Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faisal Reza
Abstrak :
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis implementasi pemungutan pajak daerah atas penjualan makanan dan minuman pada tempat hiburan di DKI Jakarta dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi pemungutan pajak daerah atas penjualan makanan dan minuman pada tempat hiburan di DKI Jakarta. Pendekatan penelitian dalam tesis ini adalah post positivisme dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian ini adalah pengenaan pajak hiburan terhadap penjualan makanan dan minuman di tempat hiburan DKI Jakarta belum memenuhi asas kepastian hukum dan tidak sesuai dengan isi kebijakan terkait pajak hiburan itu sendiri. Selain itu, berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan menunjukkan bahwa akan lebih sulit untuk mengimplementasikan pengenaan pajak hiburan atas jasa penyelenggaraan hiburannya saja dimana atas penjualan makanan dan minuman di tempat hiburan dikenakan pajak restoran. ......This study aims to analyze the implementation of local tax collection on food and beverage sales at entertainment venues in DKI Jakarta and to analyze the factors that influence the implementation of local tax collection on food and beverage sales at entertainment venues in DKI Jakarta. The research approach in this thesis is post positivism using descriptive methods. The results of this study are that the imposition of entertainment tax on the sale of food and beverages in entertainment venues in DKI Jakarta has not fulfilled the principle of legal certainty and is not in accordance with the content of policies related to entertainment tax itself. In addition, based on the factors that influence the implementation of the policy, it shows that it will be more difficult to implement the imposition of entertainment tax on entertainment services where food and beverage sales in entertainment venues are subject to restaurant tax.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Reza
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S25223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Faisal Reza
Abstrak :
Seiring perkembangan teknologi, pemanfaatan dari pengembangan ilmu pengetahuan tersebut harus selalu ditingkatkan. Khususnya dalam hal menciptakan keamanan dan ketertiban di Indonesia. Sementara jumlah proporsi polisi dan warga yang tidak ideal, 1:900, Kepolisian Republik Indonesia masih menggunakan cara manual yang tidak efektif dalam mengidentifikasi pelaku kejahatan. Yaitu membuat sketsa wajah pelaku kejahatan dan mencari kemiripan wajah dengan citra-citra wajah yang ada di basis data Kepolisian. Sistem Identifikasi Buron bagian Alis dibuat untuk memperbaiki ketidakefektifan proses tersebut. Sistem Identifikasi Buron bagian Alis merupakan sub-bagian dari sistem Identifikasi Buron yang menggunakan bagian-bagian wajah lainnya untuk proses identifikasi. Untuk mencari yang paling efektif dalam mengukur kemiripan alis, maka penelitian ini membandingkan dua metode yang diganakan untuk melakukan ekstraksi. Yaitu Eigenface dan Klustering K-Means dengan Koreksi Gamma. Selain itu, penelitian ini juga membagi alis menjadi lima kategori, tebal, tipis, sambung, normal, dan sedang. Citra wajah yang digunakan berasal dari citra mahasiswa Universitas Indonesia (UI) angkatan 2007 sebanyak 500 buah. Citra alis diperoleh dari data wajah tersebut yang di crop secara manual. Keseluruhan data ini diperoleh dari Pusat Pengembangan Sistem Informasi (PPSI) UI. Setiap metode akan diuji dengan memberikan lima template dari lima kategori yang berbeda untuk diuji kemiripannya. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa Eigenface memiliki akurasi sebesar 64.64%, sedangkan Klustering K-Means dengan Koreksi Gamma memiliki akurasi sebesar 74.75%. Diharapkan hasil penelitian ini bisa membantu kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Reza
Abstrak :
