Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guritnaningsih A. Santoso
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tindakan orangtua di pedesaan melanjutkan pendidikan anak mereka yang berusia 13-15 tahun ke tingkat SLTP. Menurut penulis penelitian ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi rendahnya angka partisipasi pendidikan di tingkat SLTP dan dalam rangka pelaksanaan wajib belajar 9 tahun yang meliputi SD 6 tahun ditambah SLTP 3 tahun.
Untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Indonesia yang sebagian besar tinggal di pedesaan, perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang dapat menjelaskan tindakan orangtua menyekolahkan anak dalam masyarakat tersebut.
Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah; apakah variabel-variabel distal (sosial-ekonomis dan sosial-demografis) dan proksimal (psikologis) berpengaruh terhadap tindakan orangtua di pedesaan untuk menyekolahkan anaknya ke SLTP? Manakah di antara variabel-variabel tersebut yang lebih berpengaruh terhadap tindakan orangtua?
Yang dimaksud variabel distal dalam penelitian ini adalah variabel status sosial, variabel status ekonomi orangtua, dan terpaan informasi. Sedangkan variabel proksimal meliputi persepsi orangtua tentang biaya bersekolah di SLTP, persepsi tentang kaitan antara pendidikan dan kesempatan kerja, gender belief, target belief, sikap terhadap tindakan menyekolahkan anak ke SLTP, norma subyektif dan aspirasi orangtua tentang pendidikan bagi anaknya.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang peran variabel-variabel distal dan proksimal tersebut terhadap tindakan orangtua, dilakukan analisis hubungan kausal dengan menggunakan model persamaan structural, dengan program LISREL (Linear Structural Relations) yang diciptakan oleh Joreskog, dick.
Penelitian dilakukan di pedesaan Jawa Barat dengan memilih daerah yang memiliki fasilitas pendidikan yang cukup memadai, namun memiliki angka partisipasi pendidikan SLTP yang rendah. Daerah yang terpilih adalah Kecamatan Surade dan Sagaranten di Kabupaten Sukabumi, serta Kecamatan Mande dan Cikalong Kulon di Kabupaten Cianjur.
Responden seluruhnya 403 orangtua dengan proporsi yang seimbang antara yang menyekolahkan dan yang tidak menyekolahkan anaknya ke SLTP. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara secara individual dan metode observasi.
Sasaran penelitian adalah orangtua yang memiliki anak dalam batas usia SLTP, 13-15 tahun, dengan alasan pada usia tersebut peran orangtua masih cukup besar dalam menentukan kehidupan anak, khususnya dalam pendidikan dan karir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan orangtua menyekolahkan anak ke SLTP sangat dipengaruhi oleh tingginya aspirasi mereka tentang pendidikan anak. Faktor status ekonomi tidak berpengaruh secara langsung terhadap tindakan orangtua melanjutkan pendidikan anak ke SLTP. Status ekonomi bersama-sama dengan status sosial orangtua. berpengaruh terhadap kesempatan orangtua memperoleh terpaan informasi, yang kemudian berpengaruh terhadap terbentuknya aspirasi orangtua tentang pendidikan anak. Aspirasi orangtua inilah yang kemudian mempengaruhi tindakan orangtua. Maka pandangan yang seringkali muncul bahwa rendahnya angka partisipasi pendidikan, atau tindakan melanjutkan sekolah ke SLTP itu terutama dipengaruhi oleh faktor ekonomi, dalam penelitian ini tidak terbukti.
Peran terpaan informasi tampak cukup berpengaruh terhadap masyarakat pedesaan yang umumnya berpendidikan rendah. Maka terpaan informasi dapat mengisi kekurang pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pendidikan. oleh karena itu penyampaian informasi pendidikan melalui sarana komunikasi seperti media massa, media tradisional (pertunjukkan rakyat) maupun tokoh-tokoh masyarakat perlu lebih memperhatikan mengenai isi informasi, bentuk dan frekuensi penyajiannya dengan menekankan tentang pentingnya menyekolahkan anak ke sekolah lanjutan.
Meningkatnya frekuensi dan kualitas bentuk penyajian informasi tentang pendidikan akan dapat meningkatkan kesadaran dan pengenalan mengenai pentingnya melanjutkan pendidikan anak ke tingkatan yang lebih tinggi. Selanjutnya manakala orangtua meyakini akan pentingnya pendidikan lan-jutan bagi anaknya, mereka akan berusaha keras untuk mewujudkan keinginannya."
