Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harjo
"Penyakit kusta di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, disamping besarnya masalah di bidang medis juga masalah sosial yang di timbulkan oleh penyakit ini. Menghadapi masalah ini organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan agar pada tahun 2000 penyakit kusta tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi rate 1 per 10.000 penduduk. Penurunan prevalensi rate ini dapat dicapai dengan upaya penurunan proporsi penderita kusta yang berobat tidak teratur dalam periode waktu tertentu. prevalensi rate Kabupaten Majalengka cenderung menurun dari tahun ke tahun, tetapi belum mencapai target prevalensi rate yang ditargetkan oleh WHO yaitu kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Namun hal ini berbeda dengan penemuan penderita baru yang cenderung meningkat.
Pencapaian persentase ketidakteraturan berobat penderita kusta di Kabupaten Majalengka pada tahun 2000 sebesar 32,31% sehingga RFT hanya sebesar 67,69%. Angka ini relatif masih rendah bila dibandingkan dengan target RFT (Release From Treatment) rate nasional (keteraturan berobat) sebesar 90%.
Beberapa penelitian terdahulu, misalnya di Kabupaten Kuningan menunjukan bahwa ketidakteraturan berobat (1993) mencapai 18,80%, kemudian di Kabupaten Tangerang menunjukan bahwa ketidakteraturan berobat (1993) mencapai 21,60%.
Berdasarkan kenyataan ini, maka dilakukan penelitian yang mengkaji penyebab ketidakteraturan berobat yang sebenarnya dari penderita kusta yang terdiri dari variabel umur penderita kusta, jenis kelamin penderita kusta, pekerjaan penderita kusta, pendidikan penderita kusta, pengetahuan, sikap dan keyakinan penderita tentang penyakitnya, ketersediaan obat di puskesmas, peran petugas kesehatan dan peran keluarga dalam pengobatan.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Majalengka dengan desain cross sectional dan menggunakan data primer. Responden berjumlah 208 orang yang merupakan seluruh populasi yang memenuhi kriteria sampel.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara statistik diperoleh hubungan yang bermakna pengetahuan penderita kusta (OR: 2,62, 95%CI : 1,44 - 4,76), sikap (OR 2,76, 95%C1 : 1,51 -5,05), ketersediaan obat di puskesmas (OR : 3,34, 95%CI : 1,64 - 6,80), dan peran petugas kesehatan (OR : 2,91, 95%CI : 1,60 - 5,31) dengan ketidakteraturan berobat penderita kusta. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya interaksi pada faktor risiko yang berhubungan dengan ketidakteraturan berobat penderita kusta.
Diperlukan upaya meningkatkan penyuluhan melalui media radio, televisi, buku, majalah dan pamflet yang komunikatif, sederhana dan dapat diterima masyarakat di daerah sehingga dapat mengubah perilaku. Disamping itu perlu adanya perencanaan tahunan kebutuhan obat sesuai dengan jumlah sasaran sehingga tidak terjadi kekurangan obat dan perlu juga pendidikan kesehatan yang persuasif dengan menggunakan peran keluarga atau kelompok sesama penderita dengan melibatkan tokoh masyarakat sekaligus sebagai pengawas menelan obat, serta meningkatkan kemampuan petugas pengelola program kusta, yang diharapkan petugas lebih proaktif dalam melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi kepada penderita kusta dan keluarga dengan mendatangi penderita dan keluarga untuk memberikan dukungan sosial dan konsultasi. Selain itu, diharapkan pula petugas dapat memberikan pelayanan pengobatan sesegera mungkin.
Daftar Pustaka : 52 (1956 ? 2001).

Some Factors Relating to the Leprosy Patients Irregularity for Medical Treatment at the Regency of Majalengka in 1998 ? 2000.
Leprosy was still a public health problem in Indonesia. The disease did not only cause a big problem to the medical area, but also to the community. To overcome this matter, the United Nations World Health Organization (WHO) had determined that in the year 2000 leprosy would no longer become a community problem with the prevalence rate of 1 per 10.000 people. The decrease of the prevalence rate could be abstained by reducing the number of leprosy patients who irregularly visited clinics for medical treatment, There was a tendency that the prevalence rate in Majalengka decreased from year to year, although it had not reached the targeted rate of the WHO, namely less than I per 10.000 people. This, however, was unlike the number of the newly known leprosy patients which tended to increase.
In Majalengka the number of leprosy patients with irregular treatment in the year 2000 stood at 32.32 % which meant that the RFT (Release From Treatment) was only 67,69%. This figure was relatively still lower than the targeted national RFT rate (i.e.regular treatment) of 90%.
Some earlier studies, such as one held in the Regency of Kuningan, showed that the irregular treatment in 1993 reached 18.80%. Another study in the Regency of Tangerang (1993) showed an irregularity of 21.60%.
