Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Harun Alrasyid
"Topik tentang DPRD ini sengaja penulis munculnya untuk menggugah semangat demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sekarang ini menjadi isu penting dalam kehidupan politik lokal. Upaya untuk mewujudkan demokrasi di tataran lokal, dibutuhkan adanya lembaga perwakilan lokal yang berdaya dan memiliki kedudukan yang kuat dalam mewakili kepentingan rakyat. Karena itu, isu pemberdayaan DPRD menjadi salah satu elemen penting terwujudnya sistem pemerintahan daerah yang demokratis.
Kedudukan DPRD pada masa reformasi seperti sekarang ini sangat berbeda dengan masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru, kedudukan DPRD berada pada posisi yang inferior bila berhadapan dengan Kepala Daerah, namun pada era reformasi, justru DPRD berada pada posisi yang superior. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 di mana secara kelembagaan DPRD bukan lagi sebagai bagian dari Pemerintah Daerah melainkan sebagai mitra sejajar dalam kedudukannya sebagai lembaga yang berwenang meminta pertanggungjawaban Kepala Daerah, membuat kebijakan daerah, mengontrol jalannya pemerintahan dan membuat anggaran daerah. Karena itu, kedudukan DPRD pada era reformasi lebih beruntung karena memiliki bargaining position yang lebih kuat dalam menentukan arah kehidupan politik di daerah. Kedudukan DPRD yang kuat dalam konstelasi pemerintahan daerah seperti saat ini mempunyai dua implikasi terhadap kondisi politik di Daerah.
Implikasi pertama adalah munculnya kehidupan politik yang lebih demokratis karena menguatnya posisi rakyat yang direpresentasikan oleh para wakilnya di DPRD dalam proses sistem politik lokal. Asumsi dasar dari implikasi pertama ini, Kepala Daerah (eksekutif) tidak lagi dominan untuk membuat berbagai kebijakan dan tidak bisa lagi mengabaikan kepentingan rakyat, karena segala tindakannya senantiasa dikontrol oleh DPRD. Implikasi kedua adalah munculnya arogansi DPRD karena memillki kekuasaan yang jauh Iebih besar dibandingkan dengan Kepala Daerah. Implikasi ini dapat menimbulkan tindakan atau perilaku anggota DPRD yang tidak sesuai dengan etika politik dan pemerintahan, seperti kasus yang marak di berbagai daerah, yakni praktek money politik.
Implikasi yang muncul di daerah setelah diberlakukannya kebijakan otonomi daerah tersebut menggugah minat penulis untuk meneliti lebih mendalam sejauhmana kontrol DPRD Kabupaten Bekasi dilaksanakan dan bagaimana dampaknya terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang balk. Di samping itu, penulis juga mencoba menjawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kontrol DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis ditemukan fakta bahwa DPRD Kabupaten Bekasi belum optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Indikasinya terlihat dari kemampuan DPRD dalam mengontrol pemerintah melalui kewenangan membuat anggaran daerah yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan DPRD dan Kepala Daerah ketimbang kepentingan rakyat. Sebagai "wakil rakyat", DPRD juga tidak optimal dalam mewujudkan aspirasi rakyat ke dalam kebijakan daerah yang dibuatnya. Lemahnya kemampuan DPRD mengontrol penyelenggaraan pemerintahan daerah memberikan indikasi bahwa perjuangan untuk terbentuknya suatu pemerintahan daerah yang transparan, akuntabel dan partisipatif atau dikenal dengan istilah good governance masih membutuhkan waktu.
