Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hamim
"Kinetika dan mekanisme reaksi pembentukan kompleks M(II) : Co(II), Ni(II) dan Zn(II) dengan ligan 2-(5-bromo-2-piridilazo)-5 dietilaminofenol (5-Br-PADAP atau HL) pada antarmuka heksana-air telah dipelajari melalui pengukuran spektrofotometri UV-Vis menggunakan metode batch dan metode centrifugal liquid membrane (CLM) spektrofotometri. Molar rasio pembentukan kompleks Co(II), Ni(II) dan Zn(II) yang diperoleh adalah sama yaitu [M] : [HL] = 1 : 2, sehingga kompleks yang terbentuk adalah kompleks Co(II)L2, Ni(II)L2 dan Zn(II)L2.Melalui pembentukan kompleks dengan metode batch diketahui bahwa kompleks Co(II)L2 yang terbentuk akan terlarut dalam fasa air dengan ëmaks = 586 nm, kompleks Ni(II)L2 dapat terekstrak dalam fasa organik dengan ëmaks = 508 nm, sedangkan Zn(II)L2 terbentuk sangat sedikit pada fasa air. Kelarutan kompleks Zn(II)L2 pada kedua fasa sangat kecil. Pembentukan kompleks dengan metode CLM dapat diamati melalui spektra absorpsi pada waktu tertentu. Metode CLM menghasilkan spektra absorpsi monomer kompleks Co(II)L2 dengan ëmaks 574 nm, monomer kompleks Ni(II)L2 dengan ëmaks 550 nm serta kompleks Zn(II)L2 dengan ëmaks 566 nm, spektra yang berbeda dengan metode batch ini menunjukkan bahwa kompleks-kompleks tersebut berada pada antarmuka. Pembentukan kompleks M(II) ? 5-Br-PADAP yang diamati menggunakan metode CLM dipengaruhi oleh konsentrasi ion logam M(II), konsentrasi ligan dan pH.
Dari hasil kinetika reaksi pembentukan monomer kompleks, dapat diketahui mekanisme reaksi yang terjadi pada antarmuka sistem heksana-air. Untuk pembentukan kompleks Co(II)L2 diperoleh nilai Kkmp rata-rata sebesar (7,87 ±1,5) x101 M-1 s-1. Untuk pembentukan kompleks Ni(II)L2 diperoleh nilai kkmp rata-rata sebesar (1,72 0,26) x10±2 M-1 s-1, sedangkan untuk pembentukan kompleks Zn(II)L2 tidak diperoleh nilai konstanta laju reaksinya dikarenakan laju reaksi yang terlalu cepat. Penggunaan ligan dengan konsentrasi tinggi pada pembentukan kompleks dapat menghasilkan J-aggregat kompleks (kumpulan kompleks), yang ditunjukkan dengan pergeseran panjang gelombang ke arah panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran merah atau batokromik). Bilangan aggregasi kompleks (Neff) yang diperoleh untuk kompleks Co(II)L2 adalah Neff = 3 sedangkan untuk kompleks Ni(II)L2 diperoleh nilai Neff = 4."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
KIM.027/08 Ham k
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hamim
"The experiment aimed to examine the growth and some physiological parameters of five metal-accumulator weed species in response to mercury (Hg) and lead (Pb) treatment. Five weed species (Branchiaria mutica, Cyperus kyllingia, Ipomea aquatica, Mikania micrantha, and Paspalum conjugatum) were grown in water culture using half strength Hoagland’s solution and subjected to Hg(NO3)2 and PB(NO3)2 at 0,  0.25 and 0.5 mM for 3 weeks. The growth, photosynthesis, lipid peroxidation and proline content were observed during the treatments. The result showed that both Hg and Pb decreased growth significantly, but the decrease was far higher in Hg than in Pb treatments. Hg treatment reduced photosynthetic rate dramatically under different photosynthetic photon flux density suggesting that heavy metal Hg until 0.5 mM caused the damage of photosynthetic apparatus almost all species except in I. aquatica. Hg and Pb treatment caused dramatic increase in leaf MDA content, which was associated with the decrease of chlorophyll content significantly. Almost all the species were tolerant to Pb treatment up to 0.5 mM except M. micrantha, while only C. kyllingia and I. aquatica were tolerant to Hg treatment up to 0.5 mM. Only Hg treatment and not Pb that induced higher proline content in the leaves of threated plants without clear pattern of the increment among the species suggesting that proline may have a role as alarm stress rather than tolerant indicator."
