Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fahmi Radityamurti
"Salah satu fungsi ginjal adalah sebagai tempat produksi erythropoietin yang berfungsi memicu produksi sel darah merah. Pada penderita obstruksi batu ureter bilateral kronik dapat terjadi kerusakan ginjal umumnya berakibat anemia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah. Kadar kreatinin darah dalam penelitian ini digunakan sebagai indeks pengukuran fungsi ginjal. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil data 101 rekam medis pasien pada tahun 2009-2011 dengan batu ureter bilateral dan diambil data hemoglobin (cut-off 12 gr/dL) dan kreatinin serum (cut-off 1,5 mg/dL). Hubungan antara keduanya dihitung dengan uji chi-square dan didapatkan 70,6% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin tinggi dan 42,0% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin normal (p=0,004). Terdapat risiko penurunan kadar hemoglobin (OR = 3,314) pada pasien dengan kadar kreatinin yang tinggi. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah dan pasien dengan kadar kreatinin tinggi cenderung berisiko anemia.

One of renal function is as a place that serves erythropoietin production triggers the production of red blood cells. In patients with bilateral ureteral stone obstruction chronic kidney damage can occur generally result in anemia. This study aimed to prove the existence of a relationship between hemoglobin levels with blood creatinine levels. Blood creatinine levels in this study was used as an index of kidney function measurement. The study was conducted in the Department of Urology Hospital Cipto Mangunkusumo by retrieving 101 medical records data of patients in the years 2009-2011 with bilateral ureteral stones and data retrieving hemoglobin data (cut-off 12 g / dL) and serum creatinine (cut-off 1.5 mg / dL). Relationship between the two was calculated by chi-square test. It was found that 70.6% of patients with low hemoglobin had high creatinine levels and 42.0% of patients with low hemoglobin had normal creatinine levels (p = 0.004). These result implied that there was a risk of a decrease in hemoglobin levels (OR = 3.314) in patients with high creatinine levels. In conclusion, there was a significant relationship between level of hemoglobin and creatinine levels in blood. Patients with high creatinine levels tend to be at risk of anemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Radityamurti
"Latar Belakang: Vitamin D telah terbukti memiliki sifat anti kanker sebagai antioksidan, anti-proliferasi, dan diferensiasi sel. Khasiat vitamin D sebagai agen antikanker memicu peneliti untuk mencari tahu apakah vitamin D bermanfaat sebagai radiosensitizer. Berbagai penelitian telah dilakukan pada cell line dalam berbagai jenis kanker, tetapi manfaat vitamin D sebagai radiosensitizer masih kontroversial.
Tujuan: Manfaat vitamin D sebagai radiosensitizer masih kontroversial karena beberapa hasil studi yang tidak jelas. Ulasan ini bertujuan untuk menyelidiki pemanfaatan Vitamin D3 (Kalsitriol) sebagai radiosensitizer di berbagai lini sel melalui tinjauan literatur.
Bahan/Metode: Pencarian sistematis dari pangkalan data literatur medis yang tersedia dilakukan pada studi in vitro dengan Vitamin D sebagai radiosensitizer di semua jenis cell line. Sebanyak 11 studi in vitro dievaluasi.
Hasil: Sembilan studi dalam ulasan ini menunjukkan efek yang signifikan dari Vitamin D sebagai agen radiosensitizer dengan meningkatkan autofagi sitotoksik, meningkatkan apoptosis, menghambat kesintasan sel dan gen pemicu proliferasi sel dengan menghambat ReIB, dan menginduksi senesens. Dua penelitian lainnya menunjukkan tidak ada efek yang signifikan dalam mekanisme radiosensitisasi vitamin D karena kurangnya bukti dalam lingkungan in vitro.
Kesimpulan: Vitamin D memiliki sifat antikanker dan dapat digunakan sebagai radiosensitizer dengan berbagai mekanisme di berbagai cell line. Penelitian lebih lanjut terutama dalam pengaturan in vivo perlu dievaluasi.

Background: Vitamin D has been shown to have anti-cancer properties as antioxidants, anti-proliferative, and cell differentiation. The property of vitamin D as an anticancer agent triggers researchers to find out whether vitamin D is useful as a radiosensitizer. Multiple studies have been carried out on cell lines in various types of cancer, but the benefits of vitamin D as a radiosensitizer are still become controversial.
Purpose: The benefits of vitamin D as a radiosensitizer are still controversial due to some incoherent study results. This review aim to investigate the utilization of Vitamin D3 (Calcitriol) as radiosensitizer in various cell line through review of literature.
Materials/Methods: A systematic search of available medical literature databases was performed on in vitro studies with Vitamin D as radiosensitizer in all types of cell line. A total of 11 in vitro studies were evaluated.
Results: Nine studies in this review showed significant effect of Vitamin D as radiosensitizer agent by promoting cytotoxic autofagi, increasing apoptosis, inhibition of cell survival and proliferation promoting gene in ReIB inhibition, and inducing senescenes. The two remaining studies showed no significant effect in radiosensitizing mechanism of Vitamin D due to lack of evidence in vitro settings.
Conclusion: Vitamin D have anticancer property and can be used as radiosensitizer by imploring various mechanism pathways in various cell line. Further research especially in vivo setting need to be evaluated.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library