Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guspita Arfina
Abstrak :
Pengadaan tanah skala kecil dapat dilakukan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (4) Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2015, hasil penilaian jasa penilai digunakan dalam menentukan nilai jual beli tanah. Pemahaman atas ketentuan tersebut harus dimaknai bahwa kedua belah pihak harus bermusyawarah terlebih dahulu yang mengacu pada hasil penilaian, sebelum menetapkan nilai ganti kerugian. Hal ini dikarenakan asas kesepakatan merupakan salah satu prinsip utama pengadaan tanah. Hasil penilaian tanah juga harus didukung oleh proses penilaian yang prosedural agar mendapatkan hasil yang objektif. Permasalahan yang diangkat ialah mengenai penerapan penentuan nilai jual beli tanah yang berlaku sebagai nilai ganti kerugian dalam Putusan Nomor 7/PID-TPK/2022/PT.SMR; dan, analisis akibat hukum penilai pertanahan di dalam putusan tersebut yang tidak melakukan penilaian sesuai dengan prosedur penilaian yang benar. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan analisis data kualitatif. Hasil analisis adalah bahwa penentuan nilai jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak telah memenuhi asas kesepakatan karena setelah mendapatkan hasil penilaian tanah, dilakukan negosiasi terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai nilai ganti kerugian. Namun, terdapat keraguan terhadap objektifitas penilaian tanah karena prosesnya tidak sesuai dengan prosedur yang benar. Konsekuensi pelanggaran tersebut dapat berakibat pada pengenaan sanksi administratif terhadap penilai tanah. Saran yang diberikan berupa perlunya pengaturan penentuan nilai jual beli tanah yang menegaskan keharusan adanya musyawarah yang tetap mengacu pada hasil penilaian jasa penilai. Penilai pertanahan juga hendaknya patuh terhadap pemenuhan standar penilaian agar menghindari pengenaan sanksi yang dapat terjadi. ......The mechanism for small-scale land acquisition can be conducted directly through sale and purchase, swapping, or other methods agreed upon by both parties. Based on the provisions of Article 53 paragraph (4) Permen ATR/BPN No. 6 Year 2015, the valuation result of appraiser service is used in determining value of land sale and purchase. Both parties must perform negotiation in advance referring to that result before determining compensation value. The result of land appraisal also must be supported by a procedural appraisal process to obtain objective result. The issues in this research are based on the Court Judgment Number 7/PID-TPK/2022/PT.SMR regarding to application of determining value of land sale and purchase and analysis of legal consequences of land appraiser who did not execute appraisal according to correct appraisal procedure. The result of analysis is that the determination of value of land sale and purchase in the judgment had fulfilled principle of agreement because following the result of land valuation, both parties had performed negotiation before determining compensation. However, there has been found a doubt regarding objectivity of land appraisal because the process did not follow correct procedures. This can result to imposition of administrative sanctions against land appraiser. Therefore, there must be future regulation that specify the determination of value of land sale and purchase which explicitly express the necessity of negotiation that refers to result of land appraisal. Land appraisers also must comply to appraisal standards in order to avoid imposition of sanctions that may occur in the future.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guspita Arfina
Abstrak :
Proses pengisian jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu persoalan mendasar pada sistem peradilan Mahkamah Konstitusi. Seleksi yang dilakukan dapat memengaruhi kualitas, kinerja dan keputusan dari seorang hakim. Menurut, Pasal 24C ayat 3 UUD NRI 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Pada praktiknya, ketiga lembaga negara tersebut memiliki perbedaan dalam proses seleksi hakim konstitusi. Perbedaan terjadi karena tidak terdapat peraturan yang jelas yang mengatur standar seleksi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu aturan dan mekanisme pengisian jabatan hakim konstitusi yang dilakukan saat ini sehingga konsep yang ideal dapat diformulasikan khususnya untuk Presiden. Metode penelitian adalah yuridis-normatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Analisis berupa pembahasan mengenai kesesuaian antara penerapan prinsip transparansi, partisipasi, objektivitas dan akuntabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan praktek dilakukan oleh Presiden. Ketiadaan peraturan yang jelas mendorong perumusan peraturan agar mengatur secara jelas standar seleksi hakim konstitusi melalui undang-undang yang berlaku bagi seluruh lembaga negara atau melalui peraturan presiden yang berlaku khusus untuk Presiden sebagai salah satu lembaga negara. Penelitian akan mencoba memberikan saran pelaksanaan seleksi terbuka melalui panitia seleksi guna memenuhi penerapan empat prinsip pengisian jabatan hakim konstitusi. Proses pengisian jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu persoalan mendasar pada sistem peradilan Mahkamah Konstitusi. Seleksi yang dilakukan dapat memengaruhi kualitas, kinerja dan keputusan dari seorang hakim. Menurut, Pasal 24C ayat 3 UUD NRI 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Pada praktiknya, ketiga lembaga negara tersebut memiliki perbedaan dalam proses seleksi hakim konstitusi. Perbedaan terjadi karena tidak terdapat peraturan yang jelas yang mengatur standar seleksi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu aturan dan mekanisme pengisian jabatan hakim konstitusi yang dilakukan saat ini sehingga konsep yang ideal dapat diformulasikan khususnya untuk Presiden. Metode penelitian adalah yuridis-normatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Analisis berupa pembahasan mengenai kesesuaian antara penerapan prinsip transparansi, partisipasi, objektivitas dan akuntabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan praktek dilakukan oleh Presiden. Ketiadaan peraturan yang jelas mendorong perumusan peraturan agar mengatur secara jelas standar seleksi hakim konstitusi melalui undang-undang yang berlaku bagi seluruh lembaga negara atau melalui peraturan presiden yang berlaku khusus untuk Presiden sebagai salah satu lembaga negara. Penelitian akan mencoba memberikan saran pelaksanaan seleksi terbuka melalui panitia seleksi guna memenuhi penerapan empat prinsip pengisian jabatan hakim konstitusi. ...... The process of filling the position of constitutional court justices is one of the fundamental issues in judicial system, especially the Constitutional Court. Under the provisions of Article 24C Paragraph 3 of 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the Indonesian Constitutional Court has nine justices, nominated by Supreme Court, People 39 s Legislative Assembly, and President. The three state institutions have differences in selecting justices because of lack of clear regulation as standard for the selection. Therefore, research is conducted to find out current regulations and mechanisms of selecting justices so that later the ideal concept can be formulated, particularly for the President. The research method is juridical normative method that refers to legal norms in legislation. Analysis is conducted by discussing the conformity between the implementation of transparency, participation, objectivity and accountability principles that have been regulated in the Constitutional Court Law with practices conducted by President. The lack of clear regulation encourages the formulation of regulation that clearly regulates standard selecting justices through applicable laws for three state institutions or presidential decree specifically for President. Furthermore, the research will try to advise the implementation of open selection through selection committee to fulfill the implementation of principles in selecting the justices.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library