1993
D296
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guritnaningsih A. Santoso
Jakarta: UI-Press, 2014
PGB 0030
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Guritnaningsih A. Santoso
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas tiga jenis program intervensi, yaitu Cognitive Behavior Therapy (CBT), iklan dengan tampilan humor (iklan positif), dan iklan dengan tampilan menakutkan (iklan negatif) dalam menurunkan perilaku menge mudi secara agresif. Partisipan terdiri atas 196 pengemudi yang tergolong dalam kelompok usia dewasa muda (usia 18?35 tahun), yaitu usia dimana individu berisiko untuk menampilkan perilaku mengemudi secara agresif. Kepada partisipan dilakukan pengukuran de ngan menggunakan empat macam inventori lapor diri, yaitu inventori untuk mengukur persepsi mengenai kondisi lalu lintas, derajat frustrasi, emosi marah, dan perilaku mengemudi. Analisis dengan menggunakan desain mix-faktorial menunjukkan bahwa program intervensi CBT lebih efektif dibandingkan program intervensi iklan, khususnya dalam menurunkan derajat frustrasi dan emosi marah. Sedangkan antara iklan dengan tampilan humor dan iklan dengan tampilan menakutkan tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam menurunkan derajat frustrasi dan emosi marah. Baik program CBT maupun kedua jenis program intervensi iklan tidak cukup efektif untuk menurunkan perilaku mengemudi secara agresif. Mengacu pada Teori A-B-C tentang ketergugahan emosi yang dikemukakan oleh Ellis, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sasaran akhir yaitu perilaku mengemudi secara aman (faktor C) pada pengemudi usia dewasa muda tidak dapat tercapai walaupun keyakinan dan emosi mereka (faktor B) berhasil diubah menjadi lebih positif. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa untuk sampai terjadinya perubahan perilaku mengemudi secara aman diperlukan teknik modifikasi perilaku yang lain, misalnya pemberian sangsi yang kuat dari pihak otoritas yaitu polisi.

This study was conducted to examine the effectiveness of three intervention programs, i.e. CBT (Cognitive Behavior Therapy), humor appeal advertisements (positive ads), and fear appeal advertisements (negative ads) in reducing aggressive driving behavior. 196 young adults age between 18?35 years old, who are considered to be at risk in performing aggressive driving behavior had completed four self report inventories. The four inventories measures perception on traffic conditions, degree of frustration, anger emotion, and driving behavior. Analysis of mix factorial desigm shows that CBT intervention program is more effec tive than the advertising intervention program, particularly in reducing the degree of frustration and emotional upset. However, no significant difference between humor appeal and fear appeal advertisements in reducing the level of frustration and anger emotion. Moreover, CBT program as well as the other two advertising intervention programs is not sufficient enough to reduce driving behavior. Based on the A-B-C Theory of Emotonal Arousal proposed by Ellis, this result indicates that safety driving behavior (factor C) among young drivers cannot be achieved through these intervention programs, although their belief and emotion (factor B) has been changed. This study implies that other modification behavior technique, i.e. strong penalty from the authority (police) is needed to encourage safer driving behavior of Indonesian young driver."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Guritnaningsih A. Santoso
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Guritnaningsih A. Santoso
"This study was conducted to examine the effectiveness of three intervention programs, i.e. CBT (Cognitive Behavior Therapy), humor appeal advertisements (positive ads), and fear appeal advertisements (negative ads) in reducing aggressive driving behavior. 196 young adults age between 18?35 years old, who are considered to be at risk in performing aggressive driving behavior had completed four self report inventories. The four inventories measures perception on traffic conditions, degree of frustration, anger emotion, and driving behavior. Analysis of mix factorial desigm shows that CBT intervention program is more effective than the advertising intervention program, particularly in reducing the degree of frustration and emotional upset. However, no significant difference between humor appeal and fear appeal advertisements in reducing the level of frustration and anger emotion. Moreover, CBT program as well as the other two advertising intervention programs is not sufficient enough to reduce driving behavior. Based on the A-BC Theory of Emotonal Arousal proposed by Ellis, this result indicates that safety driving behavior (factor C) among young drivers cannot be achieved through these intervention programs, although their belief and emotion (factor B) has been changed. This study implies that other modification behavior technique, i.e. strong penalty from the authority (police) is needed to encourage safer driving behavior of Indonesian young driver.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas tiga jenis program intervensi, yaitu Cognitive Behavior Therapy (CBT), iklan dengan tampilan humor (iklan positif), dan iklan dengan tampilan menakutkan (iklan negatif) dalam menurunkan perilaku mengemudi secara agresif. Partisipan terdiri atas 196 pengemudi yang tergolong dalam kelompok usia dewasa muda (usia 18?35 tahun), yaitu usia dimana individu berisiko untuk menampilkan perilaku mengemudi secara agresif. Kepada partisipan dilakukan pengukuran dengan menggunakan empat macam inventori lapor diri, yaitu inventori untuk mengukur persepsi mengenai kondisi lalu lintas, derajat frustrasi, emosi marah, dan perilaku mengemudi. Analisis dengan menggunakan desain mix-faktorial menunjukkan bahwa program intervensi CBT lebih efektif dibandingkan program intervensi iklan, khususnya dalam menurunkan derajat frustrasi dan emosi marah. Sedangkan antara iklan dengan tampilan humor dan iklan dengan tampilan menakutkan tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam menurunkan derajat frustrasi dan emosi marah. Baik program CBT maupun kedua jenis program intervensi iklan tidak cukup efektif untuk menurunkan perilaku mengemudi secara agresif. Mengacu pada Teori A-B-C tentang ketergugahan emosi yang dikemukakan oleh Ellis, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sasaran akhir yaitu perilaku mengemudi secara aman (faktor C) pada pengemudi usia dewasa muda tidak dapat tercapai walaupun keyakinan dan emosi mereka (faktor B) berhasil diubah menjadi lebih positif. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa untuk sampai terjadinya perubahan perilaku mengemudi secara aman diperlukan teknik modifikasi perilaku yang lain, misalnya pemberian sangsi yang kuat dari pihak otoritas yaitu polisi."
Depok: Faculty of Psychology University of Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library