On the basis of these facts, a study was carried out to learn the actual causes of the irregularity for treatment by leprosy patients. The variables included age, sex, occupations, education, knowledge, attitude and belief of the patients on the disease, provision of medicines in the clinics, the roles of the clinic officials and of the relatives in the treatment.
The study in Majalengka made use of the cross-sectional design and primary data, with 208 respondents, namely the whole population meeting the sample criteria.
Results of the study showed there was statistically significant correlation between the knowledge of patients (OR : 2.62, 95%CI : 1.44 - 4,76), their attitudes (OR :2.76, 95%CI : 1.51 - 5.05), provision of medicines in clinics (OR : 3.34, 95%CI : 1,64 - 6,80), the roles of the clinic officials (OR : 2.91, 95%CI : 1.60 -5.31) and the patients irregularity for treatment. The study did not show any interaction of risk factors related to the patient irregularity for treatment.
It was necessary to improve efforts in giving better information through the radio, television, books, magazines and leaflets in a communicative and simple way which would be more digestible to the local people. In this way people were expected to change their behavior. The study also suggested the necessity of an annual plan by the local government for the need of enough medicines for the targeted patients. The local government should also provide persuasive health education by involving active participation of relatives or groups of other leprosy patients, including some social celebrities who, at the some time, acted as watchers of the patients, discipline in taking medicines. It was also considered necessary to be more pro-active in communication and providing information as well as education to both the patients and their relatives by visiting them for social support and consultation. Apart from that, officials were expected to give treatment to the patients as immediately as possible.
Bibliography : 52 (1956 - 2001).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T2758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairudin Sentosa Harjo
"ABSTRAK
Electronic Commerce adalah suatu konsep yang baru muncul yang menjelaskan pembelian dari penjualan produk. jasa dan informasi melalui jaringan komputer termasuk internet. Selang beberapa tahun ini kita telah melihat perubahan yang sangat besar dalam melakukan bisnis yang dilakukan oleh para perusahaan. Sekarang adalah waktunya yang tepat untuk bisnis yang memanfaatkan kekuatan dan pasar baru yang disebut perdagangan elektornik (electronic commerce).
Electronic commerce akan mempunyai peran besar dalam melakukan bisnis baik untuk perusahaan kecil, menengah maupun besar, baik dengan pelanggan mereka atau
dengan mitra usaha mereka atau keduanya. Penyelenggara e-commerce di Indonesia mulai bermunculan setiap hari, ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan lahan yang subur untuk teknologi e-commerce. Penduduk Indonesia yang mencapai 200 juta merupakan aset yang utama dan ditambah dengan adanya desentralisasi, maka perdagangan antar pulau. antar propinsi bahkan antar negara akan menjadi lebih aktif bila para pengusaha menggunakan fasilitas e-commerce untuk membantu memasarkan
produk mereka, maka perdagangan antar pulau dapat diselesaikan dalam hitungan detik, dan birokrasi yang panjang akan terputus semua. Pada saat itu dapat dipastikan tidak ada lagi orang kedua, ketiga dan seterusnya. karena transaksi dilakukan sceara Iangsung
antara penjual dan pembeli.
Keterbatasan pengetahuan dan sumber daya manusia yang mengerti e-commerce secara mendalam merupakan kendala yang dihadapi para pengusaha di Indonesia saat ini. Kendala-kendala ini sudah sepantasnya segera diatasi bilamana Indonesia mau bersaing di pasar global. Menimbang besarnya peluang yang dijanjikan e-commerce
pada masa depan, maka tidak ada salahnya bila e-commerce mulai menjadi jalan dalam strategi perusahaan.
Untuk mengurangi keterbatasan pengetahuan tentang e-commerce dan peluangnya dalam dunia usaha, maka penulis mencoba untuk memberikan gambaran tentang strategi membuat e-commerce suatu perusahaan yang berhasil yaitu dengan menarik pelanggan ke situs web yang dipasang dengan mempethatikan segmentasi, targeting dan positioning perusahaan itu sendiri. Adapun strategi menarik pelanggan dalam pasar online dapat meliput mesin pencan dan direktori, iklan spanduk, online ikian baris, papan pengumuman, mengirim email ke pelanggan yang berlangganan, hubungan ke situs yang lain, kelompok berita, wacana diskusi dan press realease. Sebelum perusahaan memulai usahanya dibidang e-commerce, diperlukan suatu strategi yang tepat dan terarah sesuai dengan target pasar yang ingin dicapai. Ada 3 tools yang digunakan untuk menciptakan peluang baru e-commerce di Indonesia yaitu segmentasi, targeting dan positioning. Segmentasi membantu menemukan peluang dalam e-commerce dan memberikan gambaran bagaimana rnendisain produk e-
commerce yang lebih responsif terhadap kebutuhan pasar serta menganalisa pasar guna mengatisipasi siapa saja yang akan menjadi kompetitor. Kedua dengan menggunakan
targeting, e-commerce yang akan dibangun akan lebih terarah kepada konsumen dan sebagai sasanan yang akan dicapai pada jangka pendek dan jangka panjang e-commerce
yang dibuat. Yang terakhir adalah positioning, positioning sangat penting bagi sebuah perusahaan e-commerce karena tahap ini merupakan tindakan yang dilakukan marketer untuk membuat citra situs web e-commerce memperoleh posisi yang jelas dan
mengandung arti dalam benak sasaran konsumennya.
