Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fenny Amaliya
"Latar belakang : Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya sindroma metabolik. Skipping breakfast adalah salah satu kebiasaan makan yang berhubungan dengan obesitas dan sindroma metabolik. Penelitian pada populasi obes yang melihat hubungan antara kadar trigliserida dan lingkar pinggang dengan skipping breakfast belum ditemukan.
Tujuan : Diketahuinya hubungan antara kadar trigliserida dan lingkar pinggang penyandang obes dengan kebiasaan skipping breakfast.
Metode : Desain potong lintang pada laki-laki dan perempuan usia 20?50 tahun, IMT ≥ 25 kg/m2. Pengambilan subyek dengan consecutive sampling. Pengumpulan data dengan wawancara, pemberian catatan kebiasaan makan selama 1 minggu, pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium.
Hasil : Rerata usia subyek 36,76 ± 7,68 tahun, 38% memiliki kebiasaan skipping breakfast, dan 59% subyek adalah perempuan. Asupan energi total harian, karbohidrat, lipid dan protein kelompok skipping breakfast dan sarapan tidak berbeda bermakna. Median kadar trigliserida 104 (37?383)mg/dL dan rerata lingkar pinggang (100,16±7,74cm) pada skipping breakfast lebih rendah dibandingkan sarapan (115,50 (50?764)mg/dL dan 102,72±8,87cm), namun tidak signifikan secara stastistik. Tidak terdapat hubungan bermakna antara skipping breakfast dengan kadar trigliserida dan lingkar pinggang.
Kesimpulan : Kebiasaan skipping breakfast tidak berhubungan dengan kadar trigliserida dan lingkar pinggang pada penyandang obes.

Background: Obesity is a risk factor for metabolic syndrome. Skipping breakfast is one of eating pattern that related to obesity and metabolic syndrome. The study in obese to determine the association between tryglyceride and waist circumferance with skipping breakfast has not been found.
Objective: To determine the relationship between tryglyceride and waist circumference in obese with skipping breakfast.
Methods: A cross-sectional design in men and women aged 20-50 years, BMI ≥ 25 kg/m2. Consecutive sampling, data collecting with interview, 1 week dietary record, anthropometry and laboratory.
Results: The mean age of subjects 36.76 ± 7.68 years, 38% had skipping breakfast, and 59% of the subjects were women. Daily intake of energy, carbohydrate, lipid and protein between breakfast and breakfast skipping group did not differ significantly. The median of triglyceride in skipping breakfast group were 104 (37-383) mg / dL and mean waist circumference 100.16 ± 7.74 cm, lower than breakfast group (115.50 (50-764) mg / dL and 102.72 ± 8.87 cm), but not significant. There was no significant association between skipping breakfast with triglyceride and waist circumference.
Conclusion: Skipping breakfast is not associated with triglyceride and waist circumference in obese subject.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Amaliya
"Diabetes melitus tipe 2 merupakan masalah kesehatan yang masih dihadapi di Indonesia. Hiperglikemia menyebabkan risiko komorbiditas meningkat salah satunya tuberkulosis paru. Pasien DM dengan TB paru meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Dukungan nutrisi dilakukan untuk membantu memperbaiki kadar glukosa darah. Energi yang mencukupi dan pemberian serat merupakan tatalaksana gizi yang dapat membantu memperbaiki kadar glukosa darah. Serial kasus ini melaporkan empat pasien diabetes melitus tipe 2 dengan tuberkulosis paru yang memiliki rentang usia 49-57 tahun dan status gizi yang bervariasi. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan rekomendasi nutrisi untuk pasien diabetes melitus. Pemenuhan kebutuhan mikronutrien diberikan dengan suplementasi. Hasilnya yaitu kadar glukosa darah dua orang pasien dalam rentang normal 140-180 mg/dl, dengan asupan sesuai target kebutuhan dan komposisi protein 16-20%, lemak 20-18%, karbohidrat 52-64% dan serat 10-20 g/hari. Namun dua pasien dengan status gizi obes kadar glukosa darah masih belum terkontrol dan asupan energi belum mencapai target kebutuhan karena anoreksia dan infeksi yang belum teratasi. Kesimpulannya dukungan nutrisi dengan energi dan serat sesuai rekomendasi dapat membantu memperbaiki kadar glukosa darah.

Type 2 diabetes still a major health problem in Indonesia. Hyperglycemia increase the risk of comorbidity include lung tuberculosis. Since morbidity and mortality of patients with type 2 diabetes and lung tuberculosis increase, nutrition therapy may improve blood glucose level. Provide adequate energy and fiber as a part of medical nutrition therapy for maintain the blood glucose level. This is a case series of four patients with type 2 diabetes and lung tuberculosis, age 49-57 years old, having various nutritional status. The medical nutritional therapy was given to patients according to the diabetes mellitus guidelines. Supplementation were administered to fulfill their requirement. Result: the blood glucose level of two patients within normal range 140-180 mg/dl, with adequate energy intake, protein 16-20%, fat 20-28%, and carbohydrate 52-64% and fiber 10-20 g/day. However the others with obesity remains uncontrolled glucose level, despite of their low intake of energy. It occured due to anorexia and untreated infection. Conclusion: Medical nutritional therapy with adequate energy and fiber may improve the blood glucose level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library