Di samping itu, penulis juga menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kontrol DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat :dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari pendidikan dan pengalman politik anggota DPRD, kepentingan partai politik, hubungan Kepala Daerah dengan DPRD serta mekanisme atau prosedur penggunaan hak-hak DPRD. Faktor internal yang cukup dominan mempengaruhi efektivitas kontrol DPRD adalah mekanisme/ prosedur penggunaan hak-hak DPRD. Walaupun anggota DPRD memiliki hak-hak yang lebih luas, namun penggunaan hak-hak tersebut seringkali tidak dapat diwujudkan secara optimal, karena terkendala oleh aturan yang sangat birokratis. Mekanisme seperti ini dirasakan menjadi kendala bagi anggota-anggota DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasannya terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh kelompok kepentingan yang terdiri dari kalangan pengusaha dan kelompok penekan yang terdiri dari berbagai kalangan masyarakat yang tergabung dalam kelompok swadaya masyarakat. Kedua kelompok ini memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan daerah walaupun cara yang digunakan berbeda. Kelompok kepentingan lebih persuasif dalam mempengaruhi para aktor pembuat kebijakan, sedangkan kelompok penekan lebih agresif dalam mempengaruhinya, bahkan dalam beberapa kasus cenderung menggunakan cara-cara intimidasi dengan mengerahkan massa dan juga kekerasan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh DPRD dan Kepala Daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Alrasyid
"Dengan kalimat tahmid dan salawat saya awali pidato pengukuhan saya pada pagi hari yang berbahagia ini. Saya tidak lupa mengucapkan terima kasih- kepada Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rakhmat dan ridho-Nya upacara pengukuhan ini dapat terlaksana. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada hadirin yang telah meluangkan waku untuk menghadiri peristiwa yang besar artinya bagi saya serta keluarga saya. Semoga Allah Yang Maha Pemurah akan memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin!
Topik yang saya pilih untuk pidato pengukuhan ini ialah tentang dua peristiwa penting dalam tata negara Indonesia, i.e. pemilihan Presiden dan pergantian Presiden. Hadirin tentu sudah mengetahui bahwa, sejak masa peralihan berakhir, pemilihan Presiden diadakan secara berkala lima tahun sekali. Tetapi mungkin tidak semua hadirin mengetahui bahwa sewaktuwaktu dapat juga diadakan pemilihan Presiden.

Mengapakah soal pemilihan Presiden mendapat perhatian yang besar? Jawabnya ialah karena Presiden memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan politik. Betapa pentingnya tokoh yang memangku jabatan Presiden diungkapkan oleh Bernard. Schwartz, seorang pakar hukum tata negara Inggris, yang menganggap kedudukan Presiden sebagai "the most powerful elective position in' the world".

Ungkapan Schwartz itu, yang. menilai kedudukan Presiden di Amerika Serikat yang memakai sistem "checks and balances"? lebih-lebih berlaku terhadap negara Indonesia yang tidak memakai sistem tersebut. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kekuasaan dan tanggungjawab terpusat pada Presiden (concentration of powers and responsibilities upon. the President). Bahkan Supomo mengatakan: "buat (pelaksanaan pemerintahan, pen.) sehari-hari Presidenlah yang merupakan'penjelmaan kedaulatan rakyat." Beliau menegaskan lagi: "Yang merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat ialah Presiden; bukan Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, Supomo menghendaki "a very strong position of the President".
Perlu juga diketahui bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat pernah memperbesar wewenang Presiden yang dapat dibaca terakhir dalam Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. VI/MPR/1988 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional, yang bunyinya:
"Melimpahkan wewenang kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengambil .langkah-langkah yang perlu demi penyelamatan dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan Bangsa serta tercegah dan tertanggulanginya gejolak-gejolak sosial dan bahaya terulangnya . G-30-S/PKI dan bahaya subversi lainnya, yang pada hakekatnya adalah penyelamatan Pembangunan Nasional sebagai Pengalaman Pancasila dan kehidupan Demokrasi Pancasila serta menyelamatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Saya katakan "terakhir", karena pasal yang, serupa juga terdapat di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) sebelumnya, i.e. TAP MPR No. VII/MPR/1983, 'TAP MPR No. VI /MPR/1978, dan TAP MPR No. X/MPR/1973, namun tidak lagi. dikeluarkan pada Sidang Umum.MPR 1993. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda-tanya dan saya mencoba untuk menjawabnya.