Penelitian ini ingin menguji pengaruh dewan komisaris yang diukur melalui jumlah rapat dewan komisaris, persentase kehadiran anggota dewan komisaris, dan ketua dewan komisaris, serta pengaruh komite audit yang diukur dari jumlah anggota komite audit, jumlah rapat komite audit, persentase kehadiran anggota komite audit, dan latar belakang keuangan dari anggota komite audit terhadap penghindaran pajak yang diukur melalui GAAP ETR dan Current ETR. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rapat dan independensi ketua dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak baik diukur melalui GAAP ETR dan juga current ETR, jumlah anggota komite audit tidak mempengaruhi penghindaran pajak yang diukur melalui current ETR, namun mempengaruhi GAAP ETR dimana semakin meningkatnya anggota komite audit maka penghindaran pajak juga meningkat. Jumlah rapat yang dilakukan tidak memberikan pengaruh terhadap current ETR dan juga GAAP ETR, sedangkan tingkat kehadiran anggota dalam rapat komite audit tidak mempengaruhi current ETR, namun mempengaruhi GAAP ETR dimana semakin tinggi tingkat kehadiran maka semakin tinggi juga kemungkinan terjadinya penghindaran pajak, dan juga latar belakang keuangan mempengaruhi current ETR dimana semakin banyak anggota komite audit yang memiliki latar belakang keuangan maka penghindaran pajak juga meningkat, namun latar belakang keuangan komite audit tidak mempengaruhi GAAP ETR. ......This research aims to examine the influence of the board of commissioners as measured by the number of board meetings, the percentage of attendance by commissioners, and the chairman of the board of commissioners, as well as the influence of audit committees as measured from the number of audit committee members, the number of audit committee meetings, attendance percentage of audit committee members, and financial background of the members of the audit committee on tax avoidance as measured by GAAP ETR and Current ETR. The results of this resarch indicate that the meetings and the independence of the chairman of the board of commissioners does not have an influence on whether tax avoidance is measured by current GAAP ETR and ETR, the number of audit committee members do not affect tax avoidance as measured by current ETR, but affect the GAAP ETR in which the increasing member audit committee also increased the tax avoidance. The number of meetings do not impact the current ETR and GAAP ETR, whereas the attedance of members of the audit committee meeting did not affect the current ETR, but affect the GAAP ETR where the higher attendance rate the higher the likelihood of tax avoidance, and also background affect the current financial ETR where a growing number of audit committee members who have the financial background of the tax evasion is also increased, but the audit committee financial background does not affect the GAAP ETR.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Reza
Abstrak :
Penelitian ini ingin menguji pengaruh dewan komisaris yang diukur melalui jumlah rapat dewan komisaris, persentase kehadiran anggota dewan komisaris, dan ketua dewan komisaris, serta pengaruh komite audit yang diukur dari jumlah anggota komite audit, jumlah rapat komite audit, persentase kehadiran anggota komite audit, dan latar belakang keuangan dari anggota komite audit terhadap penghindaran pajak yang diukur melalui GAAP ETR dan Current ETR. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rapat dan independensi ketua dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak baik diukur melalui GAAP ETR dan juga current ETR, jumlah anggota komite audit tidak mempengaruhi penghindaran pajak yang diukur melalui current ETR, namun mempengaruhi GAAP ETR dimana semakin meningkatnya anggota komite audit maka penghindaran pajak juga meningkat. Jumlah rapat yang dilakukan tidak memberikan pengaruh terhadap current ETR dan juga GAAP ETR, sedangkan tingkat kehadiran anggota dalam rapat komite audit tidak mempengaruhi current ETR, namun mempengaruhi GAAP ETR dimana semakin tinggi tingkat kehadiran maka semakin tinggi juga kemungkinan terjadinya penghindaran pajak, dan juga latar belakang keuangan mempengaruhi current ETR dimana semakin banyak anggota komite audit yang memiliki latar belakang keuangan maka penghindaran pajak juga meningkat, namun latar belakang keuangan komite audit tidak mempengaruhi GAAP ETR.