Penerapan e-commerce di Indonesia semakin booming, hal ini dapat dilihat dari makin menjamurnya perusahaan-perusahaan yang membuat situs web untuk strategi
pemasaran yang baru. Mereka berlomba-lomba untuk menarik perhatian pengguna Internet untuk mengakses situs mereka. Berbagai macam iklan dan promosi dilakukan
dari media cetak, media elektronik, memasang spanduk di sepanjang jalan maupun dengan saling memasang banner pada situs-situs web yang bekerja sama untuk
memperluas jaringan dan memasyarakatkan e-commerce. Penulis memberikan analisis dan gambaran terhadap beberapa situs web penerapan e-commerce di Indonesia yang
berbasis pada tiga usaha yang berbeda yaitu lelang, sims web menjual bunga dan situs
portal.
Untuk meningkatkan penerapan e-commerce di Indonesia maka diperlukan strategi jangka panjang yang harus diperhatikan dari berbagai pihak dan perusahaan
e-commerce ini sendiri, penyelenggara jasa keuangan maupun pemerintah. Adapun strategi jangka panjang tersebut yaitu menciptakan peluang dengan membangun
janingan bisnis online, memperbanyak isi situs e-commerce, memasyarakatkan e-commerce dan mempercepat terbentuknya badan independen guna mendukung terlaksananya transaksi online dan memberi masukkan pada pemerintah mengenai pentingnya cyberlaw.
"
2000
S-Pdf (sedang dalam proses digitalisasi)
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariandra D.S. Harjo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S23595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun Kuntoro Harjo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kepuasan pasien rawat inap kelas III khususnya pasien peserta jaminan kesehatan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh RSUD Pasar Rebo, untuk mengkaji bagaimana gambaran kualitas pelayanan di RSUD Pasar Rebo terhadap pasien rawat inap kelas III, dan untuk mengetahui kaitan kualitas pelayanan RSUD Pasar Rebo dengan Ketahanan Lembaga RSUD Pasar Rebo.
Penelitian ini dilakukan melalui metode survei secara kuantitatif untuk menghitung kualitas pelayanan RSUD Pasar Rebo dengan menggunakan rumus SERVQUAL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh RSUD Pasar Rebo telah sangat memuaskan Pasien Rawat Inap Kelas III khususnya pasien peserta jaminan kesehatan, hal ini didasarkan pada Nilai Aktual SERVQUAL pada masing ? masing indikator Kualitas Pelayanan RSUD Pasar Rebo yang rata ? rata berada diatas 89 persen dan berada pada rentang skala 84 < IKP ≤ 100. Namun masih adanya skor kesenjangan pada setiap indikator kualitas pelayanan menunjukkan adanya kualitas pelayanan yang diharapkan masih bisa lebih ditingkatkan lagi oleh pihak rumah sakit untuk lebih meningkatkan kepuasan pasien. Adapun skor kesenjangan tertinggi pada masing ? masing indikator kualitas pelayanan meliputi butir pertanyaan : kebersihan kamar mandi/toilet pasien, pelayanan adminstrasi, kesediaan dokter jaga, kemampuan dokter untuk mendiagnosa penyakit pasien, dan kesediaan petugas rumah sakit untuk meminta maaf saat terjadi kesalahan dalam pemberian pelayanan. Kepuasan pasien rawat inap kelas III khususnya pasien peserta jaminan kesehatan akan semakin meningkatkan rasa kepercayaan pasien terhadap kinerja dan kredibilitas rumah sakit didalam melayani masyarakat sehingga tentunya akan semakin meningkatkan Ketahanan Lembaga RSUD Pasar Rebo.

This study aims to assess patient satisfaction class III patients who has health insurance in particular the service quality provided by Pasar Rebo hospital, to examine how the image of service quality in Pasar Rebo hospital against class III-patients, and to determine the link of service quality of Pasar Rebo hospital with Resilience Institute of Pasar Rebo Hospital.
The research was carried out through a quantitative survey methods to quantify the service quality of Pasar Rebo hospital using SERVQUAL formula. The results show that the service quality which provided by hospitals has been satisfied Pasar Rebo Inpatient particularly Class III patients who has health insurance, this is based on Actual SERVQUAL on each indicator shows taht the average Pasar Rebo Hospital?s services quality are above 89 percent and were in the range scales 84 "
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library