Bogor: Seameo Biotrop, 2020
634.6 BIO 27:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hartadi Hamim
"Skripsi ini berupaya melihat perkembangan kekuatan-kekuatan yang saling bertikai pada saat setelah naskah Persetujuan Linggarjati diparaf pada pertengahan Nopember 1945 sampai ketika naskah tersebut diratifikasi oleh KNIP pada 5 Maret 1947 yang bersidang di Malang. Soekarno dan Hatta yang lebih memilih jalan berunding dalam mencapai kemerdekaan dari pada bertempur berusaha mempengaruhi ialannya perdebatan pro-kontra di sekitar naskah persetujuan tersebut melalui PP No. 6/1946. Akibat perbedaan pendapat tentang naskah lahir dua koalisi yang bertentangan yaitu Sajap Kiri yang mendukung naskah dan Benteng Repoeblik Indonesia yang menentang naskah persetujuan. PP No. 6/1946 yang berisi ketentuan presiden tentang penambahan anggota KNIP (yang akan meratifikasi naskah persetujuan) segera menjadi bahan perdebatan. Mari isi PP No. 6/1946 terlihat jelas bahwa presiden berusaha merubah KNIP yang ketika itu dikuasai oleh penentang naskah persetujuan, koalisi Benteng Repoeblik Indonesia. Ketika BP KNIP kemudian menolak PP No.6/1946, krisis pemerintahan terjadi. Konflik antara BP KNIP dengan Soekarno-Hatta terjadi, karena BP KNIP merupakan miniatur KNIP maka suara KNIP bisa dipastikan akan sama dengan suara BP KNIP. Dalam sidang KNIP di Malang akhir Februari 1947, Hatta akhirnya menawarkan pengunduran diri presiden dan wakil presiden jika PP No. 6/1946 tetap ditolak. Koalisi Benteng Repoeblik yang terdapat dalam KNIP akhirnya menyerah. PP No. 6/1946 diterima dan kemudian segera disusul oleh ratifikasi naskah Persetujuan Linggarjati. Pertikaian antara pihak Benteng Repoeblik dengan pemerintah Sjahrir yang didukung oleh sajap Kiri adalah kelanjutan dari pertikaian yang terjadi sebelumnnya. Sementara PP No. 6/1946 merupakan intervensi presiden dalam pertikaian yang juga menunjukkan konsistensi sikap Soekarno-Hatta yang pro-diplomasi. Kemenangan Soekarno-Hatta atas pihak oposisi telah semakin membuktikan kenya-taannya bahwa Soekarno-Hatta adalah penentu akhir bagi jaiarrnya revolusi Indonesa ketika itu..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hudaimi Hamim
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathan Hamim
"Pada tubuh manusia terdapat aktivitas listrik dan mekanik. Begitu pula dengan jantung yang memiliki aktivitas elektrik dan mekanik yang khas. Pada intinya, tubuh manusia diibaratkan sebagai sebuah volume konduktor bagi aliran listrik pada tubuh. Berdasarkan karakteristik tersebut, ditemukanlah Elektrokardiografi yang dapat menyajikan gelombang listrik jantung. Manusia juga memiliki tingkat kebugaran jasmani dan dapat diwakili dari kapasitas fungsi tubuhnya. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam penulisan skripsi ini akan dilakukan suatu analisa hubungan antara variasi kapasitas fungsi tubuh manusia dengan pola ECG yang dimilikinya. Dalam hal ini sampel yang digunakan adalah para calon anggota dan anggota MAPALA UI. Analisa dilakukan dengan mencari nilai pola ECG dengan menggunakan software BIOPAC Student Lesson Pro yang kemudian dicari hubungannya dengan variasi kapasitas fungsi tubuh menggunakan analisa regresi linier sederhana. Diharapkan dari hasil analisa penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam perkembangan bidang Biomekanika dan Peralatan Medis khususnya di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
,,,,,,There's electrical and mechanical activity in each human body. So there's also electrical and mechanical activity in the human hearts. In the other side, human body are considered as a volume conductor for the alectrical activity in the body. Based on this event, human are searching a way for representing the heart activity and therefore electrocardiography (ECG) is invented. Each human has its own fitness level and this level can be represented by bodies functional capacity. Regarding this matter, this final assigment will analyze the correlation between bodies functional capacity with the heart wave (ECG). In this matter, the sample are MAPALA UI member. Analysis will be done by calculating the heart wave with BIOPAC Student Lesson Pro software and then finding the correlation to the bodies functional capacity with simple liner regression analysis. The results are expected to be information in developing the Biomechanics and Medical Equipment area in Indonesia especially in Mechanical Engineering Department University of Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S37947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hayillah Al Hamim