This research aims to examine the influence of the board of commissioners as measured by the number of board meetings, the percentage of attendance by commissioners, and the chairman of the board of commissioners, as well as the influence of audit committees as measured from the number of audit committee members, the number of audit committee meetings, attendance percentage of audit committee members, and financial background of the members of the audit committee on tax avoidance as measured by GAAP ETR and Current ETR. The results of this resarch indicate that the meetings and the independence of the chairman of the board of commissioners does not have an influence on whether tax avoidance is measured by current GAAP ETR and ETR, the number of audit committee members do not affect tax avoidance as measured by current ETR, but affect the GAAP ETR in which the increasing member audit committee also increased the tax avoidance. The number of meetings do not impact the current ETR and GAAP ETR, whereas the attedance of members of the audit committee meeting did not affect the current ETR, but affect the GAAP ETR where the higher attendance rate the higher the likelihood of tax avoidance, and also background affect the current financial ETR where a growing number of audit committee members who have the financial background of the tax evasion is also increased, but the audit committee financial background does not affect the GAAP ETR.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Reza
Abstrak :
Istilah-istilah deskriptif digunakan dalam perdagangan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen mengenai atribut, sifat atau keunggulan suatu produk. Merek yang hanya terdiri dari istilah deskriptif ini disebut sebagai merek deskriptif. Merek adalah suatu tanda yang digunakan untuk membedakan barang atau jasa dari suatu produsen dan produsen lain. Karena itu merek deskriptif seharusnya tidak dapat didaftar karena dianggap tidak mempunyai daya pembeda.. Merek deskriptif di Indonesia tidak dapat didaftar, baik di dalam ketentuan UU merek No. 21 tahun 1961 yang menggunakan sistem pendaftaran dekalaratif, maupun dalam UU Merek No. 19 tahun 1992 yang menggunakan sistem pendaftaran konstitutif, hingga UU Merek No. 15 tahun 2001 yang berlaku saat ini. Namun dalam kenyataannya di Indonesia terdapat merek-merek deskriptif yang didaftar, terutama berdasarkan Putusan Pengadilan. Tesis ini meneliti mengenai masalah pendaftaran merek deskriptif di Indonesia, dengan menggunakan pendekatan konseptual yang meneliti mengenai konsep Secondary Meaning, pendekatan undang-undang dengan meneliti undang-undang merek di Indonesia dan pendekatan komparatif dengan melakukan perbandingan undang-undang merek di beberapa Negara berkaitan dengan masalah pendaftaran merek deskriptif. Pendekatan kasus juga dilakukan untuk meneliti putusanputusan pengadilan yang menjadi dasar didaftarkannya merek-merek deskriptif di Indonesia. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat hasil bahwa masalah utama dalam pendaftaran merek deskriptif ini adalah tidak jelasnya pengaturan mengenai merek deskriptif ini dalam Undang-Undang Merek di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadi perbedaan pendapat antara Hakim dan Pemeriksa merek mengenai merek deskriptif ini. Seharusnya dibuat suatu pengaturan yang jelas dan rinci mengenai pendaftaran merek deskriptif dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pemilik merek dengan kepentingan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan dalam Paris Convention dan TRIPS Agreement. ...... Descriptive terms commonly used in the course of trade to convey information about attribute, characteristics or quality of a product, to consumers. Trademark, consists solely of descriptive terms is called Descriptive Marks. Trademark is a sign, used to distinguished goods or services from a producer from another. Therefore Descriptive Mark should not be registered because it lacks distinctive nature. Descriptive Mark in Indonesia is non-registrable, in the provision of The Trademark Act No. 21/1961 which used declarative system or in its predecessor, The Trademark Act No. 19/1992, even in the current Trademark Law in Indonesia, The Trademark Act No.15/2001. On the contrary, there are Descriptive Marks registered in Indonesia, based on Court and Supreme Court Decision in Indonesia. This Tesis analyses the problem regarding the registration of Descriptive Marks in Indonesia, using Conceptual Approach which analyze the concept of Secondary Meaning, and using Statute Approach to analyze Trademark Law in Indonesia, and also using Comparative Approach to compare Trademark Law in various country in relation to Descriptive Mark. Case-Approach also used to analyze various Court and Supreme Court