Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haryanto Surya
"Colon polyps can be a predisposing factor for colon cancer; they should be immediately removed once they are found. Most of colon cancer arises from adenoma. Most adenoma cases are asymptomatic. It is frequently detected at the first time when someone undergoes screening for colorectal cancer with the imaging modalities in the medical check-up. Approximately, 10-40% of patients without any symptoms with the positive result of occult blood test suffer from adenoma. By using colonoscopy, we can detect for adenoma cancer and adenoma polyps, so colonoscopic procedure is recommended for individuals with the high risk for colorectal cancer. Excision and polyp removal during colonoscopy is a treatment choice to lower the risk for developing colon cancer. Surgical intervention is usually required in the management of adenoma polyps for those with an extremely large size which cannot be resected through endoscopy. There are some suggestions for preventing of adenoma growing such as vegetable and fruit diet, limit intake of meat and fatty food. And finally do physical activities regularly and stay away from alcohol and cigarettes"
2004
IJGH-5-1-April2004-19
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Haryanto Surya
"Latar Belakang. Coronavirus Disease-19 (COVID-19) sampai sekarang masih menjadi ancaman kesehatan global. Baku emas diagnosis COVID-19 adalah pemeriksaan RT-PCR dari sampel usap nasofaring. Pengambilan sampel dengan cara ini memiliki kekurangan seperti rasa tidak nyaman pada pasien, risiko perdarahan, dan risiko paparan pada tenaga medis. Saliva merupakan salah satu alternatif sampel yang bisa digunakan untuk tujuan ini. Tujuan. Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, dan akurasi RTPCR saliva. Metode. Penelitian potong lintang pasien dewasa suspek COVID-19 pada April-Juni 2021 di instalasi gawat darurat rumah sakit Siloam Lippo Village. Pasien yang memenuhi syarat dan menyatakan setuju dilakukan pemeriksaan RT-PCR dari sampel usap nasofaring dan saliva. RTPCR dikerjakan dengan menilai gen N dan gen ORF1AB menggunakan alat Rotorgen QPlex-5Plus dengan batas positif CT Value < 40. Hasil. Sebanyak 126 pasien suspek COVID-19 yang eligible ikut penelitian selama periode studi. Enam pasien menolak mengikuti penelitian. Analisis akhir dikerjakan pada 120 pasien dengan proporsi laki-laki 42,5% dan median usia 50 tahun. Hasil RT-PCR positif ditemukan pada 69 (57,5%) sampel saliva dan 75 (62,5%) sampel usap nasofaring. Sensitivitas uji RT-PCR COVID19 dari sampel saliva adalah 86,67% (95% CI 76,84- 93,42), spesifisitasnya 91,11% (95% CI 78,78- 97,52). Nilai NDP yang didapat adalah 94,20% (95% CI 86,39-97,65) dan nilai NDN yang didapat 80,39% (95% CI 69,57-88,03). Akurasi yang didapat adalah 88,33% (95% CI 81,2093,47). Rerata CT value RT-PCR dari sampel saliva lebih tinggi dibandingkan sampel nasofaring, baik pada gen N (mean saliva 26,22 vs nasofaring 22,18; p= 0,01) maupun ORF1AB (mean saliva 26,39 vs nasofaring 23,24; p= 0,01). Simpulan. Saliva yang diambil dengan metode drooling merupakan sampel yang akurat untuk pemeriksaan RT-PCR COVID-19.

Background. Coronavirus Disease-19 (COVID-19) is still a global health problem. Diagnostic gold standard for COVID-19 is RT-PCR of the nasopharyngeal swab specimen. However, this method has several issues such as patient’s discomfort, risk of bleeding, and risk of exposure to examiner. Saliva is a viable alternative sample for this examination. Aim. To find out the sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, and accuracy of saliva RT-PCR. Method. Crossectional study in adult patient with suspect ofCOVID-19 during April-June 2021 in emergency unit Lippo Village Hospital. Eligible and agreed patient are examined with RT-PCR from nasopharyngeal swab and saliva. RT-PCR was done by targeting gene N and ORF1AB using Rotorgen QPlex-5-Plus with CT value cut off 40. Result. A total of 126 suspected COVID-19 cases were admitted to ER during study period. Six patients were disagree to join. Final analysis was carried out on 120 patients (42.5% male, media age 60). Positive RT-PCR was found in 69 (57.5%) saliva specimens and 75 (62.5%) nasopharyngeal specimens. Sensitivity of saliva specimens was 86.67% (95% CI 76.84- 93.42), with specificity of 91.11% (95% CI 78.78-97.52). NDP of saliva was 94.20% (95% CI 86.39-97.65) with NDN of 80.39% (95% CI 69.57-88.03). Saliva’s accuracy was 88.33% (95% CI 81.20-93.47). Mean CT value of saliva specimens was higher than nasopharyngeal specimens in both gene N (mean saliva 26.22 vs nasopharyngeal 22.18; p= 0.01) and ORF1AB (mean saliva 26.39 vs nasopharyngeal 23.24; p= 0.01). Conclusion. Saliva collected with drooling method is an accurate sample for COVID-19 RT-PCR."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Haryanto Surya
"Latar Belakang. Diagnosis demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Biakan S. typhi sebagai baku emas diagnosis hanya mampu positif pada 40-70% kasus. PCR sebagai alternatif diagnosis masih terhambat oleh harganya yang mahal dan fasilitas yang terbatas. Uji Widal yang saat ini banyak digunakan karena murah dan mudah dilakukan, dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga sensitivitas dan spesifisitas hanya berkisar 60-80%. Oleh karena itu dibutuhkan uji serologi lain yang cepat dan mampu memberikan hasil yang baik ditinjau dari sensitivitas dan spesifisitas. Salah satu uji serologi yang memenuhi kriteria di atas adalah TUBEX TF yang telah diuji coba di beberapa negara tetapi belum pernah diuji coba di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui perbandingan nilai sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan TUBEX TF dengan uji Widal dalam mendiagnosis demam tifoid yang telah dikonfirmasi dengan PCR dan atau biakan S. typhi. Metodologi. Uji diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan kecurigaan demam tifoid sesuai skor tifoid Nelwan>/=8 dan dirawat di RSCM, RSP dan RSUD Tangerang. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dasar, uji Widal, PCR dan biakan S. typhi serta uji TUBEX TF. Hasil pemeriksaan TUBEX TF dan uji Widal dibandingkan PCR dan atau biakan S. typhi sebagai baku emas. Data diolah dengan program SPSS13 dan dimasukkan ke tabel frekuensi dan tabel silang.
Hasil. Selama periode Mei - Oktober 2006 terkumpul 52 pasien dengan kecurigaan demam tifoid, yang terdiri dari 27 laki-laki (52%) dan 25 perempuan (48%). Kelompok usia terbanyak 20-30 tahun (28 orang, 53,8%). Dari perhitungan tabel 2x2, uji TUBEX TF dibandingkan dengan uji Widal, didapatkan masing-masing sensitivitas 100% dan 53,1%, spesifisitas 90% dan 65%, NDP 94,1% dan 70,8%, NDN 100% dan 46,4%. Luas daerah dibawah kurva ROC adalah 0,950 untuk TUBEX TF dan 0,591 untuk uji Widal. Dibandingkan uji Widal, pemeriksaan TUBEX TF menunjukkan hasil bermakna (p<0,05) pada uji statistik Chi square."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T57253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library