"Saat ini, salah satu prosedur yang paling umum digunakan dalam radiologi untuk mendiagnosa suatu penyakit adalah sinar-X diagnostik. Prosedur ini sering kali diterapkan dalam berbagai pemeriksaan medis, seperti medical checkup, deteksi dini kanker, dan pendarahan otak. Oleh karena itu, penting untuk menentukan jumlah radiasi hambur yang dihasilkan selama prosedur ini guna mengevaluasi dosis radiasi yang diterima oleh pasien, staf medis, dan masyarakat umum. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi radiasi hambur terhadap variasi sudut hambur dan tegangan tabung dengan metode Monte Carlo, serta distribusi radiasi hambur yang dihamburkan oleh pasien dalam prosedur Trout dan Kelly dan radiografi toraks posisi supine AP. Penelitian ini menggunakan pendekatan simulasi Monte Carlo menggunakan software PHITS untuk memodelkan radiasi hambur terhadap variasi posisi dan tegangan tabung. Variabel kontrol mencakup arus tabung (5 mAs), luas lapangan (20×20 cm² untuk prosedur Trout dan Kelly, 35×43 cm² untuk radiografi toraks supine AP), jarak fokus ke detektor (100 cm untuk Trout dan Kelly, 180 cm untuk radiografi toraks supine AP), dan dimensi fantom. Fantom yang digunakan berupa slab (balok air) berdensitas setara jaringan, balok masonit, dan ellipsoid air. Variabel yang diubah adalah sudut hambur (30° - 135°) dan tegangan tabung (70 kV - 100 kV). Variabel yang diamati adalah kerma primer dan kerma hambur, diukur pada jarak 1 m dari titik fokus dan pusat fantom. Kurva fraksi hambur dari simulasi dibandingkan dengan data literatur dan pengukuran untuk verifikasi hasil. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sudut 30° mengalami peningkatan radiasi hambur terbesar hingga faktor 2,71, sedangkan sudut 135° menunjukkan peningkatan terendah, yaitu faktor 1,21. Kurva fraksi hambur simulasi memiliki pola yang menyerupai kurva fraksi hambur data literatur dan pengukuran, dengan sudut 80° paling mendekati literatur referensi dan 90° untuk verifikasi pengukuran. Dibandingkan prosedur Trout dan Kelly, prosedur radiografi toraks posisi supine AP menghasilkan fraksi hambur lebih besar hingga faktor 4,27. Perhitungan shielding radiasi sekunder perlu ditingkatkan dengan mengubah jarak fokus ke detektor menjadi 180 cm dan luas lapangan menjadi 35×43 cm².


Currently, one of the most used procedures in radiology for diagnosing diseases is diagnostic X-ray. This procedure is often applied in various medical examinations, such as medical check-ups, early cancer detection, and brain hemorrhage detection. Therefore, it is important to determine the amount of scattered radiation produced during this procedure to evaluate the radiation dose received by patients, personnel, and the members of the public. This study aims to evaluate how scattered radiation changes with scatter angle and tube voltage using the Monte Carlo method. This study also evaluates the scattered radiation distribution from patients during Trout and Kelly procedures and supine AP chest radiography. The study uses the Monte Carlo simulation using PHITS software to model scattered radiations with variations of position and tube voltage. The controlled variables are tube current (5 mAs), field size (20×20 𝑐𝑚2 for Trout and Kelly procedures, 35×43 𝑐𝑚2 for supine AP chest radiography), focus-to-detector distance (100 cm for Trout and Kelly, 180 cm for supine AP chest radiography), and phantom dimensions. The phantoms used are water blocks with tissue-equivalent density, masonite blocks, and water ellipsoids. The independent variables are scatter angle (30° to 135°) and tube voltage (70 kV to 100 kV). The dependent variables are primary kerma and scatter kerma, measured at 1 m from the focal point and the center of the phantom. Scatter fraction curves from the simulation are compared with literature data and measurements for result verification. Study results show that the 30° angle shows the highest increase in scattered radiation, up to a factor of 2.71, while the 135° angle shows the lowest increase, at a factor of 1.21. The simulated scatter fraction curves have a pattern similar to those from literature data and measurements, with the 80° angle most closely matching the reference literature and the 90° angle for measurement verification. Compared to the Trout and Kelly procedures, the supine AP chest radiography procedure produces a greater scatter fraction, up to a factor of 4.27. Secondary radiation shielding calculations need to be improved by changing the focus-to-detector distance to 180 cm and the field size to 35×43 𝑐𝑚2.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library