decisions in Indonesia that become Landmark Decision in Descriptive Mark registration problems. Based on this Legal Research, we find that the major problem in the problematic registration of Descriptive Mark is because of the ambiguity of the current Trademark Law in Indonesia, regarding Descriptive Mark. This problem is causing different opinion between Judges and Trademark Examiner regarding Descriptive Mark. There should be more clear and comprehensive provisions in Indonesian Trademark Law about Descriptive Mark, which also considered the legitimate interests of trademark owners and third parties, based on the provisions in Paris Convention and TRIPS Agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T37056
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Reza
Abstrak :
Istilah-istilah deskriptif digunakan dalam perdagangan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen mengenai atribut, sifat atau keunggulan suatu produk. Merek yang hanya terdiri dari istilah deskriptif ini disebut sebagai merek deskriptif. Merek adalah suatu tanda yang digunakan untuk membedakan barang atau jasa dari suatu produsen dan produsen lain. Karena itu merek deskriptif seharusnya tidak dapat didaftar karena dianggap tidak mempunyai daya pembeda.. Merek deskriptif di Indonesia tidak dapat didaftar, baik di dalam ketentuan UU merek No. 21 tahun 1961 yang menggunakan sistem pendaftaran dekalaratif, maupun dalam UU Merek No. 19 tahun 1992 yang menggunakan sistem pendaftaran konstitutif, hingga UU Merek No. 15 tahun 2001 yang berlaku saat ini. Namun dalam kenyataannya di Indonesia terdapat merek-merek deskriptif yang didaftar, terutama berdasarkan Putusan Pengadilan. Tesis ini meneliti mengenai masalah pendaftaran merek deskriptif di Indonesia, dengan menggunakan pendekatan konseptual yang meneliti mengenai konsep Secondary Meaning, pendekatan undang-undang dengan meneliti undang-undang merek di Indonesia dan pendekatan komparatif dengan melakukan perbandingan undang-undang merek di beberapa Negara berkaitan dengan masalah pendaftaran merek deskriptif. Pendekatan kasus juga dilakukan untuk meneliti putusanputusan pengadilan yang menjadi dasar didaftarkannya merek-merek deskriptif di Indonesia. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat hasil bahwa masalah utama dalam pendaftaran merek deskriptif ini adalah tidak jelasnya pengaturan mengenai merek deskriptif ini dalam Undang-Undang Merek di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadi perbedaan pendapat antara Hakim dan Pemeriksa merek mengenai merek deskriptif ini. Seharusnya dibuat suatu pengaturan yang jelas dan rinci mengenai pendaftaran merek deskriptif dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pemilik merek dengan kepentingan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan dalam Paris Convention dan TRIPS Agreement. ...... Descriptive terms commonly used in the course of trade to convey information about attribute, characteristics or quality of a product, to consumers. Trademark, consists solely of descriptive terms is called Descriptive Marks. Trademark is a sign, used to distinguished goods or services from a producer from another. Therefore Descriptive Mark should not be registered because it lacks distinctive nature. Descriptive Mark in Indonesia is non-registrable, in the provision of The Trademark Act No. 21/1961 which used declarative system or in its predecessor, The Trademark Act No. 19/1992, even in the current Trademark Law in Indonesia, The Trademark Act No.15/2001. On the contrary, there are Descriptive Marks registered in Indonesia, based on Court and Supreme Court Decision in Indonesia. This Tesis analyses the problem regarding the registration of Descriptive Marks in Indonesia, using Conceptual Approach which analyze the concept of Secondary Meaning, and using Statute Approach to analyze Trademark Law in Indonesia, and also using Comparative Approach to compare Trademark Law in various country in relation to Descriptive Mark. Case-Approach also used to analyze various Court and Supreme Court decisions in Indonesia that become Landmark Decision in Descriptive Mark registration problems. Based on this Legal Research, we find that the major problem in the problematic registration of Descriptive Mark is because of the ambiguity of the current Trademark Law in Indonesia, regarding Descriptive Mark. This problem is causing different opinion between Judges and Trademark Examiner regarding Descriptive Mark. There should be more clear and comprehensive provisions in Indonesian Trademark Law about Descriptive Mark, which also considered the legitimate interests of trademark owners and third parties, based on the provisions in Paris Convention and TRIPS Agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library