat menjelaskan 28% varians sedangkan pencapaian akademik (IPK) dapat menjelaskan 7% varians seluruh atribut epistemologis (rasa keingintahuan epistemis, kebutuhan akan kognisi, pendekatan belajar, kepercayaan epistemologis, dan skeptisisme). Implikasi studi ini didiskusikan lebih lanjut.
ABSTRAK
This study aim to understand the relations of Swakaji as student?s epistemological development with learning approaches and academic achievement (GPA). Swakaji (self-authorship epistemological development) is student's intermal capacity to construct and evaluate knowledge claims, understand the nature of contextual knowledge, and became autonomous in knowledge acquisition. This study is also aim to explore student?s epistemological attributes as a convergent validation of Swakaji. Structural equation modelling analysis used to test the relations among constructs. Results of this study find that from 220 Indonesian college students, there is no significant correlation of Swakaji and academic achievement (GPA) (r=.051, p>.05). There is positive effect of deep learning approaches towards Swakaji (β=.595, p<.05). Both of learning approaches (deep and surface) are uncorrelated with academic achievement (GPA). Approximately 28% of the variance in Swakaji and approximately 7% of the variance in the academic achievement (GPA) could be explained by all epistemological attributes (epistemic curiosity, need for cognition, learning approaches, epistemological beliefs, an skepticism). The implications of the results were discussed.
2016
S64228
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library