Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gustriyansyah
Abstrak :
Teknik Akuisisi Ocean Bottom Cable (OBC) diperkenalkan untuk memenuhi keterbatasan streamer untuk menghadapi daerah dangkal maupun larangan menggunakan bentangan streamer dengan panjang tertentu dan batasan kapal navigasi seismik dengan ukuran yang tertentu juga. Receiver OBC dibentang di dasar laut sangat rentan dengan gangguan dari receiver ghost dan juga peg-legs ketika kedalaman air laut mencapai 10 m. Tetapi jenis gangguan ini dapat dilemahkan dengan menggunakan teknik dual summation. Sederhananya, ada perbedaan antara kedua respons yang harus disamakan sebelum menggabung kedua sensor, perbedaan yang paling utama berasal dari faktor coupling dari kedua sensor dan juga repetisi dari penjalaran gelombang yang terjadi diantara dasar laut dan muka laut. Metode yang biasa digunakan untuk menyelesaikan perbedaan ini mengkalibrasi kesamaan operator, tetapi metode ini tidak berjalan baik pada beberapa projek OBC di Indonesia belakangan ini. Hasil yang lebih optimal didapatkan ketika sensor coupling sudah ditingkatkan pada fase akuisisi. Dengan menganggap respon masing-masing sensor telah dikalibrasi dan disamakan dengan menghasilkan wavelet, penyamaan amplitude adalah problem berikutnya yang harus diselesaikan, karena kedua sensor tidak merekam parameter yang. Metode yang biasa digunakan seperti Automatic Gain Control (AGC) atau seperti yang diperkenalkan oleh Fred Barr atau Robert Soubaras untuk menyelesaikan masalah ini tidak berjalan dengan baik pada data thesis ini. Thesis ini memperlihatkan sedikit pengembangan dari model awal yang diperkenalkan Fred Barr, melihat perbedaan antara kedua sensor dan juga teknik berdasarkan analisa hodograph untuk menyelesaikan masalah penyamaan amplitude, yang bekerja cukup baik pada data thesis ini dengan menggunakan window dimana ghost dan sinyal tidak berinterferensi secara kuat. ......Ocean Bottom Cable (OBC) acquisition techniques were introduced to fulfill streamer limitation on facing shallow obstacles prohibiting usage of long streamer strings and navigation of seismic boats of significant size. OBC receivers being set at the sea floor are subject to strongly damaging receiver ghosts and peg-legs when water depths more than 10m. Fortunately, this kind of strong and very polluting multiples can be efficiently attenuated by dual sensor summation technique. Practically, there are differences between the two responses, which must be balanced before combining both sensors. The most significant differences are coming from sensor coupling and a multitude of oblique water arrivals bouncing in the water layer. Standard methods to solve the coupling differences are based on matching operator calibration, but these methods have worked pathetically at least for the OBC projects of the last years in Indonesia. Results shows good improvement when sensor coupling is enhanced during the acquisition phase. By assuming that the responses have been calibrated to present similar aspect and generating wavelet, amplitude matching is the next issue that should be solved, because the two sensors do not record the same parameters. Standard methods as simple Automatic Gain Control (AGC) or as introduced by Fred Barr or Robert Soubaras to deal with this issue did not work perfectly on this data sets. This thesis presents a small extension of the initial model introduced by Fred Barr, allowing to explicit the differences between the two sensors responses and a technique based on hodograph analysis to solve amplitude balancing issue, that worked satisfactorily for this data set.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T29638
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gustriyansyah
Abstrak :
Metode Atribut Seismik adalah metode yang didefinisikan sebagai karakterisasi secara kuantitatif dan deskriptif dari data seismik yang secara langsung dapat ditampilkan dalam skala yang sama dengan data awal, dimana informasi utama dari seismik atribut adalah amplitudo, frekuensi, dan atenuasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar pengklasifikasian atribut lainnya. Dimana amplitudo adalah salah satu atribut dasar dari suatu tras seismic yang dapat memetakan penyebaran batu pasir dengan cukup baik dikarenakan biasanya lingkungan yang didominasi oleh batu pasir juga memiliki nilai amplitudo yang lebih besar dibandingkan batuan serpih. Pada studi ini, metode amplitudo atribut seismic menggunakan modul Stratamps salah satu cabang dari modul interpretasi Landmark OpenWorks. Dimana dengan mengaplikasikan data seismik 3D dengan daerah seluas ± 40 km 2 didukung dengan 137 sumur untuk mengontrol peta amplitude yang dibuat pada dua horizon, BN_2250 dan MN_2420T. Tujuan dari studi ini adalah memperkirakan prospek studi pengembangan lebih lanjut dari lapangan Sahmura ini. Seismic Attribute Methods is a method defined as characterization of seismic data both quantitatively and descriptively that can be shown at the same scale with the general data, which main information from seismic attributes are amplitude, frequency and attenuation that become base for the further quallification. Amplitude as one of the basic attributes from seismic trace that can delineate sand distribution, because generally sand- environment having higher amplitude compared with the shale-environment. In this study amplitude attribute seismic method using Stratamp, one of branch from Landmarks OpenWork interpretation. With 3D seismic data and Area of Interest covered ± 40 km 2 also supported with 137 wells as a control for amplitude map emphasize on two horizon, BN_2250 and MN_2420. Goals for this studt is predicting the next plan for development of Sahmura Field.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S28979
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library