Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erik Felany Wijaya
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Peran Kepala Desa Dalam Akta Jual Beli Tanah Yang belum berstifikat di Daerah Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang praktek jual beli tanah yang belum bersertifikat di daerah Kabupaten Bogor. Bentuk penelitian yang digunakan adalah preskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Tesis ini membahas lingkup praktek jual beli tanah dan kewenangan kepala desa sebagai saksi dalam akta jual beli tanah yang belum bersertifikat di daerah Kabupaten Bogor. Selain itu juga tesis ini menganalisa praktek jual beli tanah yang belum bersertifikat dan peran kepala desa di daerah Kabupaten Bogor sebagai saksi dalam akta Jual Beli tanah yang belum bersertifikat. Kewenangan kepala desa dalam saksi terhadap tanah yang belum bersertifikat memang dijamin oleh Undang-Undang, namun Undang-undang yang dimulai dari tingkat nasional sampai dengan daerah tidak membahas secara rinci mengenai kewenangan seorang kepala desa. Sejarah kewenangan kepala desa sebagai saksi dalam akta jual beli bagi tanah yang belum bersertifikat di mulai ketika diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Semua peraturan tersebut sampai peraturan tingkat terendah pun tidak menjelaskan secara rinci mengenai peran Kepala Desa dalam akta jual beli tanah yang belum bersertifikat. Posisi hukum semacam ini tentu berindikasi lahirnya suatu masalah yang akan berakibat pada sengketa suatu lahan. Pemerintah dalam hal ini selaku pihak yang paling berwenang membuat peraturan perundang-undangan yang berlaku harus peka dan tanggap untuk membuat regulasi yang lebih rinci mengenai peran Kepala Desa sehingga peran kepala desa dalam menandatangani akta bagi tanah yang belum bersertifikat mendapat posisi yang jelas. ......This thesis discusses the role of village head in the Sale and Purchase Agreements Land yet berstifikat in Bogor regency. This research is a kind of normative legal research with the descriptive nature of the research to get an overview of the practice of buying and selling land that has not been certified in Bogor regency. Form of research is prescriptive by using secondary data sources consisting of primary legal materials, secondary and tertiary. This thesis discusses the scope of practice of buying and selling land and authority of the village head as a witness in a deed of sale of land that has not been certified in Bogor regency. In addition, this thesis analyzes the practice of buying and selling land that has not been certified and the role of village head in Bogor regency as a witness in the Sale and Purchase of land deed has not been certified. Authority of the village chief witness against the land that has not been certified is guaranteed by the Act, but the Act which starts from the national to the local level does not go into detail about the authority of the village head. Historical authority of the head of the village as a witness in a deed of sale for the land that has not been certified in starts when the enactment of Government Regulation No. 10 of 1961 on Land Registration subsequently been replaced by Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration. All of these regulations to the lowest level of regulation did not explain in detail about the role of village head in the deed of sale of land that has not been certified. Such legal position would indicate the birth of an issue that would result in a land dispute. Government in this regard as the most competent to make laws and regulations that apply must be sensitive and responsive to make a more detailed regulations regarding the role of the village head so that the role of village chiefs in signing the deed for the land that has not been certified got a clear position.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felany Wijaya
Abstrak :
Nanokarbon merupakan salah satu produk nanoteknologi yang paling berkembang saat ini. Nanokarbon yang paling banyak dikaji adalah karbon nanotube karena sifat dan strukturnya yang unik, sehingga mempunyai banyak aplikasi, seperti sebagai penyimpan hidrogen, nanoscale transistor, flat panel display, superkapasitor, nanoprobes dan sensor, dan sebagai katalis. Terdapat batasan struktur nanotubes yang digunakan untuk setiap aplikasi. Karbon nanotubes yang berkualitas baik sebagai penyimpan hidrogen adalah karbon nanotubes yang single-walled, berdiameter kecil, panjang, dan seragam. Kualitas karbon nanotubes selain dipengaruhi oleh temperatur reaksi dekomposisi katalitik metana, juga dipengaruhi oleh ukuran partikel katalis. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi ukuran partikel katalis adalah metode preparasi katalis. Pada penelitian ini, pengaruh dari perlakuan ultrasonik pada katalis Ni/Cu/Al2O3 terhadap diameter inti aktif Ni dan kualitas karbon nanotube dievaluasi pada reaksi dekomposisi katalitik metana pada temperatur 650_C. Katalis dipreparasi dengan menggunakan metode kopresipitasi dengan variasi perlakuan ultrasonic pada tahap sebelum dan sesudah tahap agglomerasi selama 0, 30, 60, dan 90 menit. Ukuran diameter NiO dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan morfologi produk nanokarbon dengan menggunakan TEM. Semakin lama perlakuan ultrasonik selama preparasi katalis memperbesar ukuran diameter NiO, tanpa perlakuan ultrasonik diperoleh diameter berdiameter paling kecil yaitu 14,50 nm. Dan katalis dengan loading tertinggi yaitu SB-30U menghasilkan konversi metana rata-rata dan yield hidrogen rata-rata yaitu 76,70% dan 35,95% pada uji aktivitas selama 520 menit. Katalis SB-30 U memiliki waktu hidup selama 18 jam 20 menit, dan memiliki konversi metana dan yield hidrogen rata-rata sebesar 85,27% dan 20,19%. Dari hasil TEM diketahui bahwa nanokarbon yang dihasilkan sebagian besar merupakan karbon nanofiber dan sebagian kecil karbon nanotube dengan diameter antara 20-230 nm. ......Nowadays, nanocarbon is one of the most developed nanotechnology product. Carbon nanotubes is the most conducted nanocarbon because of its unique properties and structures, therefore it is applied as a hydrogen storage, nanoscale transistor, flat panel display, supercapasitor, nanoprobes and sensor, and as a catalyst. However there is a structure limitation of carbon nanotubes for every application. Carbon nanotubes that is fit for hydrogen storage, has single-walled, small diameter, long, and uniform. Quality of carbon nanotubes is not only influenced by the catalytic decomposition of methane reaction temperatur, but also by catalyst particle size which is influenced by catalyst preparation method. In this research, the effect of ultrasonic irradiation on Ni/Cu/Al2O3 catalyst to the particle size of Ni and also to the quality of carbon nanotubes is evaluated in the catalytic decomposition of methane reaction at 650_C. Catalyst is prepared by coprecipitation method with different period of ultrasonic irradiation before and after agglomeration step. The particle size of NiO is characterized by XRD and nanocarbon morphology by TEM. The longer ultrasonic irradiation period in the catalyst preparation, the bigger size of Ni particle size. Without ultrasonic irradiation, NiO particle size is smaller, which is 14,50 nm. SB-30U catalyst which has highest loading of Ni has average conversion of methane and average hydrogen yield 76,70% and 35,95%. Besides that, SB-30U catalyst's lifetime is 18 hours and 20 minutes, and it has average conversion of methane and hydrogen yield 85,27% and 20,19%. From TEM, most of the nanocarbon is recognized as carbon nanofiber and the rest is carbon nanotube with diameter range 20-230 nm.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49710
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library