Memang keempat TAP MPR tersebut, yang pada hakekatnya adalah mengenai wewenang untuk menyelamatkan negara, dalam ilmu hukum tata negara sudah dikenal dengan istilah hak darurat negara (staatsnoodrecht), yaitu kewenangan kepala negara (Raja, Presiden) untuk mengambil tindakan apa saja, kalau perlu dengan melanggar peraturan yang berlaku, bahkan undang-undang dasar sekalipun, demi untuk menyelamatkan negara.
Jadi, kalau selama ini sudah merupakan wewenang Presiden, dan berpegang pada definisi istilah "pelimpahan" (delegatie) dalam ilmu hukum tata negara' adalah janggal kalau MPR menyerahkan wewenangnya."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0082
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Alrasyid
"Noise Induced Hearing Loss (NIHL) atau gangguan pendengaran akibat bising merupakan penyakit akibat kerja yang paling umum diderita di dunia. Diperkirakan 1,3 miliar orang menderita gangguan pendengaran akibat paparan kebisingan. PT. XYZ merupakan perusahan manufaktur industri pulp and paper yang memiliki pajanan kebisingan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian pajanan kebisingan dengan menggunakan pendekatan Bayesian Decision Analysis (BDA) dengan menentukan distribusi prior, distribusi likelihood dan distribusi posterior pada kedua SEG. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kuantitatif yang dilaksanakan pada bulan April - Mei 2023. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, pengukuran dosis kebisingan personal, dan expert judgment. Data dianalisis dengan menggunakan software IHData Analyst-AIHA dan EXPOSTATS. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat variasi yang moderate pada kedua SEG. Distribusi probabilitas prior pajanan kebisingan pada SEG recovery boiler memiliki certainty level 1 pada kategori 4 (poor control) sedangkan pada SEG power boiler memiliki certainty level 0,995 pada kategori 4 (poor control) dan certainty level 0,005 pada kategori 3 (controlled). Distribusi probabilitas likelihood pada kedua SEG recovery boiler dan power boiler memiliki certainty level 1 pada kategori 4. Sehingga distribusi probabilitas posterior kedua SEG recovery boiler dan power boiler adalah masing-masing pada kategori 4 (poor control) dengan certainty level 1. Hal ini menunjukan bahwa pajanan kebisingan pada kedua SEG tidak dapat diterima (unacceptable). Peneliti menyarankan untuk melakukan pengendalian segera dengan menerapkan Hearing Consevation Program, melakukan refining SEG dengan uji variasi individual compliance test dan menggunakan metode BDA dalam melakukan penilaian pajanan kerja.

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) caused by noise is the most common occupational disease worldwide. It is estimated that 1.3 billion people suffer from hearing disorders due to noise exposure. PT. XYZ is a pulp and paper manufacturing company with high noise exposure. This study aims to assess the noise exposure using Bayesian Decision Analysis (BDA) approach by determining the prior distribution, likelihood distribution, and posterior distribution in both SEGs. This is descriptive analytic research with a quantitative approach conducted in April - May 2023. Data collection was done through observation, personal noise dosimetry measurement, and expert judgment. The data were analyzed using IHData Analyst-AIHA and EXPOSTATS software. The results of the study showed a moderate variation in both SEGs. The prior probability distribution of noise exposure in the recovery boiler SEG had a certainty level of 1 in category 4 (poor control), while in the power boiler SEG, it had a certainty level of 0.995 in category 4 (poor control) and a certainty level of 0.005 in category 3 (controlled). The likelihood probability distribution in both the recovery boiler and power boiler SEGs had a certainty level of 1 in category 4. Thus, the posterior probability distribution in both the recovery boiler and power boiler SEGs was categorized as 4 (poor control) with a certainty level of 1. This indicates that the noise exposure in both SEGs is unacceptable. The researchers suggest immediate control measures by implementing a Hearing Conservation Program, refining the SEGs through individual compliance test variations, and using the BDA method for occupational exposure assessment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library